Surat Pembaca

Impor Garam Bikin Geram

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Susilawati

Garam adalah salah satu bumbu dapur yang sering dijumpai oleh ibu-ibu. Kandungan garam memiliki manfaat yang besar. Maka masyarakat yang berada di pesisir pantai selain menjadi nelayan mereka pun memutuskan untuk menjadi petambak garam berharap kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Namun sayang seribu sayang, berharap kehidupan lebih baik tapi kenyaataannya malah pemerintah memilih impor garam yang justru berdampak kepada petambak garam lokal. Petambak garam hanya mendapat kerugian. Sedangkan yang mendapat keutungan mereka para importir.

Pemerintah membuka keran impor garam sebanyak 3,07 juta ton pada tahun 2021. Keputusan ini diambil dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 25 Januari 2021. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi Safri Burhanuddin menjelaskan angka impor ini dihitung berdasarkan produksi 2021 yang diperkirakan hanya berkisar 2,1 juta ton, sementara kebutuhan terus naik tiap tahunnya dan mencapai 4,67 juta ton.

Hitung-hitungan normal, sebenarnya Indonesia hanya memerlukan impor 2,57 juta ton sehingga keputusan jumlah impor menghasilkan surplus 500 ribu ton. Safri bilang impor garam berlebih itu bukan hanya untuk tahun berjalan, melainkan tahun yang akan datang, dengan dalih “menjaga kestabilan stok garam industri.”

Bersamaan dengan itu, Safri juga memastikan target swasembada garam yang dicanangkan tahun 2022 batal tercapai. Pasalnya tren kenaikan impor ini masih akan berlanjut akibat lonjakan kebutuhan bahan baku seiring bertambahnya pabrik berbasis garam industri. “Ada kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Saya ingin sampaikan, kalau kita berbicara garam industri kita tidak bisa swasembada. Sangat fluktuatif,” ucap Safri dalam diskusi virtual.”( Tirto.id, Rabu, 10/3/2021).

Sekarang petambak garam menjadi korban selanjutnya dari kebijakan pemerintah. Kran impor dibuka selebar-lebarnya. Negeri yang luas akan lautan ini, tak mampu para penguasa berkutik dan disetir oleh para korporat. Permainan mereka mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sebetulnya itu merupakan karakteristik dari ekonomi kapitalis liberalis melahirkan kebijakan yang membuat sengsara. Walhasil rakyat mengalami kerugian dan mereka kebingungan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-harinya. Lantas atas dasar apalagi, aturan kapitalisme – liberalisme masih terus di pertahankan? Masih belum cukupkah membuat rakyat menderita?

Islam hadir sebagai aturan yang sempurna dan menyeluruh. Segala sesuatu mampu terpecahkan oleh Islam. Islam memiliki aturan kepemilikan baik kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, kepemilikan negara. Maka syara menjelaskan secara detail bahwa garam merupakan salah satu bahan tambang dan termasuk kedalam kepemilikan umum yang harus dikelola demi kesejahtraan rakyat. Tidak boleh diprivatisasi oleh pihak swasta bahkan asing atau aseng.

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Pada masa Rasulullah SAW , terjadi polemik tentang kepemilikan tambang garam. Ketika itu Rasulullah pernah memberikannya kepada seseorang tambang garam tersebut, setelah mengetahui bahwa tambang garam tersebut adalah tambang cukup besar dan terus menerus ada. Akhirnya Rasulullah mencabut kembali pemberiannya dan akhirnya dikelola oleh negara untuk diberikan kepada rakyatnya. Jadi, haram kepemilikan umum yang berpotensi besar itu dikelola oleh pribadi atau asing.

Maka sumber daya alam yang melimpah ruah, negara harus mampu mengelolanya, memberikan sarana dan prasarana yang lengkap agar produksi berjalan efektif sehingga menciptakan garam yg berkualitas sehingga mampu terpenuhi kebutuhan dalam negeri. Jadi negeri tak harus lagi impor garam, karena garam lokal sudah memenuhi kriteria dan stok garam melimpah. Adapun impor, jika sudah tidak ada stok garam dan pastinya tidak sampai merugikan rakyat. Maka perlu melepas diri dari ketergantungan terhadap impor.

Perdagangan bebas menjadi alat mereka untuk semakin mencengkram dan memperkuat hegemoni mereka. Indonesia masih menjadi negara objek dan masih bergantung terhadap negara-negara adidaya.

Maka perlu penataan yang benar dan serius dalam mengurusi masalah tersebut sesuai dengan syariat islam. Dan merombak secara menyeluruh sistem yang diadopsi dengan penerapan sistem ekonomi Islam agar rakyat merasakan kesejahtraan baik bagi petambak garam, penjual maupun pembeli.

Wallohu alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 0

Comment here