Opini

Pajak Penolong Rakyat?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Indah Dewi

Dalam Islam, pajak hanya diwajibkan untuk masyarakat yang mampu atau mempunyai harta yang berlebih saja setelah dikurangi dari berbagai kebutuhan pokok dan sekunder yang dibutuhkan.

Wacana-edukasi.comBeberapa waktu terakhir ini, masyarakat sedang hangat membicakaran wacana baru pemerintah mengenai pajak. Penarikan pajak tentunya bukan lagi menjadi sesuatu yang asing di telinga masyarakat. Hampir setiap barang yang dimiliki oleh masyarakat, kini dikenai penarikan pajak oleh negara.

Kementerian Keuangan mulai buka suara mengenai polemik wacana menggunakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di beberapa kebutuhan masyarakat, tak terkecuali sembako dan sekolah. Rencana kebijakan tersebut akan tertuang di dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
(cnnindonesia.com, 12/06/2021).

Kita juga bisa melihat di dalam cuitan akun Twitter @FaktaKeuangan pada hari sabtu kemarin (12/6) “Draf RUU hanya merupakan wacana ke depan yang juga akan melihat perkembangan kondisi ekonomi Indonesia. Tentu belum menjadi fokus hari ini, dikarenakan Indonesia masih belum pulih dari Covid-19 dan masyarakat masih harus dibantu,” kata Rahayu.

Penjelasan yang diberikan tersebut memberikan berbagai macam respons miring di kalangan masyarakat. Karena jika draft RUU itu masih menjadi sebuah wacana yang belum terlaksana, sebaiknya tidak perlu diumumkan atau dibeberkan kepada publik. Melihat kondisi masyarakat yang masih terkena dampak dari merebaknya Covid-19. Tentunya kabar tersebut membuat masyarakat merasa sangat terganggu.

Berbagai perencanaan penarikan pajak akan dilakukan dari tingkatan bahan makanan hingga ke bidang kesehatan. Hal ini sungguh memprihatinkan jika melihat fakta ekonomi masyarakat yang makin terpuruk.

Pajak menjadi tulang punggung sistem kapitalisme. Masyarakat akan jauh dari kata sejahtera sebab sistem ini tidak akan berhasil dalan menanggulangi krisis ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Inilah yang akan terjadi jika sistem yang selalu mencari manfaat ini masih terus diterapkan. Sistem yang sudah sangat jelas akan membawa berbagai kerusakan dan kekacauan bagi sebuah negara. Wajar bila ada semboyan, “Kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin”, menjadi ciri khas tersendiri untuk sistem kapitalisme ini.

Sistem kapitalisme juga dibangun tidak lain untuk memisahkan antara agama dan kehidupan sehingga manusia memilih untuk membuat aturan sendiri daripada menjalankan aturan Islam. Termasuk dalam membuat aturan pajak.

Istilah pajak dalam fikih Islam dikenal dengan sebutan dharibah. Al-‘Allamah Syaikh Rawwas menyebutnya, “Apa yang ditetapkan sebagai kewajiban atas harta maupun orang di luar kewajiban syara.’” [ Mu’jam Lughat al-Fuqaha’, hal. 256]. Sedangkan Syaikh ‘Abdul Qadim Zallum, mendefinisikan, “Harta yang diwajibkan Allah kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di baitul mal kaum muslim untuk membiayainya.” [ al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, hal.129].

Di dalam APBN Khilafah (APBN-K), sumber pendapatan tetap negara Islam yang telah menjadi hak bagi kaum muslim dan akan masuk ke dalam baitul mal di antaranya Fai’ (Anfal, ganimah, khumus), jizyah, kharaj, ‘usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram para pejabat, dan juga pegawai negara, khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak punya ahli waris, harta orang murtad. Itulah yang akan menjadi pendapatan tetap negara Islam. Di dalam sistem Islam sudah sangat jelas bahwa sumber pendapatan tetap negara Islam bukan berasal dari pajak yang dipungut dari masyarakat.

Penarikan pajak di dalam negara Islam sangat jarang terjadi, karena pajak hanya akan ditarik ketika kas negara/ baitul mal sudah benar-benar krisis. Selain daripada hal tersebut maka penarikan pajak tidak akan diberlakukan. Penarikan pajak tersebut juga memiliki tujuan yang jelas yakni, “Untuk menghilangkan dharar pada saat baitul mal tidak mempunyai dana, maka khilafah baru boleh memberlakukan pajak untuk masyarakat. Namun, hal itu hanya bersifat insidental, sampai kewajiban dan pos tersebut bisa dibiayai, atau baitul mal mempunyai dana untuk meng- cover-nya.” (m.kaskus.co.id, 21-10-2016).

Dalam Islam, pajak hanya diwajibkan untuk masyarakat yang mampu atau mempunyai harta yang berlebih saja setelah dikurangi dari berbagai kebutuhan pokok dan sekunder yang dibutuhkan. Islam sungguh sangat mulia. Sebab itulah hanya sistem Islam yang bisa menuntaskan segala permasalahan umat. Hanya dengan sistem Islamlah seluruh aturan Allah dapat dilaksanakan secara keseluruhan sehingga tidak akan menimbulkan kerusakan dan kehancuran di tengah-tengah umat.

Wallahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 4

Comment here