Opini

Liberalisasi Seksual Berselimut Pendidikan Seksual Komprehensif

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Armelia, S.Psi, MHM

Hanya saja, patut disayangkan bahwa meningkatnya kesadaran untuk melakukan pendidikan seksual sejak dini kepada anak tidak diimbangi dengan kesadaran mengenai materi pendidikan seks yang sesuai dengan usia dan menjaga fitrah anak.

Wacana-edukasi.com — Belum lama ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebagai komisi yang bertanggung jawab terhadap pengawasan penyelenggaraan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak, sibuk memberikan komentar mengenai video viral salah seorang artis perempuan yang membolehkan anak-anaknya menonton konten porno dan menganggap mendampingi mereka ketika menonton video tersebut sebagai salah satu bentuk pendidikan seksual (www.news.detik.com, 26/06/2021)

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) berdasarkan pada kajian terbaru dari Global Education Monitoring (GEM) Report, memang menyarankan setiap negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk menerapkan pendidikan seksual yang komprehensif sejak dini.

Selain itu, permasalahan seksual anak dan remaja memang sangat memprihatinkan seperti yang disampaikan oleh Direktur Global Education Monitoring (GEM) Report, UNESCO, Manos Antoninis, dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (13/6) bahwa orang-orang usia muda menyumbang sepertiga dari kasus infeksi HIV baru di 37 negara berpenghasilan rendah dan menengah. Ironinya, hanya sekitar sepertiga dari orang berusia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang pencegahan dan penularan HIV. Oleh karena itu, anak-anak dan remaja juga harus menerima pendidikan seksual komprehensif sebelum menjadi aktif secara seksual.

Hanya saja, patut disayangkan bahwa meningkatnya kesadaran untuk melakukan pendidikan seksual sejak dini kepada anak tidak diimbangi dengan kesadaran mengenai materi pendidikan seks yang sesuai dengan usia dan menjaga fitrah anak. Karena materi pendidikan seksual yang salah, seperti menonton konten porno, alih-alih menciptakan anak-anak dan remaja yang menjaga kehormatan dan naluri seksual mereka, malah membentuk generasi yang terbiasa melakukan seks bebas dan mengeksplorasi kegiatan-kegiatan seksual yang baru hanya untuk memenuhi tuntutan nafsu mereka.

Pendidikan Seksual dalam SIstem Liberal 

Gambaran tentang apa dan bagaimana pendidikan seksual komprehensif yang ideal dalam sistem ini, dapat dilihat dalam International Technical Guidance on Sexuality Education yang dibuat oleh UNESCO sejak 2009 dan mengalami revisi pada tahun 2018. Panduan pendidikan seksual komprehensif ini diperuntukan bagi anak dan remaja berusia 5-18 tahun yang berisi 8 konsep kunci yang terdiri dari 1. Hubungan, 2. Nilai, Hak, Budaya dan Seksualitas, 3. Memahami Gender, 4. Kekerasan dan Cara Tetap Aman, 5. Keahlian untuk kesehatan dan keselamatan, 6. Tubuh Manusia dan Perkembangannya, 7. Seksualitas dan Tingkah Laku Seksual dan 8. Seksual dan Kesehatan Reproduksi.

Dalam panduan, masing-masing konsep kunci dijabarkan dengan topik yang lebih terperinci dan juga tujuan pembelajaran yang berbeda untuk rentang usia yang berbeda 5 – 8 tahun, 9 – 12 tahun, 12 – 15 tahun dan 15 – 18 tahun keatas. Ada tujuan pembelajaran yang hanya mengarah kepada sekedar mengetahui, namun banyak juga tujuan pembelajaran yang menuntut sampai tingkat kemampuan/keahlian.

Topik dan tujuan pembelajaran dari setiap konsep kunci disampaikan dalam bentuk umum yang bisa dinterpretasikan atau dijelaskan secara berbeda tergantung kepada siapa yang membaca dan apa yang dipahaminya sebelum membaca. Sebagai contoh, dalam konsep kunci mengenai hubungan untuk anak usia 15 sampai dengan 18 tahun keatas, memiliki tujuan pembelajaran agar remaja dapat membandingkan karakterisitik hubungan seksual yang sehat dan tidak sehat, kemudian menerimanya, setelah itu mampu mendemonstrasikan cara untuk menghindari hubungan seksual yang tidak sehat.

Apa yang dimaksud karakterisik hubungan seksual yang sehat bagi beberapa orang bisa jadi adalah melakukan hubungan seksual tanpa paksaan dan terhindar dari kehamilan tidak direncanakan ataupun penyakit menular seksual. Namun bagi seorang muslim, hubungan seksual yang sehat adalah melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sah dalam ikatan pernikahan dan dengan menjaga adab-adab dalam berhubungan.

Hanya saja, jika dikaitkan dengan introduction dalam buku panduan ini, maka hampir bisa dipastikan bahwa karakterisik hubungan seksual yang sehat bagi dalam pendidikan seksual komprehensif ini adalah hubungan seksual yang melindungi mereka dari penyakit menular seksual, HIV, AIDS, kehamilan tidak diinginkan, kekerasan dan ketidaksetaraan berbasis gender dalam hubungan seksual.

Padahal, jika kita mau jujur, kita akan mengakui bahwa penyakit menular seksual, HIV, AIDS, kehamilan tidak diinginkan, kekerasan dan ketidaksetaraan berbasis gender dalam hubungan seksual hanyalah dampak dari kebebasan individu termasuk kebebasan seksual yang dibangga-banggakan sistem liberal yang diterapkan saat ini.
Sehingga, memberikan pendidikan seksual komprehensif tidaklah mampu menuntaskan masalah yang muncul secara mendasar sekalipun mungkin mampu untuk mengurangi dampak negatif kebebasan seksual yang ditimbulkan.

Satu-satunya cara untuk benar-benar meniadakan semua dampak tersebut adalah dengan membuang kebebasan seksual yang diagungkan dan menjadikan Islam sebagai dasar dalam melakukan pendidikan seksual sejak dini dan mengatur pergaulan termasuk di dalamnya hubungan seksual.

Pendidikan Seksual dan Pergaulan dalam Islam

Sesungguhnya, proses pendidikan seksual selain dapat dilakukan melalui penyampaian materi ataupun tanya jawab, pemberian contoh dan aturan-aturan sederhana dalam kehidupan sehari-hari adalah cara yang lebih efektif untuk menanamkan suatu nilai kepada anak.

Islam telah mengajarkan pendidikan seksual kepada anak sejak dini melalui berbagai hukum dalam Islam, seperti adanya waktu izin di waktu-waktu tertentu kepada anak-anak yang belum baligh untuk bisa memasuki tempat orang tuanya. Adanya ketentuan untuk memisahkan tidur antara orang tua dengan anaknya dan anak laki-laki dengan anak perempuan begitu mereka memasuki usia tamyiz. Bahkan untuk melindungi anak-anak dari tidak sengaja melihat aktivitas orang tuanya, Islam memerintahkan suami dan istri untuk menutupi tubuhnya dengan selimut ketika berhubungan.

Islam memerintahkan menjaga pandangan baik bagi laki-laki ataupun perempuan dan mengharamkan setiap pandangan yang disertai dengan syahwat. Memberi aturan yang jelas mengenai batasan aurat, bagi laki-laki dan perempuan serta siapa yang boleh melihat aurat kita dalam batasan apa dan kondisi apa. Islam juga melarang untuk saling melihat aurat baik secara langsung ataupun dalam bentuk gambar/video. Islam juga melarang saling menyentuh aurat baik lawan jenis atau pun sejenis. Juga tidak boleh untuk satu selimut sekalipun itu dengan sejenis.

Islam menjelaskan tentang baligh, ciri-cirinya dan hal-hal yang dilakukan setelah baligh seperti bagaimana bersuci dan mulai di-hisab-nya segala aktivitasnya sebagai seorang manusia. Islam juga menjelaskan cara-cara yang bisa dilakukan untuk menjaga diri ketika seseorang terpancing keinginan seksualnya namun belum mampu untuk menikah. Ketika Islam melarang seseorang untuk mendekati zina, maka Islam juga memberikan aturan yang jelas tentang hukuman yang harus diberikan kepada orang-orang yang melakukannya.

Dengan aturan-aturan Islamlah, maka semua dampak negatif karena kebebasan seksual ini bisa dihapuskan dengan tuntas. “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu”. (Al-Maaidah ayat 49).

Wallahua’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 47

Comment here