Opini

Fantasi Sedarah, Cermin Buram Sekularisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ruji’in (Pegiat Opini, Lainea Konsel)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Dunia siber kini dihebohkan oleh kejahatan seksual. Berbagai grup muncul tak terkendali, misalnya saja grub fantasi sedarah. Hal ini tentu sangat menampar nurani kita. Seharusnya keluarga menjadi tempat berlindung dan yang harus dipercaya, namun hancur karena hasrat yang tak bermoral. Darah daging yang seharusnya dilindungi, kini menjadi objek fantasi dalam keluarga sendiri.

Sebagaimana yang dilansir Kompas.TV, polisi menangkap enam orang terkait grup di media sosial Facebook. Seperti diketahui, grup Facebook tersebut berisi konten penyimpangan seksual dengan anggota keluarga sendiri atau inses. “Ditsiber Bareskrim bersama Ditsiber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus tersebut dan melakukan penangkapan terhadap 6 orang”, kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunyudo Wisnu Andiko (Selasa, 20/5/2025).

Dari kejadian di atas menunjukkan bahwa, media sosial hari ini menjadi tontonan menggiurkan yang memengaruhi di bawah alam sadar seseorang. awalnya menjadi ranah privasi kemudian dengan bangga mengumbar hubungan seksual sedarah di media sosial. Hal ini tentu akan memberikan efek yang negatif kepada siapa saja yang melihatnya jika tidak diusut dengan tuntas. Sebagaimana ketertarikan pada anak, saudara, bahkan orang tua, ditambah lagi dukungan dari lingkungan yang tidak terkontrol dengan baik, sehingga kebiasaan itu menjadi kecanduan terhadap perilaku abnormal. Akibatnya, mampu membentuk nilai-nilai buruk yang mendukung dirinyadirinya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan agama. Ditambah lagi tayangan visual yang dapat memengaruhi alam pikir seseorang.

Mengapa fantasi menyimpang seperti ini dapat tumbuh begitu kuat?

Mirisnya, banyak fakta ditemukan di media sosial yang menjadi tempat berkumpulnya peminat fantasi seksual. Di antaranya yang sedang marak hari ini adalah LGBT dan pedofilia. Namun semua ini pasti ada pemicunya. Tak ada hasrat menyimpang datang tiba-tiba, tetapi karena dipupuk oleh tontonan yang mengandung pornografi atau yang semacamnya.

Banyak faktor yang menyebabkan inses menjadi tumbuh subur sehingga tingkahlaku buruk menjangkiti masyarakat. Seperti minimnya iman dan takwa pada individu, tidak ada nilai moral dan etika, hilangnya peran keluarga, dan lemahnya peran negara dalam mengawasi aktivitas siber di media sosial. Ironisnya, lembaga yang bertugas saat ini terhadap siber tidak bertindak atau menyoroti pelaku penyimpangan seksualnya, tetapi hanya fokus pada aktivitas media sosialnya saja. Sehingga penyimpangan seksual semakin berkembang dan menjadi tren. Penyimpangan ini juga jika tidak segera ditangani akan membuka peluang bagi yang lain untuk memenuhi kepuasan hawa nafsu mereka. Maka bisa dipastikan faktor lingkungan memang lebih besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Begitu pula dengan dunia digital hari ini. Dunia digital bukan sekadar tontonan biasa, tapi lebih mengarah pada pabrik usaha untuk menciptakan penyimpangan baru, sehingga para pelaku terus tumbuh dan menjadi predator dalam keluarga.

Hal ini tentu saja didukung oleh sistem yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Sistem yang dimaksud tidak lain adalah sistem sekulerisme, di mana sistem ini mampu memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dipakai di tempat ibadah saja, sementara dalam kehidupan sehari-hari malah menggunakan aturan manusia. Dengan demikian, manusia bebas melakukan apa saja, tanpa memedulikan lagi halal dan haram. Sungguh miris bukan?

Fantasi sedarah ini seakan dijadikan sesuatu yang lumrah dan dianggap kebebasan dalam menyalurkan naluri seksual mereka. Padahal itu merupakan kesalahan fatal dan dilarang dalam agama. Karena pada dasarnya sistem hari ini sandarannya adalah akal manusia yang menempatkan kebebasan di atas segalanya, maka tidak ada lagi rasa berdosa atas apa yang dilakukannya.

Ditambah lagi, negara tidak memiliki kedaulatan digital. Terbukti ketika penghapusan akun yang menyimpang dilakukan oleh komdigi terhadap platform-platform di media sosial dipersulit terkait laporan. Belum lagi lemahnya deteksi data yang tidak akurat.

Islam adalah solusi!

Sungguh berbeda antara sistem sekulerisme kapitalisme dengan sistem Islam. Sistem Islam kedaulatan berada di tangan syarak. Sehingga siapapun yang hidup di dalamnya, baik itu pemimpin negara, individu, ataupun komunitas, harus tunduk pada hukum syariat. Begitu pula dengan tingkah laku seseorang harus sesuai dengan hukum syariat.

Berbicara tentang masalah penyimpangan seksual, Islam sudah mengaturnya dan memberikan edukasi yang jelas agar terhindar dari perilaku tersebut. Misalnya saja pemisahan tempat tidur bagi anak yang sudah berumur tujuh tahun. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
“Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika usia mereka tujuh tahun; pukullah mereka karena (meninggalkan)-nya saat berusia sepuluh tahun; dan pisahkan mereka di tempat tidur” (HR Abu Dawud).

Islam juga mengatur hubungan antara laki-laki dan prempuan seperti tidak boleh adanya campur baur antara laki-laki dan prempuan tanpa uzur syar’i, berdua-duaan, dan tabaruj. Dengan demikian tidak akan membuka pintu-pintu syahwat kepada mereka. Serta memberikan pembinaan kepada setiap individu untuk membentuk kepribadian yang baik.

Islam adalah agama sekaligus sistem yang memberikan pencegahan sebelum terjadi penyimpangan dan ada sanksi yang menjerakan bagi para pelaku. Oleh karena itu, kita sangat butuh sistem IsIam untuk mengatur kehidupan ini. Islam mampu memberikan solusi yang fundamental.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here