Opini

Mengkritisi Pandangan Internasional Tentang Konflik Palestina

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
 
 
wacana-edukasi.com, OPINI– Bias pandangan  internasional terhadap konflik Palestina muncul hampir di semua negara.
 
Amerika siap  mengirimkan bantuan sebanyak mungkin untuk menghadapi kemarahan Hamas dengan serangan-serangan roketnya, termasuk bantuan senjata dan dukungan internasional. Sedangkan Rusia sangat prihatin atas memburuknya konflik Israel-Palestina. Jerman, Perancis, Kanada, dan Inggris juga bersikap sama.
 
Utusan perdamaian PBB untuk Timur Tengah Tor Wennesland mengatakan, ini merupakan jurang yang sangat berbahaya. “Karena itu, PBB menghimbau agar kedua belah pihak baik Israel maupun Hamas mundur dari jurang tersebut karena akan memberikan dampak yang sangat mengerikan bagi warga sipil Israel. Warga sipil tidak boleh menjadi target serangan.”
 
Negeri-negeri muslim, seperti Turki, Mesir, Arab Saudi juga menyampaikan komentar yang kurang lebih sama, yaitu sebatas mengecam serangan Israel dan menyerukan penghentian kekerasan dengan segera.
 
Bias pandangan dunia Internasional ini adalah persoalan menjaga konsistensi terhadap hak dan batil. Antara yang benar dan salah.
 
Sejak awal 2023 Israel terus menerus melakukan serangan terhadap warga Palestina. tetapi Dunia Internasional tidak pernah menunjukkan sikap objektif terhadap teror-teror yang dilakukan Israel. Padahal itu lebih besar serangannya dan lebih banyak daripada yang dilakukan Hamas.
 
Ada tiga hal yang menjadi patokan dalam menjaga konsistensi terhadap hak dan batil.
Pertama, Palestina ini adalah ardhul muhtallah (tanah yang diduduki/occupied land/tanah yang dijajah). Bahkan Gaza sudah seperti penjara oleh tembok yang sangat tinggi yang dibuat oleh Israel yang membuat mereka masyarakat Palestina tidak bisa bergerak leluasa sebagai manusia yang punya hak hidup. Selama hampir 75 tahun (sejak 1948) rakyat Palestina telah dikepung oleh serangan yang tak pernah henti dan mengancam kehidupan mereka. Dampaknya mereka terusir dari tanah milik mereka sendiri , sehingga tersisa hanya Gaza yang sebatas 15%. Sedangkan 85% wilayah Palestina telah direbut Israel.
 
Oleh karena itu  tidak boleh melihat apa yang dilakukan oleh Hamas ataupun apa yang dilakukan oleh penduduk Palestina, sebagai sikap teroris atau serangan terhadap Israel. Karena yang mereka lakukan murni pembelaan diri terhadap penjajahan Israel. Mereka telah menunaikan apa yang menjadi kewajiban seorang muslim manakala dijajah oleh musuh, yaitu membela diri sampai titik darah penghabisan. Karena bagi seorang muslim, mati dalam kondisi berperang untuk mempertahankan hak miliknya adalah mati syahid.
 
Kedua. Penjajahan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina adalah untuk memenuhi tujuan kebijakan luar negeri negara-negara Barat yang berkepentingan besar terhadap posisi geopolitik Palestina, terhadap kekayaan, baik sumber daya alam, sumber daya ekonomi, ataupun sumber daya politik di Timur Tengah.
 
Maka akan terus dimunculkan konflik-konflik di wilayah tersebut, khususnya melalui apa yang dilakukan oleh Israel dengan menduduki Palestina. Dengan itu, mereka bisa terus melakukan tawar-menawar kepentingan ekonomi dan kepentingan politiknya terhadap negara-negara di Timur Tengah, demi kepentingan barat semata. Aroma sekuler kapitalisme yang berfokus pada azas manfaat, sangat dominan dalam hal ini.
 
Ketiga. Ketika dunia Barat dan komunitas internasional kompak menunjukkan dukungannya terhadap Israel, sebaliknya, harusnya pemimpin-pemimpin di dunia Islam juga menampakkan sikapnya menjaga kewibawaan Islam dan menjaga kehormatan serta keselamatan saudaranya sesama muslim.
 
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya :
“Jika orang-orang itu meminta pertolongan kepada kalian karena urusan agamanya maka wajib hukumnya bagi kalian untuk memberikan pertolongan..” (Al-Anfal 72)
 
Para pemimpin negeri-negeri Islam, tokoh-tokoh kaum muslim di berbagai belahan dunia dan seluruh umat Islam, wajib kompak satu suara; yaitu mendorong agar para pemimpin negeri-negeri Islam mengerahkan  semua yang dimilikinya, termasuk kekuatan militer mereka, untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman atau pendudukan Israel. Jika Israel menggunakan kekuatan militer, tentu saudara kita di Palestina hanya bisa dilepaskan dari penjajahan Israel itu dengan melawan kekuatan militer pula. Jika bantuannya  lainnya, tidak langsung bisa mengusir Israel. Tetap dibutuhkan bantuan berupa kekuatan militer pasukan-pasukan muslim yang ada di berbagai negara.
 
Begitu pengecutnya pemimpin negeri-negeri Islam yang memberikan dukungan terhadap Palestina hanya sebatas retorika saja minim realisasi. Mereka telah terbelenggu oleh ‘Nation State’ yang membuat mereka enggan mengirimkan bantuan pasukan untuk membebaskan rakyat Palestina. Mereka abai terhadap perintah Ukhuwah Islamiyah, di mana umat Islam ibarat “kal jasadil wahid” alias satu tubuh yang utuh yang harusnya saling mendukung. Abai terhadap perintah Allah bahwa “innamal mu’minuna ikhwah” alias kaum muslim adalah bersaudara, saudara berdasarkan persamaan akidah. Harusnya saling membela, melindungi dan menyayangi. Mestinya, pemimpin-pemimpin muslim itu mengirimkan pasukan-pasukan kaum muslim di negeri-negeri mereka. Seharusnya semua kekuatan militer yang dimiliki oleh kaum muslim saat ini bisa digerakkan oleh komando pemimpin kaum muslim untuk menolong saudara mereka membebaskan atau melepaskan mereka dari penjajahan dan pendudukan Israel.
 
Ironis. Umat Islam yang besar jumlahnya saat ini, 1,8 milyar orang; kalah dengan 1 juta penduduk Israel. Negeri-negeri Islam hari ini tidak bisa bersuara dan tidak bisa menampakkan kekuatannya, karena belum adanya komando dari seorang pemimpin muslim yang takut kepada Allah, yang berani menegakkan hukum-hukum Syariat, termasuk menegakkan hukum bagaimana memberikan solusi atas pendudukan yang dilakukan terhadap Palestina.
 
Ini menyadarkan kita, bahwa kita membutuhkan kembalinya kesatuan kaum muslim di bawah naungan panji laailahaillallah di bawah naungan sebuah sistem politik berdasarkan Islam, sebuah naungan sistem Khilafah. Khilafah sebagai “Tajrul Furud” (Mahkota Kewajiban), di mana apa pun tuntutan kewajiban dalam Islam, akan terselesaikan secara sempurna dengan Khilafah. Maka ini harus menjadi agenda utama bagi umat Islam, di mana pun mereka berada.
 
Wallahu’alam Bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 24

Comment here