Opini

Di Balik Euforia Coldplay

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)

Band Inggris Coldplay akan mengadakan konser besar di Indonesia. Ini disambut gegap gempita pecinta musik di ta ah air (www.kompas.com, Jum’at, 12 Mei 2023) (1). Yang sensasional harga tiketnya sangat fantastis (www.cnnindonesia.com, Kamis 11 Mei 2023). Walau konsernya sendiri masih akan digelar November, namun para penggemarnya yang menyambut antusias hingga gila-gilaan berebut membeli tiket walau harganya melangit. Sehingga tak bisa dielakkan konser ini menuai kritik.

Sekarang menjadi tren jika band besar mengadakan konser di Indonesia, karena Indonesia menjadi barometer konser dunia. Untuk kedua kalinya di tahun ini konser band besar asing digelar di gedung Gelora Bung Karno (GBK). Sebelumnya Blackpink, kini Coldplay. Coldplay merupakan band besar asal Inggris yang menganut alirat Brit Pop yang kini menjadi tren. Termasuk grup lama tahun 90-an dan banyak lagunya sukses menjadi sountrack film.

Pembeli tiket konser pun ada dua jenis, yaitu yang memang fans fanatiknya berbasis fanbase, tapi ada yang memang suka dengan konser-konser tapi bukan penggemar fanatiknya. Jenis penonton kedua ini yang banyak di Indonesia. Selama band yang konser telah mendunia, mereka akan datang, walau bukan penggemarnya. Penggemar fanatiknya yang luar biasa antusiasnya, bahkan ada yang sampai menjual perabotan dan kendaraannya, bahkan ada yang pinjam di pinjol. Karena tiketnya luar biasa mahalnya. Harga termurah Rp 800 ribu, dan paling mahal Rp 11 juta. Tiket termahal ini merupakan paket khusus “Ultimate Experience, dengan fasilitas istimewa mendapatkan akses masuk backstage, mendapatkan akses untuk foto dan masuk venue dengan nyaman. Antusiasme penggemar musik ini karena Coldplay ditahbiskan sebagai grup “The Most Sucsessful band of 21th Century”. Pembelian tiket konser pun hanya melalui laman BCA. Jastip (Jasa Titip) pembelian tiket konser pun mulai marak.

Ada yang menganggap ini hal biasa, jika hanya melihat itu sebatas musik hiburan. Tapi jika melihat dampak yang ditimbulkan di tengah masyarakat, kita harus jeli memperhatikan. Dari sisi penampilan. Dalam setiap penampilan di panggung, ada atraksi yang disuguhkan dan kostum yang dipakai sengaja untuk menimbulkan kehebohan dan sensasi. Juga konten musik dan lirik lagu yang dibawa yang mengandung muatan moral dari peradaban tertentu. Ada yang anti agama, memuja setan, pemuja kebebasan sampai ada atraksi telanjangnya. Atraksi panggung Coldplay sering membawa bendera pelangi yang identik dengan LGBT. Ini menuai protes keras dari kalangan umat Islam. Bahkan ormas Alumni 212 akan mengadakan aksi besar-besaran menolak kedatangan grup ini (www.beritasatu.com, Sabtu 13 Mei 2023) (3).

Ada yang berkilah, imannya sudah kuat sehingga saat melihat konser sebatas menikmati musiknya. Tapi tidak dipungkiri, penikmat lagu cenderung mencari musik yang sesuai suasana hatinya. Jika putus cinta, akan mencari lagu-lagu sedih alias melow. Jika putus asa, akan mudah dikendallikan oleh lagu yang bernuansa kelam dan mengajak bunuh diri. Bahkan di Amerika ada beberapa band yang dituntut secara hukum karena mengajak penikmatnya untuk bunuh diri. Ini menunjukkan musik tidak bisa dilepaskan dari muatan isi lirik yang sarat ideologi yang diemban si pemusik.

Musik tidak bisa dihindari dari kehidupan kita. Bagi kubu penggemar fanatik, berburu tiket mahal sampai berebut dengan tagline “War Ticket”. Ini karena musik bagian dari hiburan (entertainment). Seperti nonton bola, lihat film, dan lain-lain. Hiburan tidak berbahaya jika sebatas porsi kecil. Tapi faktanya hiburan saat ini sudah diposisikan sebagai sesembahan, seperti orang i’tikaf ( dengan sikap penikmatnya berdiam saja walau apapun yang terjadi dan jika diganggu marah).

Melihat konser bukanlah kebutuhan asasiyah (primer) bagi manusia. Dengan diadakan konser bertiket mahal ink justru membuktikan matinya empati penyelenggara dan penikmat konser akan problem kehidupan masyarakat hari ini. Seperti problem kemiskinan, stunting (gangguan pertumbuhan anak akibat kurang gizi sebagai dampak kemiskinan), pengangguran, dan sejumlah problem lainnya. Ini juga menunjukkan tingginya kesenjangan sosial di negeri ini.

Dunia yang semakin mengglobal dengan satu orang bisa mendapat akses ribuan channel dengan gawai di tangannya, maka tantangannya adalah sejauh mana bagi orang tua untuk menjalin komunikasi dengan anak-anaknya dengan menggunakan “standar” apa. Dan lingkungan, terdiri dari sekolah dan circle pertemanannya, harus menggunakan standar akidah Islam. Ini demi menggempur standar sekuler kapitalistik, yang apa pun akan dikomersilkan untuk meraih keuntungan sebanyak mungkin; termasuk industri musik liberal. Sehingga ini akan diproduksi terus walau keberadaannya akan merusak moral masyarakat atau ada unsur keharaman di dalamnya.

Yang juga dikritisi pada Coldplay ada pada atraksinya yang cenderung mendukung LGBT, baik pakaian atau pengibaran bendera pelangi yang identik dengan LGBT. LGBT merupakan nilai liberal dari sistem sekular kapitalistik, yang diusung bukan hanya Coldplay, bahkan oleh hampir 90% musisi dunia dan multinasional corporate seperti Starbuck, Coca Cola, dan lain-lain.

Fu (dunia hiburan termasuk industri musik), Food (dunia kuliner dan tren makanan global), dan Fashion (dunia tren busana ala barat); menjadi alat jajahan ala sekuler kapitalisme barat yang efektif untuk menyebarkan nilai liberal, termasuk LGBT di dalamnya. Sehingga saat ini risalah ilahiyah berhadapan dengan nilai materialisme global. Makanya kita sebagai muslim tidak boleh diam dengan fenomena yang membahayakan akidah umat ini. Harus melakukan gerakan dakwah menyebar dakwah Islam, walau terdengar sumbang. Saat gegap gempitanya dan euphoria sambutan terhadap Coldplay, ada satu ormas Islam PA 212 yang menyerukan larangan terhadap datangnya Coldplay karena mendukung LGBT, malah terdengar ‘sumbang’. Maka penting menanamkan maqayis (standar hidup), mafahim (pemahaman hidup) dan qanaat (ketundukan yang sempurna) melalui dakwah; sehingga memandang hiburan’proporsional’ sebagai hiburan sesaat dan netral (tidak mengemban ideologi yang bertentang dengan Islam), yang justru memperkuat keimanan. Sehingga fokus utama umat akan melihat dirinya secara “holistik”. Bahwa dirinya hadir hanya untuk ibadah pada-Nya, maka janganlah hidup jangan melenceng dari fokus utama ini dengan ber-Islam kafah dalam bingkai Khilafah.

Dalam paradigma Islam, Khilafah dalam melayani rakyatnya adalah paradigma “Riayah” atau mengurus urusan umat. Khilafah akan memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya; yaitu kebutuhan sandang, pangan dan papan dengan berbagai mekanisme. Khilafah akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi yang mampu bekerja. Sedangkan bagi yang lemah dan terkendala fisik, negara akan memberikan santunan.

Adapun kebutuhan akan layanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan fasilitas publik; Khilafah akan memenuhi semua itu dengan standar pelayanan terbaik, cepat, mudah, profesional, serta gratis. Bahkan tidak hanya kebutuhan asasi, negara juga akan memudahkan rakyatnya memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Hal ini untuk meningkatkan kualitas hidup rakyatnya sebagai “Khairu Ummah” (umat terbaik), sehingga berhak mendapatkan pelayanan kualitas terbaik.

Sedangkan pemenuhan kebutuhan tersier dan sekunder yang dimaksud tetap dibatasi Syariat. Khilafah tidak akan membiarkan barang haram beredar di masyarakat. Meskipun hal tersebut mendatangkan keuntungan bagi negara, sebab negara yang bersandar pada akidah Islam sangat memahami bahwa keharaman hanya menjauhkan hidup dari keberkahan.

Pelaksanaan hidup dalam Khilafah juga akan melahirkan generasi bervisi dunia sekaligus akhirat. Mereka akan menjadi individu masyarakat yang memahami bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan dan sebagai ladang mengumpulkan bekal untuk kebahagiaan akhirat. Maka lahirlah sosok-sosok individu bertakwa yang menyibukkan diri dalam amal shalih, bukan sibuk menikmati hidup dengan berbagai kemaksiatan. Mereka juga akan memahami skala prioritas amal dan memiliko empati tinggi atas nasib sesama. Sebab Rasulullah saw pernah bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR Ahmad).

Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang memuliakan manusia, sekaligus akan membangun peradaban mulia di bawah institusi Khilafah Islamiyah.

Wallahu’alam Bishshawab

Catatan Kaki :
(1) https://money.kompas.com/read/2023/05/12/080620926/mendadak-gempar-konser-coldplay-di-indonesia-antusiasme-masyarakat-berburu?page=all
(2) https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20230511113429-227-948174/daftar-harga-tiket-dan-layout-konser-coldplay-jakarta-resmi-dirilis
(3) https://www.beritasatu.com/lifestyle/1044269/tolak-konser-coldplay-alumni-212-ancam-gelar-aksi-besar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 48

Comment here