Oleh Sri Rahmawati
Wacana-edukasi.com — Proses belajar memerlukan pengorbanan. Ada yang pergi jauh meninggalkan keluarga, ada yang menguras tabungan demi belajar hadis, ada yang berkorban kuota demi mengikuti kajian daring, ada yang sabar berlama-lama duduk dengan merasakan kaki yang pegal kesemutan saat mendengarkan ceramah, ada yang menempuh perjalanan di bawah terik matahari bersimbah keringat demi mencapai majelis ilmu, hingga ada para pengemban dakwah yang rela puluhan kali sampai ratusan kali mengisi kajian tanpa ingin dibayar sepeser pun.
Tidak jarang kita dapati banyak kemudahan dalam majelis ilmu, tempat kajian yang bagus, nyaman, fasilitas lengkap, karpet tebal, ber-AC, penceramah mendatangi jamaahnya, gratis alias tidak berbayar, hingga ada snack dan door prize-nya. Namun disayangkan, semua kemudahan itu kadang kita lewatkan hanya karena urusan dunia, seperti repot dengan urusan rumah tangga sampai tidak sempat ke kajian. Alasan tidak ada ongkos, repot punya balita di rumah, tempatnya jauh, bentrok dengan pekerjaan, lebih parahnya tidak tertarik untuk tholabul ilmi karena lebih memilih main gawai dan menonton hiburan para artis idola. Tentunya kita tidak ingin hal tersebut menimpa kaum muslimin.
Kisah Para Penuntut Ilmu
Sebutlah Robiah, beliau adalah ulama salafu saleh, gurunya Imam Maliki. Beliau memiliki keinginan besar untuk mencari ilmu tetapi tidak ada biaya saat itu. Apa yang dilakukan beliau? Beliau naik ke atap rumahnya untuk mengambil beberapa genteng rumah, kemudian menjualnya. Uang yang beliau dapatkan dari menjual genteng digunakannya sebagai ongkos menuntut ilmu.
Ada juga Syu’ba bin Ahjar, beliau ingin belajar ilmu hadis tetapi tidak ada biaya, karena saat itu belajar ilmu hadis butuh biaya yang besar. Beliau meminta izin ibunya untuk menjual perabot (baskom) milik ibunya. Baskom tersebut dijualnya dengan harga 7 dinar atau 14 juta rupiah. Akhirnya keinginan beliau untuk belajar dimudahkan oleh Allah SWT.
Hisyam Ad Damasky, guru Imam Bukhari, beliau berasal dari Damaskus dan sangat ingin pergi ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik. Namun biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Lantas, ayahnya Hisyam Ad Damasky menjual rumahnya untuk membiayai anaknya belajar ke Madinah. Hisyam berhasil berangkat ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik. Suatu hari Imam Malik memukul Hisyam Ad Damasky sebanyak 15 kali.
Hisyam berkata kepada Imam Malik, “Antum telah menzalimiku memukuliku sebanyak 15 kali tanpa alasan, aku tidak halalkan perbuatanmu.”
Imam Malik menjawab, “Kalau begitu apa kompensasinya agar engkau halalkan kesalahanku?”
“Sebagai kafaratnya engkau harus mengajarkan aku 15 hadis untuk 15 pukulan.”
Imam Malik kemudian mengajarkan Hisyam sebanyak 15 hadis.
Hisyam berkata, “Wahai Imam Malik, silakan pukul aku lagi, lalu ajari aku hadis lagi.” Saat itu Imam Malik tertawa dan menyuruh Hisyam Ad Damasky untuk pulang.
Yahya Bin Main, beliau adalah ulama yang menghabiskan uang sebanyak satu juta dirham untuk menuntut ilmu. Beliau menjual apa saja yang bisa dijual hingga sandalnya pun ikut dijual hanya untuk bisa mengaji Islam.
Ibnu Taimiyah, beliau ulama yang sangat besar semangatnya dalam berdakwah menyampaikan ilmu kebenaran kepada penguasa, hingga beliau berhasil dijebloskan ke dalam penjara sebanyk 7 kali. Saat itu banyak kaum muslimin yang berkhianat pada Islam, menjilat para penguasa. Ibnu Taimiyah tidak pernah gentar menyerukan ilmu kebenaran hingga menjalani pahitnya berkali-kali masuk penjara. Penjara menurut para ulama adalah sarana berkhalwat atau berduaan dengan Allah, mereka anggap penjara sebagai rihlah atau tamasya hingga menghasilkan buku-buku sebagai karya-karya besar beliau sepanjang masa.
Ujian Penuntut Ilmu
Ujian rasa takut dan malas kerap kali menghinggapi para penuntut ilmu. Rasa takut dan malas ini ada membuktikan bahwa manusia butuh perlindungan kepada-Nya sebagai Dzat Pencipta Semesta Alam.
Ujian kedua adalah kekurangan harta dan jiwa. Menuntut ilmu membutuhkan biaya. Maka harta yang dikeluarkan secara kasat mata berkurang, tetapi secara esensi sejatinya bertambah. Ilmu adalah investasi jangka panjang. Dengan ilmu engkau bisa meraih segalanya.
Sebagaimana perkataan Imam Syafi”i yang terkenal, “Barang siapa yang menginginkan dunia adalah dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan akhirat adalah dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya adalah dengan ilmu.”
Tidak dapat dimungkiri terkadang kita juga harus merelakan sebagian teman atau kerabat yang dicinta meninggal dunia di tengah pengembaraan keilmuan.
Demikianlah liku-liku dalam menuntut ilmu. Oleh karena itu, tidak heran apabila Allah SWT mengapresiasi dengan meninggikan derajat orang yang berilmu setinggi-tingginya dikarenakan perjuangan, pengorbanan, kesabaran, serta kesungguhannya demi memperoleh ilmu yang bermanfaat dan berkah bagi dirinya, keluarganya, lingkungan sekitarnya, agama, bangsa, dan negara.
Wallahu a”lam bishshawab.
Views: 407
Comment here