Opini

Nasib Guru dalam Sistem Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nurlela

wacana-edukasi.com — Pemerintah akan melaksanakan perekrutan satu juta guru honorer untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang akan dilaksanakan mulai bulan Mei hingga Juni 2021. PPPK guru honorer adalah individu yang ditugaskan sebagai guru bukan ASN di satuan pendidikan yang akan diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Namun berdasarkan PP nomor 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK ada syarat dan kriteria yang harus dipenuhi oleh guru untuk dapat mengikuti seleksi PPPK, diantaranya adalah guru honorer di sekolah negeri dan swasta belum pernah lulus di seleksi menjadi PNS atau PPPK di tahun sebelumnya, terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), dan lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang saat ini tidak mengajar (Detik.com 19/09/2021)

Namun proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK mendapatkan kritik dari Wakil Sekretaris Jenderal (Wakasekjen) DPP Partai Demokrat Irwan Fecho yang mengatakan bahwa seharusnya pengangkatan guru honorer menjadi PPPK dilakukan berdasarkan masa pengabdian seorang guru. Menurutnya seorang guru yang telah cukup masa pengabdiannya tidak perlu mengikuti proses seleksi lagi karena akan mengalami kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda masa pengabdiannya. Irwan pun menyayangkan akan sikap pemerintah yang membiarkan guru honorer mengikuti proses seleksi PPPK serta CPNS untuk memperoleh kesejahteraan
(Sindonews.com 19/09/2021)

Menjadi guru merupakan suatu profesi yang sulit, bagaimana tidak guru merupakan ujung tombak baik buruknya pendidikan. Dari tangannyalah akan lahir generasi penerus kepemimpinan suatu negara. Perjuangan menjadi seorang guru tidaklah mudah, apalagi di masa pandemi covid – 19 saat ini di mana pendidikan dilakukan secara virtual banyak diantara para guru terutama di desa yang harus berkeliling ke rumah para siswanya dikarenakan banyak para siswa yang terkendala dengan alat komunikasi sebagai sarana Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Walhasil semakin banyak waktu, tenaga, bahkan biaya yang harus dikeluarkan oleh para guru ini.

Namun sayang banyaknya dedikasi yang di curahkan tidak sebanding dengan penghargaan yang di dapatkan. Gaji para guru honorer masih jauh dari kata layak. Umumnya gaji guru honorer diambil dari dana Komite dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Di ibukota sendiri gaji guru honorer SMA berkisar antara Rp 4.590.000 dengan tunjangan Rp 229.500 per bulan. Berbeda dengan daerah lainnya, gaji guru honorer bekisar antara Rp 500.000 hingga Rp1.000.000 per bulan. Bahkan sekolah yang kekurangan dana terpaksa memberikan upah para guru non PNS tersebut di angka Rp 300.000 saja. (Lifepal.com 16/06/2021)

Sungguh miris nasib para guru honorer di negeri yang kaya ini, perannya sebagai pencetak generasi tak serta merta menjadikan kehidupan nya menjadi sejahtera. Bagaikan warga kelas dua, nasib guru honorer hingga saat ini masih terkatung-katung. Bertahun-tahun jeritan mereka tidak di dengar, aksi demi aksi yang mereka lakukan nyatanya tidak mampu menyentuh hati para penguasa di negeri ini. Pemerintah seolah menutup mata atas nasib mereka hingga tak kunjung melahirkan suatu kebijakan jitu yang mampu memberikan solusi bagi mereka.

Inilah nasib guru di dalam sistem kapitalisme sekuler yang di terapkan negeri ini. Perekrutan PPPK untuk para guru honorer yang diklaim oleh pemerintah sebagai wujud kepedulian nyata pemerintah akan nasib para guru nyatanya justru semakin memperlihatkan abainya penguasa akan nasib ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ di negeri yang kaya ini. Hal ini dapat dilihat dari tidak semua guru honorer bisa menjadi pegawai PPPK, para guru harus melewati seleksi dan melakukan persaingan untuk menjadi pegawai PPPK agar bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Seandainya pemerintah memang memperhatikan peran strategis ini, seharusnya pemerintah akan melakukan usaha maksimal dan bersungguh-sungguh untuk memecahkan permasalahan para guru ini yang tidak mendapatkan penghargaan yang sepadan atas dedikasi yang sudah di curahkan.

Jika kita melihat lebih dalam sungguh kondisi para guru di dalam sistem kapitalis sekuler sangat jauh berbeda dengan kondisi guru di dalam sistem Islam. Islam tidak hanya sebuah agama namun Islam adalah sebuah mabda yang memiliki seperangkat aturan untuk mengatur manusia.

Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bagaimana Islam begitu memberikan perhatian pada dunia pendidikan. Islam memandang pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang wajib dipenuhi oleh negara, sistem pemerintahan Islam akan mempersiapkan pendidikan dengan baik, menyiapkan infrastruktur yang memadai, menyediakan tenaga pengajar yang profesional, dan menetapkan gaji yang layak bagi para pengajar.

Selain itu Islam memandang pendidikan merupakan perkara yang penting bagi masa depan suatu bangsa. Karena lewat pendidikan akan lahir generasi penerus kepemimpinan. Di dalam Islam tidak ada perbedaan status di antara para guru, tidak ada guru yang berstatus PNS atau guru yang berstatus honorer. Semua guru memiliki kedudukan yang sama yakni sebagai aparatur daulah (muwazif daulah) dan dimuliakan di dalam Islam.

Karenanya Islam memberikan penghargaan yang teramat tinggi bagi para guru, bahkan para guru di dalam Islam diberikan gaji yang melebihi kebutuhan guru itu sendiri.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari shadaqah Ad Dimasyqi dari Al Wadhl – lah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar memberi gaji kepada mereka sebesar 15 Dinar (1 dinar = 4,25 gram emas , 15 dinar = 63,75 gram emas). Bahkan di masa Salahuddin Ayyubi guru mendapatkan gaji yang lebih besar lagi. Gaji guru berkisar antara 11 dinar sampai 40 dinar, jika di kalkulasikan dalam bentuk rupiah maka gaji guru di dalam islam sebesar Rp 26.566.850 hingga Rp 96.934.000.

Inilah sedikit gambaran bagaimana islam begitu menghargai peran penting seorang guru dan bagaimana Islam begitu memuliakan seorang guru. Sudah saatnya para guru menyadari betapa sistem sekuler begitu menzalimi mereka dan merendahkan martabat mereka sebagai seorang guru.

Dan sudah saatnya kita tinggalkan sistem kapitalisme yang rusak ini dan beralih kepada Islam, karena hanya dengan penerapan Islam yang kaffah dalam bingkai khilafah kesejahteraan masyarakat termasuk para guru akan terjamin.
Wallahualam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 69

Comment here