Opini

Liberalisasi Syariat Menyuburkan Pemikiran Nyeleneh

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Devi Aliya

Wacana-edukasi.com — Media sosial, khususnya Instagram sedang ramai pembicaraan tentang perempuan yang sedang haid atau menstruasi boleh berpuasa. Setidaknya ada dua akun Instagram yang mengunggah terkait tema ini. Hingga tulisan ini dibuat, unggahan tulisan bolehnya perempuan haid berpuasa masih ada. Akun Instagram indonsiafeminis’s mengunggah ulang pembahasan ini dari akun Instagram mubadalah.id. Unggahan ini jelas langsung menjadi polemik di kalangan netizen Indonesia. Lembaga-lembaga agama Islam pun banyak yang menolak dan mengecam argumentasi dalam tulisan tersebut karena tidak sesuai ketentuan.

Sumber pertama tulisan di akun mubadalah.id adalah dari tulisan Imam Nakhai yang diunggah di akun Facebook pribadinya. Namun Imam mengakui bahwa unggahan bolehnya berpuasa bagi wanita haid sudah dihapus karena menimbulkan kontroversi tidak sehat. Imam sendiri menegaskan jika ia tak pernah mengirimkan tulisannya ke situs mana pun. Namun tulisan tersebut sudah terlanjur menyebar dan viral.

Dikutip dari detik.com pada Ahad (2/5/2021), dalam unggahan itu menyebutkan tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang melarang perempuan haid berpuasa. Kemudian disebutkan juga bahwa hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah RA dan riwayat lainnya menyatakan bahwa Rasulullah hanya melarang shalat bagi perempuan haid dan tidak melarang puasa.

Dalam unggahan itu dicantumkan sumber dari tulisan Kiai Imam Nakha’i. Dalam tulisan tersebut dijelaskan mengenai perempuan haid dan puasa (detik.com/4-5-2021).

“Tidak ada satu ayat pun yang melarang perempuan haid untuk puasa. Ayat yang menjelaskan tentang haid hanya menegaskan dua hal, yaitu; satu, bahwa melakukan hubungan seks dengan penetrasi (jima’) hukumnya haram, dan bahwa perempuan haid berada dalam keadaan tidak suci. Keadaan tidak suci hanya menghalangi ibadah yang mensyaratkan suci, seperti shalat dan sejenisnya. Sementara puasa tidak disyaratkan suci, yang penting “mampu” melakukannya,” demikian bunyi tulisan dalam unggahan itu.

“Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ummahatul mukminin Sayyidah A’isyah RA, dan riwayat lainnya yang menyatakan bahwa Rasulullah hanya melarang shalat bagi perempuan haid, dan tidak melarang puasa,” lanjutnya
Setidaknya ada tiga alasan perempuan haid boleh berpuasa hasil rangkuman dari tulisan Imam Nakhai:
1. Tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang melarang perempuan haid berpuasa.
2. Perempuan yang haid lebih mirip disebut sebagai orang yang sakit (Al-Qur’an menyebutnya adza).
3. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ummahatul mukminin Sayyidah Aisyah RA. dan riwayat lainnya yang menyatakan bahwa Rasulullah hanya melarang shalat bagi perempuan haid dan tidak melarang puasa.
Untuk memperkuat pendapat bolehnya perempuan haid berpuasa, unggahan dalam akun mubadalah.id menyertakan pendapat tokoh-tokoh yang memperkuat alasan perempuan haid boleh berpuasa.

Hukum Syara bagi Wanita Haid

Namun benarkah alasan yang dikemukakan di atas bahwa wanita haid boleh berpuasa? Menurut Wakil Ketua MUI Anwar Abas, hadis dari Aisyah RA memang menjadi salah satu rujukan soal perempuan yang haid dalam puasa. Hadis dari Aisyah itu disampaikan oleh Imam Muslim. Dalam hadis itu, diceritakan bahwa Aisyah istri nabi berkata:
“Kami pernah kedatangan hal itu (haid), maka kami diperintahkan meng-qada puasa dan tidak diperintahkan meng-qada shalat.” (HR Muslim).

Anwar Abas juga memberikan hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Nabi Muhammad SAW dalam bentuk dialog, beliau bersabda:
“Bukankah wanita itu jika sedang haid, tidak shalat dan tidak berpuasa?” Mereka menjawab, ya.” (HR. Bukhari).

Dari dua hadis tersebut, Anwar Abas menyimpulkan bahwa perempuan yang haid itu tidak bisa berpuasa. Namun mereka wajib mengganti di hari lain di luar bulan Ramadan.

Soal perempuan haid tak boleh puasa pun sudah jadi kesepakatan para ulama. Sehingga, setiap muslim harus mematuhinya. Para ulama sudah sepakat bahwa wanita yang haid tidak sah puasa. Masalah puasa ini adalah masalah ta’abbudi (ibadah) bukan masalah ta’aqquli (rasional) jadi harus ada dasar syar’iyyan-nya. Di antara dasarnya adalah dua hadis di atas.

Selain itu, Nabi SAW juga bersabda:
“Tidak pernah aku melihat yang kurang akal dan agamanya, tetapi mampu menghilangkan keteguhan lelaki yang teguh, melebihi kalian wahai para wanita. Maka para wanita bertanya kepada Nabi: ‘Apa maksudnya kami kurang akal dan kurang agamanya wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab: “Bukanlah persaksian wanita itu semisal dengan persaksian setengah lelaki?’ Mereka menjawab: ‘Ya benar.’ Nabi melanjutkan: ‘Itulah kurangnya akal. Dan bukanlah wanita jika haid ia tidak shalat dan tidak puasa?“ (HR. Bukhari no. 1462, Muslim no. 80).

Bagi wanita yang sedang haid selain tidak dibolehkan untuk shalat dan puasa, ada hukum lain juga di antaranya: larangan berhubungan suami istri, menyentuh Al-Qur’an, membaca Al- Qur’an, berdiam diri di masjid, dan tawaf. Namun ada wilayah fikih yang memungkinkan ada khilafiyah di dalamnya.

Penjagaan Islam Terhadap Agama

Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam diturunkan dalam bentuk global ( khuthuthun aridhoh) sehingga tidak semua perkara akan tercantum di dalamnya. Sumber hukum lain adalah as-sunah. As- sunah adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir (ketetapan/persetujuan/diamnya) Rasulullah SAW terhadap sesuatu hal atau perbuatan. Salah satu fungsi as-sunah adalah pelengkap keterangan sebagian dari hukum-hukum syara sekaligus memperkuat dan menetapkan apa yang telah tercantum dalam Al-Qur’an. Salah satu contohnya adalah penjelasan hukum syara terhadap perempuan yang sedang haid yang dipaparkan dalam as-sunah.

Salah satu fungsi negara di dalam Islam adalah penjagaan atas agama ( muhafazah ‘ala ad diin) Negara akan menjaga kemurnian ajaran islam dan akan menangkal semua pemikiran-pemikiran merusak. Negara akan melakukan pembinaan akidah dan hukum syara kepada rakyatnya. Jika ada yang menyebarkan pemikiran rusak dan sesat akan diberi sanksi oleh negara. Rakyat pun memiliki kerangka berpikir dengan dasar akidah Islam yang kuat sehingga tidak mudah terseret dan mengikuti pemikiran-pemikiran yang melenceng atau nyeleneh.

Merupakan hal wajar ketika saat ini banyak bermunculan pemikiran-pemikiran aneh dan menyimpang.
Menjadi wajar karena sistem demokrasi saat ini justru negara yang mendorong liberalisasi syariat dan menumbuhsuburkan pandangan menyimpang. Di tengah-tengah masyarakat akan semakin banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang bisa menyesatkan umat. Munculnya pendapat kebolehan berpuasa bagi wanita haid hanya segelintir saja dari pemikiran nyeleneh yang muncul. Masih banyak di tengah-tengah umat pemikiran-pemikiran yang menyesatkan dan butuh segera dibersihkan dari pemikiran umat. Hal ini semakin menguatkan bahwa sistem demokrasi adalah sistem sesat dan rusak.

Para pengemban dakwah harus terus bergerak dan berdakwah di tengah-tengah umat untuk membersihkan pemiikiran-pemikiran menyimpang. Umat pun sangat membutuhkan dakwah agar pemikiran Islam kembali ke dalam benak dan muncul sebagai sebuah kekuatan untuk menegakkan Islam secara kafah.

Wallohualam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 15

Comment here