Opini

Kebijakan Pembatasan Kegiatan, Mampukah Menyelesaikan Pandemi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Nadia Fransiska Lutfiani S.P.

(Aktivis Dakwah, Pegiat Literasi)

Sejak awal pandemi banyak cendikiawan muslim mengusulkan lockdown, sebagaimana dulu di masa Islam. Namun tidak sedikit kemudian yang membenturkan keadaan sekarang dan dulu kala.

Wacana-edukasi.com — Pandemi bukan hanya menghantam segala lini, namun juga membabat habis kekuatan yang tersisa. Laju kenaikan terpapar covid dan angka kematian semakin mengintai setiap hari. Tercatat berdasarkan Kementrian kesehatan korban terkonfirmasi tembus angka 40.427 kasus per 12 juli 2021, ini bukan capaian yang dibanggakan.

Varian baru yang hadir telah mematahkan kekuatan lama, hingga akhirnya keadaan collaps pun tunduk kembali karena serangan ini. Angka-angka terus terlaporkan menanjak tajam. Pandemi bak ujian akal sehat. Kebijakan pun terus diberlakukan, namun angka kenaikan tidak mampu dikendalikan, sebanyak 87 tenaga kesehatan meninggal dunia dan ribuan lainnya terkonfirmasi positif dalam sembilan hari pertama bulan Juli (kompas.com, 9/07/2021)

Menanggapi hal tersebut Pemerintah melakukan penebalan dan penguatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sebagai langkah yang ditempuh menekan laju pertambahan angka positif, didalamnya akan diberlakukan dengan tegas terkait operasioanalisasi dan pengketatan aktivitas lapangan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) (news.detik.com, 24/06/2021)

Ilusi Kapitalis : Kebijakan Terus Diberlakukan, Namun Rakyat Minim Penjaminan

Beberapa hal yang tercantum dalam kebijakan hari ini melalui PPKM Pemerintah merinci berbagai hal untuk mengefektifkan kegiatan sehingga tidak banyak kerumunan dan aktivitas sosial tetap berjalan semestinya memutar roda perekonomian agar tidak gembos dijalan.

Mulai dari kegiatan perkantoran atau tempat kerja baik pemerintahan maupun BUMN / swasta harus memperhatikan Zona wilayah, jika merah makan sebanyak 75 persen harus WFH sementara di luar zona tersebut dengan perhitungan fifty – fifity dan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Kegiatan Belajar Mengajar mendapatkan perincian zona wilayah. Jika terkena zona merah maka daring dan kegiatan sektor esensial seperti kegiatan industri atau pelayanan dasar publik, pasar atau toko dan objek vital nasional tetap diijinkan beroperasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Bahkan warung atau kedai dan cafe mendapatkan pemberlakuan jam operasional dengan batas maksimal pukul 20.00 WIB dan tidak banyak melibatkan makan di tempat.

Beberapa hal di antaranya kegiatan publik, tempat ibadah, rapat atau seminar, fasilitas umum dan pariwisata untuk zona merah maka ditutup sesuai ketentuan yang sudah dirinci dalam Inmendagri. Pendetailan semacam ini tentu sangat membantu, bahkan Ketua Komite Penanganan Covid pun menjelaskan kunci dalam pengendalian COVID-19 adalah kolaborasi peran empat pilar, yakni Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, TNI, dan Polri dan percepatan program vaksinasi.

Bukan hal yang susah bagi rakyat mengikuti apa yang telah diberlakukan, namun terkadang realita di balik kebijakan yaitu penjaminan yang minim pemenuhan menjadi realita yang tidak bisa dielakan. Mereka tertatih bahkan terpaksa tetap sehat di tengah gempuran yang melelahkan. Wajar hal ini terjadi, karna bukan hanya minimnya keterlibatan semua peran saja, namun kesadaran penuh akan hak dan tanggungjawab juga miskin keseriusan.

Cendikiawan muslim Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar menjelaskan terdapat tiga dimensi yang perlu diperhatikan dalam pemberlakuan kebijakan ini, di antaranya sains atau ilmiah yaitu pengamatan alam dengan intelektual, dimensi politik yaitu pemenuhan dan penyelesaian urusan masyarakat dan dimensi agama artinya kecerdasan spiritual untuk membangun takwa dalam berikhtiar. Ketiga dimensi ini setidaknya dibutuhkan untuk bersinergi bersama.

Namun kenyataan pahit tetap mengiringi langkah kebijakan yang diberlakukan pemerintah, sering sekali melukai hati kecil rakyat biasa, bahkan penertiban juga tidak kalah ganasnya dari serangan vius yang menyebar, kedatangan asing juga masih mengiringi langkah pembatasan, bahkan yang lebih mencengangkan ide pembahasan ibukota baru sangat disayangkan meski akhirnya dibatalkan atau ditunda pembahasannya untuk sementara waktu.

Hal lucu semacam ini bukan sekali namun berulang kali, maka tidak jarang sering terjadi adu argumentasi antara realita dan keinginan yang diharapkan dari kebijakan yang ada. Rakyat terlalu dalam dan terlalu besar memikul beban. Di samping keinginan tertib demi kesembuhan dan keamanan bersama, di sisi lain kebutuhan mereka juga terlantar jika keadaan terus mendesak padahal sedikit sekali penjaminan yang merata.

Sudah semestinya bukan hanya sinergitas saja, bukankah sudah banyak kebijakan diberlakukan, namun memang kenyataan tumpang tindih ibarat ibu tiri yang menghadirkan kasih sayang secara pilih kasih. Kehadiran aturan ini adalah sumbu sistem yang telah menjamur dalam negeri.

Aturan pemerintah demokrasi telah memberi ruang penyimpangan terjadi, kebebasan itu telah nyata berlaku bagi pemangku kebijakan. Mereka lebih ringan dan nyaman dalam penjaminan. Tidak main-main bahkan pelanggaran kebijakan yang dilakukan masyarakat akan dikenakan sanksi pidana, sosial hingga denda. Ketertiban atau pemaksaan? Apakah terkendali atau memang sebenarnya masih terkendala?

Konsep untung rugi sudah biasa hadir dalam semua kebijakan hari ini. Sistem ini adalah akar dari ketimpangan dan penyimpangan yang hadir di permukaan antara rakyat dan pemangku kekuasaan. Bukan karena menguntungkan saja, bahkan sepertinya sistem ini menjadi habitat ternyaman bagi pemilik modal untuk mempertahankan kehidupannya meski yang lain tidak memiliki ruang untuk adil dan tetap hidup.

Kembali pada Sistem Islam, bukan Seruan Semata.  Namun Solusi Nyata Dunia

Sejak awal pandemi banyak cendikiawan muslim mengusulkan lockdown, sebagaimana dulu di masa Islam. Namun tidak sedikit kemudian yang membenturkan keadaan sekarang dan dulu kala.

Islam bukanlah lahir daripada manusia, aturan dalam Islam bahkan diperuntukkan untuk umat seluruh dunia. Aturan Islam justru memberikan penjaminan utuh, tidak pernah berpihak pada kepentingan namun kemaslahatan karna kepentingan hanya lahir dalam aturan yang dibuat oleh manusia itu sendiri dengan mengandalkan akalnya tanpa landasan yang jelas.

Pemberlakuan lockdown memang membutuhkan tanggungjawab penuh negara kepada rakyatnya, hal ini justru menguatkan pembuktian bahwa lockdownlah solusi jitu menyelesaikan pandemi.

Ssitem Islam bukan hanya berbeda namun memang tidak akan sama karena memang tidak bisa dan tidak ada yang mampu menyamakan sistem Islam di mana aturannya semua bersumber dari sesuatu yang pasti, aturan pencipta alam semesta ini.

Islam sebagai agama yang disempurnakan dengan aturan atau syariat mengerti betul tabiat manusia, yang tidak bisa lepas dari kepentingan dan keinginan, untuk itu dalam sistem pemerintahan yang diterapkan memuat konsep kehidupan tentang takwa, bahwa mereka melaksanakan kepemimpinannya juga bukan karena keuntungan kursi jabatan. Melainkan serius menyelesaikan dan mengurusi urusan rakyatnya.

Pemerintahan Islam mampu menjamin penuh segala keperluan rakyatnya, karena di dalamnya aturan yang diberlakukan tidak lain demi kemaslahatan dan ridho pencipta. Dalam daulah Islam, pilar pemenuhan rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan ekonomi adalah hal utama yang harus serius ditangani oleh negara. Mengadakan riset, memenuhi alat kesehatan, obat-obatan dan pelayanan secara gratis, sebagai bukti peran negara. Bahkan memenuhi semua kebutuhan secara adil dan merata.

Negara akan memberikan secara gratis dan bahkan dengan pelayanan terbaik, itu semua mampu terwujud karena negara dengan sistem Islam akan menjadi sosok negara kuat mandiri dan independen. Kepemilikan umum akan dikelola, selain pemasukan bagi negara juga akan kembali bagi pemenuhan hajat rakyat. maka tidak pernah memberikan hak kepada asing, pemasukan utama juga bukan dengan pajak. Melainkan dengan beberapa hal di antara yang sudah diberlakukan dalam pos Baitul Mal.

Pemimpin dan negara hadir penuh kepada rakyat untuk menyelesaikan perkara yang mengancam keamanan. Semua hal itu hanya lahir dalam sistem Islam. Mewujudkan tegak kembalinya sistem ini bukan hanya menunggu, perlu peran. Karena wabah ini musibah yang perlu di muhasabah. Tidak akan terjamin kemuliaan atau kesejahteraan hidup jika masih menerapkan sistem selain Islam

Maka mari berjuang bersama partai shahih yang terus menyuarakan Islam, membangun kesadaran umat hingga keterbutuhan tersebut diinginkan dan menjadi perubahan besar atas dorongan semua elemen dan pertolongan Allah Ta’ala, Tafa’ul maal ummah ini harus terus dimaksimalkan hingga tamm menuju tholabul nusrah demi kehidupan yang berkah.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 0

Comment here