Oleh : Mintan Tyani (Relawan Opini Andoolo, Sulawesi Tenggara)
Wacana-edukasi.com, Opini–Bicara soal hewan yang rakus maka pemenangnya jatuh pada tikus, karena memiliki tabiat rakus atas makanan bahkan menjadi hama bagi manusia. Sangking rakusnya dia bisa memakan benda yang bukan terkategori makanan, misal baju, tas, buku bahkan sabun mandi. Ya, maklum saja namanya juga hewan yang tak memiliki akal. Tapi jangan salah sangka, kerakusannya itu memiliki keutamaan untuk lingkungan, salah satunya yaitu sebagai penjaga keseimbangan ekologi dan dekomposer alami.
Namun bagaimana jika tabiat rakus itu dimiliki oleh manusia yang notabenenya memiliki akal untuk berfikir, apakah ada keunggulan seperti pada tabiat tikus? Sudah pasti tidak.
Seperti yang baru saja mencuat di media, kabar tentang para tikus-tikus berdasi ini. Di mana sang koruptor Setya Novanto mendapat kebebasan bersyarat pada hari Sabtu (16/08/2025), sehari sebelum HUT RI. Di mana hukum awalnya adalah 15 tahun, namum mendapat “diskon” menjadi 12 tahun 6 bulan (Kompas.id, 17/ 07/ 2025).
Baru-baru ini juga KPK mengumumkan perkembangan pengusutan kasus dugaan korupsi bansos di Kemensos ditahun 2020 lalu, disaat negara kita mengalami krisis karena pandemi COVID-19. Di mana mereka telah menetapkan ada tiga tersangka untuk kasus tersebut, yang telah merugikan negara sebesar Rp 200 Miliar (detiknews, 19/08/2025).
Lihat, sungguh kejam perbuatan yang mereka lakukan, mereka mengambil yang bukan menjadi hak mereka lalu menikmatinya tanpa rasa berdosa. Namun mereka tetap bisa berlenggang tanpa pengadilan, padahal untuk kasus korupsi yang dilakukan oleh Setya Novanto telah merugikan negara sebesar 2,3 Triliun. Inilah potret negara tercinta kita, belum rampung masalah korupsi yang lainnya tapi disusul lagi dengan penemuan dugaan korupsi baru, seperti yang baru-baru ini terkuak, tentang dugaan korupsi biskuit balita. Miris.
Korupsi bagaikan liga pertandingan.
Masih banyak tindak korupsi yang dilakukan, sepertinya sudah tidak bisa dihitung menggunakan jari lagi, dan nominal angkanya pun tidak main-main. Angka korupsi di Indonesia ditahun 2024 lalu, hanya dalam jangka 1 tahun saja uang korupsi sudah mencapai 984 Triliun, hampir 1 kuadraliun. Sungguh luar biasa. Bayangkan itu hanya hitungan 1 tahun, lantas bagaimana dengan tahun yang lalu-lalu? Data ini bukan abal-abal, tapi langsung dari PPATK. Ah, memalukan.
Bahkan hukuman mereka tidak pernah menimbulkan efek jera, yang ada makin merajalela.
Negara ini miskin bukan karena kekurangan sumber daya, tapi karena kejujuran tidak dijunjung tinggi bahkan telah disingkirkan. Sementara yang sadar telah dibungkam oleh mereka yang sibuk menjadi penonton. Di mana saat rakyat protes dengan kinerja pemerintah, tapi malah dianggap perlawanan. Tapi jika pemerintah ingkar janji, itu dianggap sebagi bagian dari kebijakan. Sungguh ironi.
Perilaku koruptif yang dipertontonkan penguasa, menjadi bukti nyata kegagalan sebuah negara, dalam situasi seperti ini publik tidak hanya dirugikan secara materil tetapi juga secara moral. Kepercayaan kepada penguasa terkikis, sikap skeptis terhadap penegak hukum semakin meluas. Maka persoalan korupsi bukan hanya soal kejahatan ekonomi, tetapi juga penghancuran sistemik terhadap fondasi keadilan.
Inilah potret dari sistem negara yang berlandaskan kapitalisme neoliberalisme. Di mana Karl Marx mengatakan di dalam bukunya, bahwa dalam kapitalisme kekayaan segelintir orang itu dibangun atas hasil eksploitasi tenaga kerja orang banyak. Artinya uang dengan jumlah yang banyak itu bukan hasil dari kerja sendiri, melainkan merampok hasil kerja orang lain. Negara kita ini bukan lagi kapitalis, tapi sudah dilevel kapitalis predatoris, rakyat disuruh bayar pajak di setiap transaksi sementara pejabatnya menari-nari di atas uang pajak.
Di dalam buku Das Kapital, Karl Marx menjelaskan lagi bahwa makin keras rakyat bekerja, maka makin makmur kelas penguasa. Dilihat dari kenyataanya saat ini bahwa 80% sumber dana negara diambil dari pajak tapi rakyatnya masih jauh dari sejahtera. Sementara mereka masih berani korupsi terus menerus tanpa ada tanda penurunan, ini tidak menggambarkan sebuah negara tapi lebih mirip dengan pabrik perampokan legal.
Dari semua kecurangan yang terjadi adalah bukti sistem kapitalisme telah gagal dalam mengurus urusan rakyat, dan menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Kasus-kasus korupsi yang bermunculan hanyalah satu dari sekian banyak bukti bahwa sistem kapitalisme tidak dapat diandalkan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Disistem ini malah menyuburkan praktik korupsi, dan membudaya di berbagai sektor kehidupan. Inilah hasil dari sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan, membiarkan moralitas tercerabut dan menjadikan materi sebagai tolok ukur utama dalam kebijakan.
Sangat berbeda jauh dengan sistem Islam, di mana landasan bernegaranya ialah mengatur seluruh aspek kehidupan sesuai dengan tuntunan syariat. Kepemimpinan dalam Islam tidak hanya berfungsi sebagai pengatur urusan dunia, tetapi juga sebagai pelindung akidah dan menjaga moral umat. Dalam sistem ini memahami bahwa kekuasaan sebagai amanah besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan yang paling utama kepada Allah SWT, yang mana kekuasaan bertujuan untuk menjamin pelaksanaan syariat Islam secara sempurna, bukan malah dipakai untuk memeras rakyatnya dan mengambil keuntungan di dalamnya.
Kehidupan masyarakat pun dibangun di atas syariat Islam, dengan praktik amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai pilar utama dalam menjaga ketertiban dan keadilan, maka hasilnya terwujudlah masyarakat adil, sejahtera, dan bermartabat. Bukan hanya secara material tetapi juga secra ruhiyyah dan sosial.
Karena sesungguhnya hukum Allah bukan hanya pedoman ruhiyyah, tetapi juga landasan bagi sistem pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat, serta kepemimpinan Islam tidak dijalankan atas dasar kepentingan golongan atau kekuasaan pribadi, melainkan untuk menegakkan keadilan dan menjaga maslahat seluruh rakyat.
Islam memiliki aturan yang komprehensif, maka jika diterapkan secara kaffah (menyeluruh) sistem ini mampu meminimalisir terjadinya pelanggaran dan kezaliman lainnya. Karena Islam tidak hanya mengatur sanksi hukum secara tegas, tetapi juga menanamkan ketakwaan individu, kontrol sosial melalui amar ma’ruf nahi munkar.
Bukan itu saja, Islam juga akan menjamin kebutuhan pokok bagi masyarakatnya secara layak. Itu semua diperoleh dari pengelolaan SDA yang adil, dan sistem distribusi kekayaan yang tidak timpang. Wujud kesejahteraan seperti ini akan menekan peluang terjadinya pelanggaran hukum secara signifikan.
Maka dari itu telah tampak bahwa Islam bukan hanya melarang segala bentuk kerusakan dan pelanggaran, tetapi juga menutup celah terjadinya kerusakan itu sendiri. Masyarakat Islam hidup dengan suasana yang bersih dari kedzaliman dan kecurangan dalam kekuasaan. Karena kepemimpinan dijalankan dengan penuh amanah dan tanggungjawab. Menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh umat manusia dan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Inilah gambaran masyarakat ideal yang hanya terjadi di bawah naungan sistem Islam kaffah, yang terbingkai oleh Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Views: 14


Comment here