Opini

Timbul Tenggelam Penista Agama Islam dalam Sistem Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Atik Susilawati S.Pd.

(Tenaga Pendidik Muslimah)

Penistaan agama akan terus berulang dengan bentuk dan pemain baru selama kebebasan berpendapat masih dilegalkan.

Wacana-edukasi.com — Kasus penghinaan terhadap Islam dan ajarannya kembali terulang, kekecewaan pun dirasakan kembali oleh kaum muslimin. Bagaimana tidak, kemarahan dan suara lantang pembelaan kaum muslimin terhadap agama mereka, tidak pernah memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku, kasusnya akan tenggelam seperti yang sudah berlalu.

Penistaan agama Islam kali ini dilakukan oleh seorang youtuber bernama Muhamad Kece (MK) yang mengaku telah pindah agama dari Islam ke Kristen. Pelaku penista agama MK sudah setahun belakangan ini, dengan kesadaran penuh mengupload video-video yang hanya berisi konten-konten penghinaan terhadap Allah SWT, kitab suci al-Qur’an, Nabi Muhamad SAW., ajaran Islam hingga ulama.

Penistaan yang dilakukan oleh MK telah mengundang berbagai reaksi dari kalangan kaum muslimin. Salah satunya dari Wakil ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, meminta polisi segera menangkap youTuber Muhammad Kece (MK) karena sudah menghina dan merendahkan agama Islam. Menurutnya, “Muhammad Kece sebelumnya beragama Islam pindah agama lain, pernyataan MK sudah mengganggu kerukunan umat beragama” (iNews.id, minggu 22/8/2021).

Adapun respon dari pakar hukum Pidana Suparji Ahmad mengatakan ucapan YouTuber Muhamad kece (MK) yang menyinggung nabi Muhammad saw menjurus pada penistaan agama. “Menurutnya tindakan M. Kece telah memenuhi unsur Pasal 156 huruf a KUHP” (Republika.co.id, 22/8/2021).
Namun sayang, setelah dilaporkan ke Bareskrim Polri, hingga saat ini belum menemukan keberadaan si MK terduga pelaku penistaan agama Islam. Divisi Humas polri kombes Ahmad Ramadhan, mengatakan “polisi masih terus mencari domisili maupun keberadaan YouTuber tersebut untuk diperiksa dalam penyidikan lebih lanjut”. (Republika.co.id, 22/8/2021)

Lambatnya proses pencarian MK ini tentu menjadi kekecewaan sekaligus keraguan bagi kaum muslimin. Bagaimana tidak, ketika ulama yang baru diduga sebagai pelaku kerumunan cepat ditangkap, sedangkan terhadap perilaku biadab penista agama Islam pihak kepolisian terasa begitu lambat. Penghinaan ini memang bukan yang pertama kali, dari tahun ketahun kejadian serupa selalu muncul, penistaan agama tidak hanya terjadi di Indonesia tapi diberbagai belahan dunia. Ironisnya, kaum muslimin selalu tampak tak berdaya, padahal jumlahnya mayoritas di dunia. Mereka selalu menjadi objek penghinaan, bahkan kerap dimanfaatkan untuk kepentingan para pemburu kekuasaan.
Hukum pun sudah tak lagi berpihak pada kebenaran, makna keadilan pun sudah hilang. Keadilan pada akhirnya bisa dibeli dan hanya milik segelintir orang yang berkuasa, atau hanya milik sekelompok orang pemangku jabatan. Mengapa penghina penguasa cepat ditindak, sedangkan penghinaan terhadap Islam tidak segera ditindak bahkan dibiarkan melenggang begitu saja?

Penistaan agama akan terus berulang dengan bentuk dan pemain baru selama kebebasan berpendapat masih dilegalkan. Kebebasan berpendapat inilah menjadi pijakan mereka dalam mengekspresikan ketidaksukaannya terhadap Islam. Kebebasan yang berada dalam perspektif kapitalisme, yang melahirkan orang- orang yang berani menyimpangkan kebenaran ajaran Islam. Penistaan Agama termasuk kejahatan yang serius, tapi Ironisnya tidak cepat ditanggapi dan kasusnya jarang terurus kalaupun ditindak sangat lambat, seolah-olah itu bukan sesuatu yang berbahaya yang harus secepatnya mendapatkan penanganan serius.

Inilah potret buram sistem kapitalisme yang nyata–nyata sudah cacat sejak lahirnya. Membuat aturan atas dasar manfaat dan kepentingan belaka. Inilah konsekuensinya dari penerapan sistem yang diadopsi dari barat. Rancangan UU penodaan agama yang dibuat pun tidak mampu untuk mencegah berulangnya kasus penistaan agama. Aturan yang dibuat tidak memberikan efek jera dan sanksi tegas. Penguasa yang seharusnya melindungi akidah dan hak-hak kaum muslimin. Pemerintah telah abai dan lepas dari tanggung jawabnya, tidak peduli dengan sakit dan perasaan kaum muslimin. Kasus penistaan agama ini akan terus berulang dan akan semakin subur, karena penista tidak ditindak secara tegas.

Keberadaan agama bukanlah menjadi satu-satunya landasan untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena itu sudah bisa dipastikan penghinaan terhadap Rasulullah dan ajaran Islam akan tetap terjadi, selama menggunakan sistem sekuler Kapitalis Liberalis. Agama hanya dijadikan sebagai pelengkap semata tanpa dijadikan sebagai pedoman untuk mengatur kehidupan manusia.

Berbeda halnya jika Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi Islam. Salah satu tujuan syariah yaitu menjaga agama, yaitu khalifah sebagai pemimpin umat Islam yang bertanggung jawab yang terealisasinya tujuan ini akan menindak tegas para penista agama demi menjaga kemuliaan din Allah SWT, pantang berkompromi atau bersikap lemah dihadapan penista. Penistaan agama tidak akan berulang jika Islam diposisikan sebagai landasan membuat peraturan hidup manusia, sebab Islam memiliki aturan yang sangat rinci, digali dari Al-Qur’an dan As-sunnah, berkaitan juga dengan hukuman para penista agama Islam. Berikut hukuman yang akan diberikan kepada penista agama :

1. Hukuman Menghina nabi secara tidak sengaja, secara langsung atau secara lelucon dan meremehkan, hukumannya adalah tetap hukuman mati. Berbeda halnya dengan mereka yang dipaksa tapi hatinya tetap beriman maka mereka lepas dari hukuman.

2. Hukuman yang diduga menghina nabi dengan ungkapan yang samar dan multitafsir. Para ulama berbeda pendapat menentukan hukuman mati atau membiarkannya hidup. Dalam hal ini perlu pembuktian di pengadilan.

3. Jika pelakunya orang kafir harbi maka hukuman yang diberikan bukan hanya terkena hukum bagi penghina nabi, tapi lebih dari itu yaitu harus ditegakkan hukum perang karena dihubungkan dengan perang (jihad). Maka negara harus mengumumkan perang kepada kafir harbi yang menghina nabi.

4. Jika pelakunya kafir dzimmi maka ditegakkan hukuman mati, karena atas mereka sudah tidak ada lagi dzimmah (perlindungan). Mereka dibunuh karena kekafiran mereka, apalagi status dzimmah tidak menghalangi ditegakkannya hadd atas mereka juga.

5. Jika pelakunya muslim maka mereka juga dijatuhi hukuman mati. Namun para ulama berbeda pendapat, apakah karena pelanggaran atas hadd atau kekufuran (murtad). Karena pelanggarn salah satu hudud Allah swt, maka pertaubatannya tidak diterima (pendapat malikiyyah). Namun jika dihukumi murtad (riddah) maka diberlakukan hukuman mati sebagai orang murtad dan pertaubatnnya diterima (pendapat syafiiyah)

6. Hukuman bagi penghina nabi bisa ditegakkan oleh individu tanpa harus menunggu khilafah. Kecuali pada tiga keadaan, pertama: pada konteks hukuman mati atas pelaku muslim yang dihukumi karena murtad dimana dalam mazhab syafii diterima pertaubatannya maka harus ada qadhi (khalifah) artinya jika ditetapkan hukuman karena melanggar hadd maka harus dieksekusi. Kedua, pada keadaan hukuman bagi orang yang samar atau multitafsir dalam ungkapannya yang diduga menghina Rasulullah SAW., maka harus ada qadhi atau hakim yang diangkat oleh khalifah dalam melakukan pembuktian dan eksekusi. Ketiga dalam keadaan memobilisasi jihad atau (futuhat) kepada negara kafir harbi.

Wallahu A’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 9

Comment here