Oleh: Umul Istiqomah
Wacana-edukasi.com, OPINI–Tahun ajaran baru telah berlangsung, namun sejumlah masalah kerap kali muncul saat dimulainya tahun ajaran baru ini. Seperti tahun ini misalnya, pemerintah mengganti PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) menjadi SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru). Hanya berganti judul saja, namun sebenarnya tidak ada perbedaan yang terlalu jauh antara keduanya. Hanya saja di Jawa Barat, SPMB ini di buat kisruh dengan adanya kebijakan baru yang dibuat oleh Gubernur, Kang Dedi Mulyadi (KDM). Di mana KDM membuat kebijakan untuk menambah kuota sekolah negeri khususnya tingkat SMA/SMK dengan menempatkan 50 orang murid di setiap kelasnya. Ada yang menyambut baik kabar ini, namun tak sedikit pula yang menjerit.
Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bandung, Atty Rosmiati, adalah salah satu pihak yang menolak keputusan Gubernur Jawa Barat ini, karena dinilai merugikan sekolah swasta dan dianggap mencederai dunia pendidikan. Dalam lampiran kebijakan tersebut tertera pada bagian (F) nomor (4) point ( c ) “ Calon murid ditempatkan kepada satuan pendidikan sebanyak-banyaknya 50 murid disesuaikan dengan hasil analisis data luas ruang kelas yang akan digunakan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan”.
Atty Rosmiati sudah mengirimkan surat keberatan kepada Kementerian Pendidikan dasar dan menengah Republik Indonesia pertanggal 30 Juni 2025 untuk menyelamatkan dunia pendidikan dari kebijakan pemerintah daerah yang membuat keputusan tanpa dilandasi dasar perundangan-undangan dan sengaja akan mematikan sekolah swasta (Mediakasasi.com, 02 Juli 2025).
Di dalam aturan Sistem Penerimaan Murid Baru, seharusnya pemerintah daerah dan dinas pendidikan bekerja sama dengan swasta. Pasalnya, kalau semuanya dipaksakan ke negeri hal itu tidak mungkin, karena daya tampung sekolah negeri dibandingkan dengan jumlah siswa yang mendaftar atau lulusan SMP jauh sekali ketimpangannya. Sehingga kebijakan ini seharusnya masih menjadi pertimbangan.
Meskipun penambahan rombel (rombongan belajar) ini sebenarnya sudah mendapatkan kritik dari banyak pihak. Namun, dengan alasan mencegah anak putus sekolah, kebijakan ini tetap diterapkan sehingga membuat sekolah swasta menjerit karena kehilangan calon siswa (pikiran-rakyat.com, 13/07/2025).
Dunia pendidikan tak henti-hentinya di buat kisruh setiap menjelang tahun ajaran baru. Pasalnya, pemerintah seringkali gonta-ganti kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan harapan warganya. Sekilas, apa yang menjadi tujuan kebijakan Gubernur KDM adalah baik, karena beliau ingin mencegah terjadinya putus sekolah bagi anak-anak yang tidak di terima di sekolah negeri dan tidak memiliki biaya untuk melanjutkan ke sekolah swasta. Sehingga tercetus ide spontan yang di harapkan dapat menjadi solusi bagi mereka yakni dengan ditambahnya kuota sekolah negeri untuk jenjang SMA/SMK agar semua bisa bersekolah dan melanjutkan pendidikan.
Namun, kebijakan ini memberikan dampak negatif khususnya untuk sekolah swasta, karena calon siswa akan banyak terserap ke sekolah negeri sehingga sekolah swasta terancam kekurangan murid dan yang paling buruk mungkin akan tutup. Selain itu, kebijakan ini tentunya berpengaruh terhadap kualitas belajar mengajar murid, karena dengan ditambahnya jumlah murid di dalam kelas tentu kondusifitas juga akan terganggu, sehingga murid nantinya tidak bisa maksimal menerima pembelajaran. Keputusan ini pun dinilai merugikan masyarakat kelas menengah, karena pasalnya dengan banyaknya pilihan jalur melalui SPMB ini yakni domisili, afirmasi, prestasi dan mutasi. Maka, kecurangan demi kecurangan selalu ada celah, untuk jalur afirmasi sendiri yang merupakan jalur untuk orang-orang yang di nilai tidak mampu secara materi namun nyatanya belum benar-benar selektif dalam pemilihannya, sehingga banyak pihak yang merasa di rugikan, seperti halnya masyarakat kelas menengah yang hanya bisa mengandalkan jalur domisili atau prestasi mereka bersaing ketat untuk mendapatkan kursi.
Semua kekacauan dalam SPMB ini tidak lain akibat di terapkannya sistem kapitalisme dalam semua bidang termasuk pendidikan. Di mana pendidikan dalam kapitalisme berorientasi pada keuntungan semata, sekolah-sekolah di dirikan sebagai lahan bisnis, sekolah negeri yang notabenenya gratis namun memiliki kualitas yang begitu miris, dan jika ingin sekolah dengan kualitas terbaik ada biaya fantastis yang harus dikeluarkan yakni di sekolah swasta. Karena saat ini keberadaan sekolah swasta di jadikan pengganti bagi mereka yang tidak di terima di sekolah negeri, padahal seleksi penerimaan ke sekolah negeri pun bisa di bilang tidak ‘fair’. Selain itu, sekolah swasta juga dijadikan pilihan bagi masyarakat yang merasa tidak puas dengan kualitas sekolah negeri, sampai ada istilah “ada uang, ada kualitas”.
Padahal kualitas sekolah negeri yang kini sudah banyak diragukan oleh masyarakat, itu pun bukan tanpa sebab, di balik itu semua tentu ada faktor yang menjadikan sekolah negeri semakin tertinggal, di antaranya kesejahteraan guru-gurunya yang tidak terjamin, ‘jobdesk’ guru yang bercabang dan lebih banyak terbebani dengan masalah administrasi dibanding fokus untuk mendidik muridnya menjadi generasi yang berakhlak mulia, dana pendidikan yang terus di pangkas dalam APBN karena dinilai belum menguntungkan bagi penguasa sehingga dana BOS yang turun ke sekolah tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan, dan kini di tambah lagi dengan kebijakan 50 siswa di tiap kelas yang justru akan semakin membuat sekolah negeri kewalahan dalam meningkatkan kualitas peserta didiknya, karena, dengan murid sebanyak itu, oleh satu orang guru tentunya akan sulit untuk mengajar secara maksimal. Inilah kebobrokan dalam sistem Kapitalisme, di mana negara tidak secara maksimal menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang pendidikan rakyatnya dan justru malah membuat kebijakan yang tidak menjadi solusi bagi permasalahan pendidikan ini.
Jika sebuah kebijakan yang di tetapkan sudah benar, maka tentunya tidak akan menimbulkan pro kontra di tengah-tengah masyarakat, juga tidak akan ada pihak yang di rugikan, namun jika ternyata kebijakan itu belum sepenuhnya memberi kemaslahatan bagi masyarakat, maka artinya masih ada yang salah dengan kebijakan tersebut.
Di dalam Islam, pendidikan termasuk kebutuhan paling pokok yang pemenuhannya di jamin oleh negara. Dari mulai pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, negara harus menyediakannya secara gratis. Jika permasalahan saat ini banyak anak yang putus sekolah karena tidak mampu untuk melanjutkan ke sekolah swasta karena tidak di terima di sekolah negeri. Maka, solusinya bukanlah menambah kuota murid dalam satu kelas, namun bangunan sekolahnya yang harus di tambah.
Maka di dalam negara Islam, pendidikan akan di jamin secara merata bagi seluruh warga negara tanpa syarat ekonomi, baik dari segi tenaga pendidik, fasilitas, kurikulum semuanya dengan kualitas terbaik. Karena pendidikan dalam Islam bertujuan untuk menghasilkan output generasi yang berkepribadian Islam, sehingga landasannya yakni akidah Islam. Fasilitas seperti sarana dan prasarana di bangun bukan karena orientasi bisnis dan keuntungan, sehingga tidak akan menzalimi rakyat. Guru-guru di jamin kesejahteraannya dengan gaji yang fantastis, sehingga tidak ada alasan untuk tidak memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas.
Adapun sekolah swasta di dalam Islam, keberadaannya hanya sebagai pelengkap bukan pengganti, dengan syarat kurikulumnya harus sesuai standar syariah Islam dan tidak boleh mengajarkan ide-ide kufur, sekularisme, liberalisme, atau loyalitas terhadap selain Islam. Selain itu, kalaupun ada biaya yang harus di keluarkan untuk bersekolah di sekolah swasta, maka tidak boleh memberatkan. Sehingga tugas negara tetap mengawasi semua sekolah, baik negeri maupun swasta agar tidak keluar dari akidah dan hukum Islam. Dan apabila sekolah swasta melanggar syarat-syarat tadi, maka negara akan menutup sekolah tersebut. Pada intinya tidak ada solusi lain dalam menyelesaikan masalah pendidikan di negeri ini selain kembali pada sistem pendidikan Islam, yang akan membawa kemaslahatan untuk seluruh umat, Sehingga tidak ada istilah terzalimi karena semua terfasilitasi dan di riayah dengan baik.
Views: 19


Comment here