Etika Pergaulan

Sindrom Tiktok Melanda, Umat Harus Waspada

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sri Sumiyatun (Pelajar)

Sindrom TikTok adalah sebutan untuk seseorang yang terlalu sering menggunakan TikTok. Saking keranjingannya tiktok menjadi bagian aktivitas sehari-harinya. Banyak kita temui orang-orang di jalan yang tiba-tiba berjoget ketika mendengar musik yang sedang trend di TikTok.

Video TikTok bertebaran dimana-mana, mulai Instagram, Twitter, hingga Facebook. Kita bisa dengan mudah menjumpai video dari aplikasi TikTok. Penggunanya pun beragam. Mulai dari kalangan anak-anak, remaja hingga yang sudah lanjut usia. Mereka berlomba-lomba memposting video di akunnya, Tidak hanya sekadar untuk mencari hiburan, namun ada yang ingin terkenal dan viral.

Dilansir dari Kompas.com, (15/09/2020), TikTok sendiri adalah aplikasi berplatfrorm video musik asal Tiongkok yang diluncurkan pada September 2016 oleh Zhang Yimin, seorang pendiri Toutiao. TikTok sudah terkenal di Indonesia sejak lama. Aplikasi asal Tiongkok ini sempat diblokir di Indonesia pada 3 Juli 2018. Dikarenakan banyaknya laporan tentang konten-konten negatif yang disebarkan.
Namun kini, TikTok kembali ramai digunakan oleh netizen Indonesia. Selain untuk kesenangan, ada juga yang beralibi untuk hiburan. Tapi, banyak juga konten positif yang dibagikan seperti, wawasan ilmu pengetahuan hingga ajang dakwah bagi para pemuda milenial.

Namun, tidak sedikit trend yang muncul justru membuat geleng kepala. Ada yang memposting video berjoget di depan kamera dengan pakaian terbuka tanpa ada lagi rasa malu. Kaum aki-laki berlomba menunjukkan parasnya yang tampan. Bahkan tidak sedikit yang pamer keuwuan dengan pacarnya. Konten bullying sampai penistaan agama pun pernah viral.

Memang tidak salah menggunakan aplikasi TikTok ini sebagai media hiburan atau hal positif lainnya. Sebab, hukum menggunakannya adalah mubah atau boleh-boleh saja. Aplikasi TikTok adalah kecanggihan teknologi yang bisa digunakan oleh siapa pun. Namun, akan berbeda hukumnya jika digunakan untuk hal yang Allah Swt. larang. Apalagi hingga menghilangkan izzah dan iffah seorang muslimah. Oleh karena itu, umat harus waspada akan bahaya negatif aplikasi ini.

Rasulullah Saw. bersabda, yang artinya: “Iman dan malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Apabila rasa malu sudah tidak ada, maka iman pun sirna” (HR. Al-Hakim).
Fenomena sindrom TikTok ini tidak lagi mencerminkan apa yang Rasulullah Saw. sampaikan dalam sabdanya. Bahwa rasa malu sangat penting dimiliki setiap muslim apalagi untuk para muslimah sebagai bentuk keimanan. Apapun situasi dan kondisinya, maka harus senantiasa menjaga rasa malu, terutama rasa malu untuk berbuat maksiat kepada Allah Swt. Ketika rasa malu itu hilang, maka hilang pula keimanan seorang muslim.

Ini juga merupakan hal yang sia-sia dan hanya mendatangkan kemudhorotan. Dalam Al Quran surat Al Ashr ayat 1-3 Allah Swt. berfirman yang artinya: “Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Sangat merugi orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tidak ada manfaat untuknya di akhirat kelak. Hendaknya seorang muslim mencontoh Rasulullah Saw. dan para sahabat. Bagaimana mereka bertindak dengan melibatkan Allah Swt. di setiap langkah mereka menghantarkan kaum muslim menuju kegemilangan Islam. Waktu dan umurnya senantiasa digunakan untuk membela agama Allah, bukan untuk hal yang sia-sia belaka.
Kita patut belajar dari kisah Siti Khodijah istri dari Rasulullah Saw. Beliau adalah wanita mulia yang dijamin masuk surga oleh Allah Swt. Siti Khadijah Ra. adalah seorang janda kaya raya yang hartanya habis untuk membiayai dakwah Rasulullah. Siti Khadijah Ra. sangat menjaga rasa malunya dan rela mengorbankan harta, waktu hingga nyawanya hanya untuk membantu agama Allah Swt.

Masih banyak kisah orang-orang shalih dan shalihah yang hidupnya dihabiskan untuk berjuang di jalan Allah Swt. Mereka itulah yang semasa hidupnya seharusnya kita contohkan dalam kehidupan. Senantiasa menjaga rasa malu dan menggunakan waktunya untuk kebaikan. Sebab, kebangkitan Islam membutuhkan umat yang berkualitas.

Sebagai seorang muslim juga kita harus sadar bahwa apapun yang kita lakukan di dunia akan dihisab di akhirat kelak. Maka dari itu, kita harus senantiasa memilah kegiatan mana yang akan memudahkan hisab atau justru memberatkan hisab kita di akhirat kelak.

Wallahualam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 50

Comments (1)

Comment here