Opini

Antara Harga Tes PCR dan Kewajiban Negara

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sriyama (Relawan Media)

wacana-edukasi.com– Harga Tes PCR tengah ramai dibicarakan beberapa minggu terakhir ini. Meski tes PCR tidak lagi menjadi syarat penerbangan bagi calon penumpang yang telah divaksin dua kali, tetapi masih tetap harus menunjukkan antigen (H-1). Sementara bagi pelaku perjalanan satu kali vaksin tetap PCR (H-3). Aturan anyar ini tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 57 tahun 2021.

Aturan tersebut mengundang pro kontra dan kritikan dari berbagai pihak. Salah satu kritikan datang dari Kepala Ombusmen Republik Indonesia Perwakilan Aceh Taqwaddin Husin menurutnya kebijakan wajibnya tes PCR memberatkan dan menyusahkan rakyat karena biaya yang dikeluarkan oleh calon penumpang mencapai ratusan ribu rupiah. (viva co.id. 24/10/2021)

Juru bicara satuan tugas penanganan covid 19 Wiku Adisasmita menyampaikan bahwa perubahan aturan persyaratan penerbangan, menjadi Tes PCR karena peningkatan jumlah kapasitas penumpang. Selain itu, Juga alasan prinsip kehati-hatian dan bertahap . ( kompas.Com,20/10/2021).

Kebijakan ini terlihat sangat kontradiktif, karena pemerintah ingin menggeliatkan sektor ekonomi, khususnya yang terkait dengan transportasi, namun di sisi lain memberatkan masyarakat. Meski pemerintah telah menetapkan tarif PCR dari yang biasanya Rp 2.5 juta menjadi Rp 300 ribu. Kebijakan ini pun tetap menjadi pertanyaan dan tetap menjadi beban berat bagi rakyat kelas menengah ke bawah . Krenanya tak heran jika hal ini dirasa hanya sekedar kebahagian semu bagi rakyat.

Yang anehnya lagi kebijakan terlihat tidak adil karena hanya diberlakukan pada transportasi udara (pesawat) dan transportasi lainnya tidak, sementara kalau berbicara untuk memutuskan mata rantai penularan covid 19 bukan cuma lewat udara saja. Inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat.

Di sinilah pentingnya peran negara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat yang terkait dengan adanya PCR yang biayanya memberatkan beban rakyat . Seharusnya Negara hadir bukan sekedar menurunkan tarif, tapi negara hadir untuk memberi solusi tuntas yaitu dengan menggratiskan semua fasilitas kesehatan termasuk tes PCR .

Bahkan ironisnya rezim penguasa yang ada saat ini justru membuka peluang bagi pengusaha dengan berbagai kebijakan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan tea PCR. Tidak peduli dengan kondisi rakyat yang sudah ngos-ngosan akibat dampak wabah covid-19 yang belum usai.

Tidak mengherankan hal ini terjadi. Ketika Negara menganut sistem kapitalisme, maka nilai materi menjadi nilai teragung, di atas nilai kemanusiaan. Semua urusan termasuk dalam kesehatan diukur dengan materi, semua ditimbang dengan ada untung dan rugi secara ekonomi. Karenanya sistem kapitalisme tegak di atas dasar aqidah yang rusak yakni sekularisme . Yaitu sistem yang menafikan nilai kebaikan dalam hal halal haram serta meniadakan campur tangan Sang Kholiq dalam hal pembuat aturan kehidupan.

Berbeda jauh dengan negara yang menerapkan sistem Islam yang dibangun berdasarkan aqidah Islam bahwa manusia diciptakan sebagai hamba Allah SWT yang diamanahi untuk mengatur bumi ini dengan syariat Allah SWT, Pencipta manusia alam semesta dan kehidupan dunia.

Dalam Islam jaminan kesehatan itu wajib ditanggung oleh negara untuk seluruh ummatnya tanpa terkecuali. Sebab dalam Islam kesehatan merupakan kebutuhan dasar atau primer yang harus difasilitasi oleh negara sebab pemimpin dalam Islam berperan sebagai pemelihara urusan ummat .

Sebagaimana sabda Rasulullah saw, artinya : “Imam (kholifah) adalah Raa,iin ( pengurus rakyat ) dan ia bertanggung – jawab atas pengurusan rakyatnya.”(HR .bukhari )

Oleh karenanya, sebagai salah satu tanggung jawab negara, maka negara wajib menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan kepada rakyat secara cuma-cuma. Dalilnya adalah kebijakan Rasullah saw dalam posisi sebagai kepala negara, mengobati salah satu warganya, yakni Ubay bin Ka’ab yang sakit. Demikian pula ketika Nabi Muhammad saw mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir. Beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).

Layanan kesehatan dalam Islam memiliki sifat bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenakan biaya untuk mendapatkan layanan kesehatan. Layanan kesehatan bersifat universal, artinya tidak ada pengkelasan dan perbedaan dalam memberikan kepada rakyat.

Di sisi lain pemimpin dalam Islam lebih memprioritaskan keselamatan rakyatnya dari pada mengedepankan pendapatan pihak-pihak tertentu. Jadi masihkah kita berharap pada sistem yang ada saat ini yang jelas- jelas menyengsarakan rakyat . Saatnya lah kita beralih pada sistem yang berasal dari Allah SWT yang amanah dan manusiawi.
Wallahu a’lam bhisowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 6

Comment here