Remaja

Nasib Generasi dalam Lingkaran Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ninda Mardiyanti YH, S.Pd. (Pendidik Generasi)

wacana-edukasi.com— Nasib generasi dalam sistem demokrasi sangatlah menyayat hati. Kekerasan seksual yang semakin menjadi bahkan diakhir tahun 2021 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Terakhir dari kasus seorang guru yang juga pengurus Pesantren di Kota Bandung, ia dengan tega memerkosa 12 anak didiknya yang berusia 13-16 tahun hingga mengandung dan melahirkan. Bahkan, korban ada yang melahirkan hingga dua kali (kompas.com, 8/12/2021).

Sob, bagaimana perasaanmu? Bagaimana juga di tempat mu? Miris sangatlah begitu miris, anak yang dikandung selama 9 bulan, dilahirkan penuh dengan perjuangan, di asuh, di didik dengan penuh cinta namun sayang banyak yang menjadi korban kekerasan. Sebagai orang tua, mereka menaruh harapan yang sangat besar terhadap anak semata wayangnya. Mereka menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik, berbakti, dan memiliki masa depan yang indah. Namun sayang, saat anak diketahui telah menjadi korban, apakah harapan itu masih ada? Ataukah berubah menjadi bayang-bayang yang penuh dengan asa? Atau justru asa itu pupus karena kekerasan? Malang nian nasib generasi, beginilah nasib generasi di tengah arus demokrasi.

Sob, ternyata kasus kekerasan ini terjadi bukan hanya sekali dua kali. Berita televisi maupun online pun memberitakan ternyata bukan pula terjadi di kota besar melainkan terjadi di kota kecil bahkan di perkampungan. Kondisi generasi saat ini memang sedang tidak baik-baik saja. Lalu apa yang menjadi faktor penyebab maraknya kekerasan seksual yang menimpa generasi ini?

Pertama Sob, generasi saat ini tidak lagi mengerti batasan interaksi antara laki-laki dengan perempuan. Berkhalwat, berikhtilat itu sudah menjadi hal biasa dikalangan anak muda.

Kedua, melihat gaya hidup liberal yang menjadi standar kehidupan mereka. Atas nama kebebasan berekspresi, maka tidak boleh ada seorang pun yang menghalangi, sebab hal ini dilindungi oleh hak asasi. Jika kekerasan seksual ini sudah terjadi, maka angka depresi, aborsi, dan bunuh diri akan melambung tinggi.

Ketiga, tontonan yang tidak layak menjadi tuntunan. Nyaris di semua stasiun televisi selalu menayangkan film-film bernuansa romance. Dimulai dari pagi, siang, sore, sampai dini hari tayangan sinetron tidak pernah berhenti. Jika ingin tayangan bernuansa Islami, haruslah menunggu sampai Ramadhan, namun itupun disisipi dengan nilai-nilai dari Barat. Gagalnya media televisi mengakibatkan dampak buruk pada generasi. Media siar yang seharusnya memberikan nilai-nilai edukasi, namun terkikis hanya karena mengejar rating dan profit yang tinggi. Mereka tidak lagi peduli apakah hal ini akan mendapatkan pujian atau bencana.

Itulah beberapa yang menjadi faktor penyebab maraknya kekerasan seksual. Sob, pernahkah kalian bertanya? Adakah langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi semua ini? Sejak maraknya kasus kekerasan seksual, pemerintah memang melakukan berbagai tindakan. Namun terkadang tindakan itu lemah, menuai banyak kontrofersi bahkan sering direvisi. Terakhir ramai diperbincangkan yaitu pemerintah membuat Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). RUU PKS ini menjadi legislasi prioritas di tahun 2020 namun sampai hari ini tidak kunjung di sahkan, bahkan yang terjadi justru ada beberapa draf yang dihilangkan serta adanya perubahan judulnya menjadi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Senada dengan aturan di Perguruan Tinggi untuk menjadi paying hukum menindak adanya kekerasan seksual di kampus, pemerintah membuat kebijakan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021.

Sob, bagaimana pendapatmu? Apakah kebijakan ini sudah efektif untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual ini? Coba kita kaji lebih mendalam, pada RUU TP-KS ini makna dari kekerasan terdapat dalam bab 1 pasal 1 “Setiap perbuatan yang bersifat fisik dan atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis”.

Jika kita lihat dari makna tersebut, sudah nampak begitu jelas bahwa jika tidak ada paksaan dari kedua belah pihak maka tidak akan ditindak. Hal ini justru dapat melegitimasi pihak manapun yang ingin melakukan seks diluar pernikahan dengan persetujuan. Maka dari sini seolah melegalkan perzinahan. Jadi, jelas langkah ini tidak akan efektif untuk dilegalkan, sebab bukannya berkurang justru akan semakin bertambah penderitaan.

Ngerinya demokrasi dan inilah bentuk gagalnya demokrasi dalam mengatasi masalah generasi. Generasi yang seharusnya dipupuk dengan nilai-nilai keislaman, supaya tumbuh menjadi pribadi yang taat, bertakwa, dan generasi pengubah peradaban. Namun justru yang terjadi dalam lingkaran demokrasi ini generasi menjadi korban kekerasan.

Ini akibat dari penerapan sistem yang salah, yaitu sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme dan bergaya hidup liberal. Semua melepaskan aturan yang sesungguhnya, diganti dengan aturan manusia yang sangat begitu lemah. Manusia seolah dipaksa membuat aturan baru untuk dijadikan solusi permasalahan ini. Padahal solusi jitu Dan yang sempurna itu sudah nampak terlihat. Beginilah manusia Sob, dengan segala keegoisannya, dengan segala kesombongannya seolah mereka menandingi Allah dalam membuat aturan kehidupan ini.

Jika kapitalisme, sekularisme, liberalisme, ataupun demokrasi telah gagal melindungi generasi, adakah solusi lain yang dimana solusi itu betu-betul mampu menyelesaikan sampai tuntas?

Tentu ada, Sob. Hadirnya Islam sebagai penerang dan mampu mengatasi kasus ini. Dalam Islam yang pertama kali ditanamkan adalah keluarga. Keluarga menjadi pilar pertama dalam menumbuhkan akidah pada anak. Kemudian ketika anak sudah tumbuh besar, maka ada keharusan dari orang tua untuk memisahkan tempat tidur anak. Selain itu, orang tua harus memahamkan kepada anak tentang bahaya khalwat, ikhtilat, dan membiasakan untuk menutup aurat.

Selain pengokohan dalam keluarga, ternyata harus adanya kontrol dari masyarakat. Akan sulit jika anak di dalam rumah dididik dengan didikan Islami, namun ketika berbaur di masyarakat justru terbawa dengan pemahaman yang salah, atau bahkan dibiarkan tetap bermaksiat. Oleh karena itu, Sob, amar ma’ruf nahi munkar di masyarakat sangat diperlukan.

Kemudian, Sob, ini yang paling penting, yaitu peran negara. Negara wajib melindungi generasi dan menyapu bersih hal-hal yang sifatnya kemaksiatan. Negara hadir menjadi perisai yang menjadi tanggung jawab yang besar. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Dalam hadits yang lain :

“Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Selain itu, negara sebagai pelaksana dalam menerapkan syariat Islam. Sehingga jika ada yang melanggar maka akan dijatuhi sanksi sebagaimana yang sudah di atur dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, dengan penerapan sanksi yang tegas secara otomatis akan menghindarkan masyarakat dari berbagai kemaksiatan, termasuk kekerasan seksual pada anak.

Jadi Sob, itulah gambaran nyata, betapa indahnya jika syariat Islam diterapkan secara total dalam kehidupan. Hidup generasi akan terjaga, dan masa depan mereka pun akan indah dan gemilang.

wallau’alam bi shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 11

Comment here