Opini

Alasan Rehabilitasi Manusia Dikerangkeng, Solusikah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Misnawati (Pegiat Literasi) 

wacana-edukasi.com– Bila mendengar kata kerangkeng, apa yang terbayang di benak kita? Pastinya binatang. Namun, apa jadinya bila yang di kerangkeng adalah manusia.

Demikianlah yang terjadi di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara di kediaman Bupati nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin. Berawal OTT oleh KPK di rumahnya justru ada temuan lain yaitu kerangkeng manusia. Sang Bupati mengaku alasan mendirikannya sebagai rehabilitasi bagi pasien narkoba. Ada juga yang dititipkan orang tuanya akibat kenakalan remaja.

Namun fakta mengejutkan, Komnas HAM Chairul Anam menyampaikan hasil investigasinya di lapangan ke Kapolda Sumatra Utara, bahwa adanya tindakan kekerasan berakhir meninggalnya salah satu penghuni kerangkeng tersebut. Ia pun berharap pihak kepolisian menindaklanjuti atas dugaan tindak pidana yang terjadi. (liputan6.com, 03/1/2022)

Tak ketinggalan, Kepala Biro Humas dan Protokol Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono angkat bicara, menurutnya itu bukan tempat rehab sebab tidak memenuhi persyaratan materiil dan formil, apalagi sampai mempekerjakan korban di perkebunan sawit. Atas peristiwa itu, tim gabungan dari Polda Sumut, BNNP dan BNNK Langkat bekerjasama mendalami kasus tersebut (news.detik.com, 25/1/2022).

Ironis. Hal ini menunjukkan perbudakan manusia di zaman modern ini masih ada. Bahkan sudah berpuluh tahun lamanya. Parahnya lagi dilakukan seorang Bupati. Di mana seharusnya melindungi warga malah dijadikan budak dan di pekerjakan pada perkebunan kelapa sawit tanpa upah. Sungguh sangat tidak manusiawi.

Begitulah gambaran pemimpin yang berwatak sekuler kapitalistik. Menilai sesuatu dengan prinsip menguntungkan. Tak peduli, apakah perbuatannya merugikan atau menzalimi orang lain. Sebab, ada anggapan sebagai pemilik modal, merekalah yang berkuasa dan bebas melakukan apa saja meskipun itu melanggar hukum.

Jika diamati, dari dulu hingga sekarang permasalahan narkoba di negeri ini tak pernah berujung bagai benang kusut yang sulit terurai. Makin hari makin bertambah jumlah pelaku maupun korban. Pengguna mulai kalangan artis, pejabat hingga masyarakat biasa. Jika sudah kecanduan, mau tidak mau harus menjalani pengobatan dan pembinaan di pusat-pusat rehabilitasi.

Tentu hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagi keluarga mampu, tidak kesulitan soal biaya masuk RS swasta, sekalipun mahal tak masalah. Namun, bagi mereka yang tidak mampu akan kesulitan untuk rehabilitasi. Walau RS milik pemerintah gratis, tetapi kewalahan menampung dan menangani pasien narkoba yang makin hari terus bertambah. Di sisi lain, rehabilitasi dibutuhkan. Akhirnya memilih gratis, walau jauh dari kata layak dan berharap sembuh menjadi harapan.

Negara seharusnya lebih optimal menjalankan perannya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Untuk mengatasi jumlah pasien yang membludak, maka bisa dengan meningkatkan sarana prasarana dan memfasilitasi rehabilitasi bagi korban/pecandu narkoba secara gratis. Di samping pengobatan mental, juga membangun dan menguatkan ketakwaan (spiritual) individu kepada sang Pencipta.

Selain itu, menindak tegas para pengedar, dan pengguna narkoba. Negara tidak boleh tebang pilih dalam menjalankan hukum, seperti istilah tumpul ke atas tajam ke bawah. Siapapun pelaku mendapat hukuman yang sama sesuai kadar kesalahannya. Masyarakat tidak boleh abai keadaan lingkungan sekitar. Namun, rasanya sulit menemukan penyelesaian dari menjamurnya narkoba di negeri ini selama sistem sekuler kapitalisme yang menaunginya. Sejatinya, sistem inilah yang memberi peluang kebebasan untuk berbuat, sebab meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan individu, masyarakat maupun negara.

Islam merupakan sistem sempurna dan komprehensif memberikan perlindungan kepada rakyat agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba dan sejenisnya, di antaranya:

Pertama, Islam memelihara kesehatan jiwa individu. Memahamkan arti sebuah kebahagiaan bukan pada materi, atau mencapai kesenangan duniawi, tetapi menggapai keridaan Allah semata. Begitupun ketika mengalami permasalahan hidup tidak lantas berputus asa dengan menjatuhkan diri dalam perbuatan dosa mengosumsi narkoba. Dalam Al-Qur’an surah Al-Ankabut ayat 69,Allah Swt. berfirman:

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.”

Kedua, masyarakat berperan aktif dan peduli akan permasalahan di sekitarnya. Sebagai saudara seiman maupun bukan, tumbuh rasa simpati dan empati bila ada yang mengalami musibah semisal sakit atau membutuhkan pertolongan. Saling mengingatkan ketika ada hal-hal diluar kewajaran. Artinya masyarakat bersama-sama menegakkan amar maruf nahi mungkar di tengah-tengah lingkungannya demi menjaga keamanan, ketertiban dan kedamaian.

Ketiga, kewajiban negara meriayah dan melayani masyarakat. Pemimpin bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Oleh karena itu, negara wajib membangun kehidupan yang sejahtera, makmur dan adil, mencukupi kebutuhan dasar umat, menyediakan lapangan pekerjaan, pendidikan dan sebagainya. Sehingga tidak ada warga yang hidup dalam kemiskinan.

Selain itu, negara akan menutup akses maksiat seperti tempat hiburan karaoke dan lainnya yang melanggar syariat, meniadakan produksi dan pendistribusian miras, serta pengawasan ketat bahan obat-obatan dan pangan.

Kemudian, negara juga menjamin kesehatan di bidang rehabilitasi kejiwaan. Di Kairo, Mesir ada RS mengembangkan metode psikoterapi bagi pasien gangguan jiwa, pertama kali ditemukan oleh dokter M. Abu Zayd Ahmed bin Sahl Al Balkhi (850-934 M) pengobatan dilakukan tanpa biaya sepeser pun alias gratis.

Islam pun telah menetapkan hukuman bagi pengedar dan pecandu obat-obatan terlarang. Jika kedapatan melakukan pelanggaran dan menyalahgunakan narkoba dan sejenisnya akan mendapatkan sanksi. Seperti peringatan Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Orang yang minum khamar maka cambuklah.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Pada riwayat lain, Ali ra. berkata, “Bila seseorang minum khamar maka akan mabuk. Bila mabuk maka meracau. Bila meracau maka tidak akan ingat. Dan hukumannya 80 kali.” (HR. Ad-Daruquthni, Malik). Pada riwayat lain dikatakan 40 kali cambuk. Untuk pengguna yang baru mencoba dikenakan hukuman takzir sesuai keputusan khalifah. Bagi pengedar berat yang sudah menjadi kebiasaannya, maka dikenai sanksi seberat-beratnya hingga hukuman mati. Sebagaimana yang difatwakan oleh DR. Yusuf al-Qaradhawi dalam kitabnya Fatawa Mu’ashirah. Beliau berpendapat, seorang pembunuh hanya membunuh satu orang saja. Sedangkan pengedar narkoba mampu membunuh generasi satu bangsa. Allah Swt. dengan tegas mengingatkan dalam firman:

“Sesungguhnya terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri. Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.” (TQS. Al-Maidah: 33)

Sungguh mulia penjagaan Islam terhadap akal dan jiwa manusia. Oleh karena itu, menjadi tugas bersama dan seluruh komponen masyarakat dan bangsa ini untuk memperjuangkan kembali penerapan hukum-hukum Islam secara totalitas dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana dahulu Islam mencapai puncak keemasan selama 14 abad memimpin dunia, sehingga tidak ada perbudakan manusia maupun penyalahgunaan narkoba dan sejenisnya.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 22

Comment here