Oleh: Kanti Rahayu (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Wacana-edukasi.com, OPINI–-Indonesia saat ini menghadapi kesedihan yang mendalam. Sudah delapan puluh tahun sejak mendapatkan kemerdekaan, namun kenyataannya masih terjajah. Rakyatnya masih terikat oleh kekufuran yang membebani kehidupan mereka. Tidak dapat menjalankan ibadah kepada Sang Pencipta dengan penuh kesungguhan. Meskipun perayaan diadakan di berbagai tempat di kota dan desa, mayoritas rakyatnya tetap menderita.
Akibat kemiskinan, banyak balita mengalami kekurangan gizi, kebutuhan sehari-hari tidak terpenuhi, kebodohan menyebar di kalangan generasi muda, angka pengangguran meningkat, pajak semakin membebani, kejahatan dari mafia merajalela, dan kesehatan hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berduit, sementara rasa aman menjadi barang langka bagi masyarakat. Inilah ironi di negeri yang kaya akan sumber daya alam.
Di negeri yang dijuluki Zamrud Khatulistiwa ini, sungai-sungainya telah terkontaminasi oleh limbah pabrik. Gunung-gunungnya ditebas, hutan-hutannya dirusak, dan laut serta udara dipenuhi polusi. Musibah alam terus menerpa akibat ulah manusia yang tamak. Ini adalah sebuah ironi di negeri yang seharusnya sejahtera dan subur.
Negaraku sedang merintih melihat keburukan yang menyebar di segala arah. Dari pelanggaran terhadap ajaran Allah Swt. hingga penangkapan para ulama, semua itu berlangsung di negara dengan populasi Muslim tertinggi ini. Prinsip Khilafah dikecam, perjuangan yang mulia dipangkas, aturan berjilbab dicemari, dan para pembawa pesan dakwah disakiti.
Negaraku tidak memerlukan pernyataan “merdeka” dari para pemimpin yang acuh tak acuh terhadap warganya dan selalu berpihak pada pengusaha. Negaraku tidak memerlukan pernyataan “merdeka” dari kelompok intelektual yang telah terpengaruh oleh uang. Negaraku hanya memerlukan kemerdekaan yang sebenarnya yang dapat membebaskannya dari seluruh persoalannya.
Sesungguhnya, ketiadaan senjata penjajah di negeri ini tidak berarti kita telah meraih kemerdekaan secara keseluruhan. Ketergantungan pada sistem yang menyesatkan, penjajahan budaya, kekurangan makanan, kemiskinan, kebodohan, serta segudang masalah yang dihadapi, semua itu tetap ada, bahkan keberadaannya semakin terlihat dalam kehidupan masyarakat.
Kondisi ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme sekuler yang tidak memprioritaskan kesejahteraan rakyat, melainkan hanya menguntungkan para kapitalis. Hal ini menyebabkan peningkatan kekayaan bagi kapitalis, sementara rakyat justru semakin terpuruk dalam kemiskinan.
Jika umat mau menjadikan Islam sebagai ideologinya, maka umat akan menyadari bahwa pemikiran mereka sendiri telah terjajah oleh pengaruh Barat. Islam memiliki cara dan aturan yang khusus untuk mengatur setiap aspek kehidupan, yang bersumber dari Al Quran dan Sunah. Dalam ajaran Islam, semua individu diharuskan untuk mengikuti prinsip-prinsip tanpa memandang status, baik kaya maupun miskin memiliki kedudukan yang sama. Penting adanya suatu negara yang menerapkan ideologi Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Berdasarkan hal tersebut, adalah tanggung jawab kita sebagai umat muslim untuk merenungkan sambil merasakan rasa syukur, dengan memperhatikan keadaan yang ada di negara kita di berbagai aspek. Apakah sistem yang mengurus kehidupan umat di seluruh bidang telah diterapkan berdasarkan prinsip tauhid? Apakah nilai dan asas kemerdekaan sejati menurut Islam sudah terwujud?
Menjadi kewajiban kita untuk mewujudkan kemerdekaan sejati tersebut. Sementara perjuangan di masa lalu berfokus untuk mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan fisik, saat ini diperlukan usaha baru untuk membebaskan umat dari penindasan ideologi kapitalisme-sekularisme, hukum jahiliah, sistem ekonomi kapitalis, budaya, serta seluruh tatanan yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Selanjutnya, kita harus berjuang untuk menciptakan masyarakat dan negara yang benar-benar berlandaskan prinsip-prinsip tauhid. Tatanan itu tidak lain adalah tatanan yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan Allah atau syariat Islam. Inilah makna kemerdekaan sejati dalam perspektif Islam.
Dengan demikian, bangsa dan negara ini dapat dikatakan benar-benar mencapai kemerdekaan sejati ketika mereka bersedia sepenuhnya tunduk pada Allah. Tentu saja, hal ini dilakukan dengan mematuhi semua perintah dan larangan-Nya. Langkahnya adalah dengan melepaskan diri dari belenggu ideologi dan sistem sekuler yang bertentangan dengan konsep tauhid serta menegakkan sistem Islam secara menyeluruh.
Selain itu, tujuan utama Islam adalah membawa manusia dari “kegelapan” menuju “cahaya”. Oleh karena itu, tidak ada negara yang dikuasai oleh Islam yang bertransformasi menjadi suram, menderita, terbelakang, atau terpuruk. Sebagai contoh, pada masa lalu, Spanyol dan beberapa negara Eropa lainnya justru mengalami kemajuan saat berada di bawah kendali Islam, sementara bagian dunia lainnya terjerumus dalam kegelapan.
Sebagai akibatnya, bangsa dan negara ini, jika ingin keluar dari “ketidakjelasan” menuju “terang”, atau jika ingin terbebas dari segala kemunduran (seperti yang terjadi sekarang) menuju periode kebangkitan dan kemajuan, harus merujuk pada Islam. Ini diwujudkan dengan mengimplementasikan pemikiran, ideologi, dan sistem Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan.
Bagi masyarakat Indonesia, sudah saatnya untuk memikirkan apakah kemerdekaan yang diperoleh selama lebih dari 80 tahun ini telah tercapai sepenuhnya. Secara fisik dan militer, negara kita memang telah lepas dari belenggu penjajahan, seperti yang dinyatakan dalam proklamasi tahun 1945. Namun, setelah melewati lebih dari delapan dekade, penting untuk menilai apakah kita benar-benar telah merdeka dalam arti sesungguhnya. Tentu saja, jawabannya tergantung pada bagaimana kita mendefinisikan penjajahan dan apa yang kita maksud dengan kemerdekaan.
Views: 6


Comment here