Opini

Penderitaan Perempuan Tanpa Khilafah

blank
Bagikan di media sosialmu

Nabila Zidane (Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)

wacana-edukasi.com, Sejak ketiadaan Khilafah yang memerintah dengan aturan Islam Kaffah yaitu tanggal 3 maret 1924 silam. Umat Islam kehilangan banyak hal dalam seluruh aspek kehidupannya terutama kaum perempuan.

Perempuan adalah salah satu pihak yang mengalami kehilangan dan kehancuran sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah. Hal terpenting yang hilang dari seorang perempuan setelah tercabutnya hukum-hukum Islam hingga akarnya adalah peran sejatinya dalam hidup sebagai Ummu warabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Inilah tugas utama perempuan dalam Islam. Sedangkan laki-laki bertanggung jawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jadi, dalam Islam perempuan tidak dipaksa untuk mencari nafkah sendiri dan ia diperbolehkan untuk menuntut ilmu dan bekerja jika dia berkehendak selama tidak meninggalkan peran utamanya. Bekerja bagi wanita adalah sebuah pilihan bukan keterpaksaan demi mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya seperti saat ini.

Perempuan pun dibatasi untuk tidak melakukan pekerjaan yang akan merendahkan kehormatan mereka seperti menjadi pemandu karaoke, pekerja seks komersial, pijat plus-plus, menjaga pameran dengan busana minim, penari di klab malam dan sebagainya. Semua aturan ini dalam rangka menjaga martabat dan melindungi kehormatan perempuan.

Penerapan ekonomi kapitalis di dunia Islam telah menciptakan kemiskinan yang mengerikan dan sistem ekonomi ini juga menciptakan ketimpangan yang lebar antara si kaya dan si miskin sehingga gagal menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya.

Karena kemiskinan banyak perempuan terpaksa bekerja dan meninggalkan peran utamanya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang telah mengeksploitasi dirinya untuk mendapatkan uang demi memenuhi seluruh kebutuhannya.

Ditambah lagi sistem ekonomi kapitalisme yang berorientasi pada materi telah halalkan segala cara untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya termasuk eksploitasi perempuan. Keelokan tubuh dan kecantikan wajahnya dieksploitasi sebagai barang komersil dengan iming-iming popularitas, kekayaan dan materi lainnya. Padahal perempuan dijadikan tumbal demi meningkatkan penjualan produk pabrik-pabrik besar para kapital.

Eksistensi perempuan di dunia kerja ini didukung juga oleh serangan ide-ide kesetaraan gender oleh kaum feminis yang membuat perempuan lebih mencintai pekerjaannya dibanding menjalankan peran utamanya sebagai ibu.

Sligan, “Perempuan harus mandiri secara ekonomi, jangan bergantung pada laki-laki (suami)”, seolah menjadi hipnotis yang mampu membius kaum perempuan untuk memenuhi eksistensinya. Perempuan bekerja pun juga didukung oleh negara. Atas nama pemberdayaan ekonomi perempuan jumlah penduduk perempuan yang besar diberdayakan oleh negara untuk memperbaiki perekonomian dunia yang sedang sulit.

Maka jadilah perempuan mengabaikan peran utamanya sebagai ibu. Perempuan terjebak di antara rumah berikut tugas-tugasnya dengan tempat kerja beserta segala kesulitannya tanpa istirahat dan rasa aman. Padahal tak jarang mereka mendapatkan pekerjaan yang tidak pantas sebagai seorang perempuan baik dari segi jenis maupun lokasinya.

Oleh karena itu, dia terpaksa meninggalkan anak-anaknya baik di tempat penitipan anak yang tidak memenuhi syarat, di rumah tanpa perawatan atau bahkan di jalanan sampai ia kembali ke rumah. Ia menelantarkan pendidikan, akhlak dan pengawasan pergaulan anak-anaknya. Mereka pun tumbuh menjadi anak yang lebih suka menuntut dan membantah serta tidak peka terhadap segala kesulitan ibunya.

Perempuan juga telah kehilangan keamanan dan keselamatannya. Sehingga saat ia mengalami kekerasan, pelecehan, pemerkosaan hingga pembunuhan, jeritan dan tangisannya tidak akan ditanggapi. Sebagaimana yang terjadi pada muslimah Palestina, Rohingya, Uighur, Myanmar, India, Suriah dan lain sebagainya, tidak ada Khalifah Al-Mu’tasim Billah yang menjawab panggilan dan jeritan ini. Karena orang-orang yang berkewajiban menanggapi adalah para penguasa muslim yang kebijakannya disetir oleh ideologi kapitalisme dan negara barat.

Akibat paham sekular yang diaruskan terjadi ketidakadilan di dalam keluarga perempuan yakni ketika ada laki-laki yang tidak bertakwa kepada Allah Swt. yang memperlakukan perempuan dengan penuh kekejaman dan ketidakadilan. Kaum lelaki ini bukannya menjadi tempat mendapatkan keamanan dan ketentraman tetapi menjadi sumber ketakutan bagi perempuan. Dalam kondisi seperti ini tidak ada hukuman dari negara atas tindakan mereka dan ia (perempuan) tidak memiliki tempat berlindung seperti ketika ada negata yang diatur oleh Islam yakni Khilafah Islamiyah.

Kaum muslimah kehilangan kemampuan untuk menjalankan syariat Allah Swt. khususnya di banyak negara baik di negara-negara muslim atau di Barat. Mereka dilarang mengenakan pakaian yang syar’i atau ketika memakainya pun mereka tidak terhindar dari bahaya kekerasan hingga tuduhan radikalisme dan terorisme.

Alhasil para muslimah yang lemah imannya keluar rumah tanpa kerudung, bertabaruj, bergaul dengan laki-laki yang bukan mahram hingga ikut menyuarakan tentang ide kebebasan yang mereka gunakan mencuci otak dan pikiran kaumnya.

Inilah berbagai penderitaan yang dialami muslimah akibat tidak diterapkannya syariat Islam Kaffah dalam kehidupan sehari-hari. Syariah Kaffah hanya dapat terealisasi dalam sebuah negara yang diridhoi Allah Swt. Yaitu Khilafah Islamiyah

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 79

Comment here