Opini

Ironi Semasa Pandemi: Si Miskin Tetap Miskin dan Si Kaya semakin Kaya

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ira Rahmatia

(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Kapitalisme adalah sebuah sistem yang memicu tumbuhnya kesenjangan sosial antar masyarakat. Bahkan terlihat lebih lebar walau jumlah orang kaya semakin meningkat.

Wacana-edukasi.com — Pandemi banyak memukul perekonomian rakyat kecil, namun ternyata tak berlaku pada sebagian masyarakat tingkat menengah ke atas. Dalam kondisi pandemi seperti ini, ada pihak yang justru di untungkan. Dari penelitian diperoleh data penduduk kaya dan superkaya di Indonesia justru meningkat.

Dilansir data dari lembaga keuangan Credit Suisse, terjadi peningkatan jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS atau lebih di Indonesia. Pada tahun 2020 mencapai 171.740 orang sedangkan pada tahun 2019 hanya berjumlah 106.215 orang. Sehingga peningkatan tersebut berkisar 61,69 persen (Kompas.com, 13/7/2021)

Ekonom dan penulis Laporan Global Wealth Report yang bernama Shorrock Anthony, mengatakan bahwa pandemi memberikan dampak jangka pendek namun cukup besar pada kondisi pasar global. Tetapi hal ini hanya berlaku hingga akhir Juni 2020.

Lebih lanjut, menurut Nannette Hechler-Fayd’herbe, kepala investasi di Credit Suisse, mengatakan bahwa fenomena ini dapat terjadi karena adanya penurun suku bunga yang dilakukan oleh banyak bank-bank sentral di seluruh dunia. Ia menjelaskan bahwa dengan adanya penurunan suku bunga dari bank sentral di tiap-tiap negara itu dapat membantu meningkatkan harga saham dan harga rumah selama masa pandemi. Peningkatan harga saham dan harga rumah inilah yang menjadi penyebab utama sejumlah orang dapat meraup ‘untung’ semasa pandemi ( Detik Finance, 23/6/2021)

Sejumlah orang kaya yang memiliki berbagai aset saham atau rumah mengalami peningkatan kekayaan, hal itu menimbulkan ironi bagi mereka yang tidak punya aset-aset tersebut. Si miskin terpaksa harus berjuang melawan himpitan ekonomi semasa pandemi.

Sehingga kita tak perlu heran apabila saat ini yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Kapitalisme adalah sebuah sistem yang memicu tumbuhnya kesenjangan sosial antar masyarakat. Bahkan terlihat lebih lebar walau jumlah orang kaya semakin meningkat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri, kapitalisme diartikan sebagai sistem dan paham ekonomi (perekonomian) yang modalnya (penanaman modalnya, kegiatan industrinya) bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dalam pasaran bebas.

Persaingan bebas ini sangat ketat karena benturan kepentingan pribadi manusia yang tak ingin kalah dari lainnya. Hal ini dianalogikan seperti saling memakan satu dengan lainnya. Yang kuat akan semakin kuat, sementara yang tidak punya akan semakin tidak berdaya. Alhasil, pihak miskin pun jatuh dalam kubangan kesengsaraan yang tak tahu kapan berakhir.
Perlu kita ketahui bahwa dalam sistem kapitalisme-sekuler dilandasi oleh beberapa hal, yang mana banyak bertentangan dengan aturan Islam. Yang pertama, penopang ekonomi dalam sistem ini ialah sektor nonriil termasuk pasar saham, juga valuta asing (valas) obligasi, dan lainnya. Sebagaimana yang kita ketahui pasar saham merupakan pasar judi dunia yang transaksinya tidak jelas dan hanya menguntungkan para spekulan. Kedua ialah standar keuangan berdasarkan dolar. Di mana uang kertas tersebar itu nilai intrinsik dan nominalnya berbeda sehingga mudah dipermainkan oleh para spekulan khususnya asing sehingga nilai uang yang tersebar bersifat fluktuatif. Yang ketiga ialah penyuburan riba khususnya bunga bank sehingga banyak orang yang mengambil kredit kemudian dibebankan bunga, alhasil pada kenyataannya hanya menguntungkan sebagian para pemilik modal. Dan yang terakhir ialah ketidakjelasan hak kepemilikan. Dalam sistem kapitalisme setiap individu berhak untuk memiliki sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pantas saja yang kaya bisa semakin kaya sedangkan yang miskin semakin miskin.

Dalam Islam, penopang perekonomian masyarakat dalam sektor riil, sehingga transaksi yang ada jelas dan perputaran uang merata di seluruh masyarakat. Kemudian, standar nilai uang berdasarkan emas dan perak yang memang memiliki nilai intrinsik dan nominalnya sama sehingga sangat jauh dari inflasi. Selanjutnya, tidak boleh terjadi penimbunan uang pada orang kaya saja, uang harus terus berputar luas di masyarakat. Dengan kondisi seperti itu, ekonomi senantiasa bergerak dan kekayaan tidak hanya pada segelintir orang. hal ini sebagaimana jelas dalam Al-quran di sebutkan bahwa

“Agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu…” (QS. al- Hasyir : 7)

Dalam Islam pun, Allah Subhanahu Wata’ala telah mengharamkan riba dan manusia di larang saling menzalimi. Terakhir ialah status kepemilikan yang jelas. Ada tiga jenis kepemilikan dan itu harus di patuhi. Ada kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum dimana rakyat berhak atas hal itu. Sumber daya alam yang merupakan salah satu kepemilikan umum hasilnya akan dikelolah oleh negara dan hasilnya di kembalikan ke masyarakat secara merata. Seperti penggratisan biaya pendidikan, kesehatan, listrik, air dan sebagainya.

Bukan seperti pada sistem kapitalis yang membiarkan negara asing memiliki dan mengelola SDA padahal itu mampu mendobrak kesejahteraan rakyat.

Jika sistem kapitalisme sudah terbukti gagal dan hanya menyisakan kesenjangan sosial antar masyarakat maka kita perlu kembali mengambil solusi alternatif yang terbukti telah menebarkan cahaya kemakmuran di muka bumi. Kesuksesan Islam juga terbukti selama 13 abad menguasai 2/3 dunia.

Umat Islam harus terus memperjuangkan kembali tegaknya khilafah islamiyah yang mampu menuntaskan segala problematika ummat sehingga kembali sejahtera dan berjaya di muka bumi ini.

Wallahu A’lam bissowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 3

Comment here