Surat Pembaca

Angka Putus Kuliah Tinggi, Perlu Tanggung Jawab Negara

blank
Bagikan di media sosialmu

 

Oleh : Zuharmi. H, S. Si. (Pemerhati Sosial)

wacana-edukasi.com — Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia memberi dampak besar terhadap berbagai sektor. Tak hanya sektor ekonomi dan kesehatan yang kolaps, sektor pendidikan pun terkena dampaknya dengan banyaknya mahasiswa putus kuliah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sedari awal tergolong mahal terasa semakin mahal di masa pandemi ini.

Maka tak heran, menurut Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) setidaknya sebanyak 414,9 ribu atau 59 persen mahasiswa putus kuliah berada di Pulau Jawa. Sumatera Selatan sebesar 130,6 ribu (18,7 persen), Sulawesi 89,4 ribu (12,8 persen), Bali dan Nusa Tenggara 26,466 (3,7 persen) dan Kalimantan 18,561 (2,6 persen). Dengan total mahasiswa putus kuliah sebanyak 697,9 ribu (databoks.katadata.co.id, 25/3/2021). Hal senada diungkapkan oleh Kepala Lembaga Beasiswa Baznas Sri Nurhidayah yang mengatakan bahwa sebelum pandemi, angka putus kuliah hanya sekitar 18 persen kemudian naik mencapai 50 persen di masa pandemi Covid-19. Kondisi ini tidak lepas dari bertambahnya penduduk miskin akibat dampak ekonomi, sosial dan kesehatan di masa pandemi Covid-19 (jawapos.com, 16/8/2021). Tentu hal ini sangat disayangkan.

Menurut Pengamat Masalah Generasi drg. Hj. Luluk Farida mengungkapkan, tingginya angka putus kuliah tidak lepas dari realitas sistem pendidikan tinggi saat ini yang menjadikan pendidikan sebagai sektor jasa yang diperdagangkan. Biaya pendidikan dibebankan kepada rakyat sepenuhnya. Akibatnya pendidikan bukan lagi hak setiap warga negara, tetapi hak bagi warga negara yang mampu. Maka tak heran, makin sedikit generasi bangsa yang dapat mengenyam pendidikan tinggi. Ditambah lagi dengan pandemi Covid-19 yang turut menambah angka kemiskinan menjadi 27,54 juta orang per Maret 2021 (bps.go.id/ 15/7/2021). Keberadaan beasiswa untuk meringankan biaya kuliah dinilai tak ampuh mengatasinya bahkan seringkali keberadaannya tidak tepat sasaran. Untuk mendapatkan biaya kuliah murah dan mudah bahkan gratis di sistem saat ini diibaratkan mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Pendidikan dalam Islam, mengharuskan negara berkewajiban mengatur segala aspek yang berhubungan dengan sistem pendidikan. Bukan hanya sebatas pada persoalan kurikulum dan metode pengajarannya saja. Hadist Nabi Muhammad Saw, dikatakan bahwa : “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadist tersebut, negaralah yang harus bertanggung jawab untuk memfasilitasi rakyat dalam mendapatkan pendidikan murah dan berkualitas. Sistem kapitalisme liberal yang saat ini diterapkan terbukti tak mampu mewujudkannya, mengingat kekayaan alam sebagai sumber pemasukan negara telah banyak berpindah kepemilikan menjadi milik swasta dan asing. Adapun sumber dana pembiayaan pendidikan dalam sistem Islam diambil dari pengelolaan harta milik umum seperti SDA dan harta milik negara, fai’ dan kharaj seperti ghanimah, khumus atau dharibah. Selain itu, keberadaan pandemi atau wabah Covid-19 perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah agar pandemi ini segera berakhir. Hanya sistem Islamlah yang mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan yaitu untuk mencerdaskan anak bangsa. Wallahu A’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 12

Comment here