Opini

Jiwasraya, Perampokan Ribawi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Syanum (Anggota Komunitas Setajam Pena)

Wacana-edukasi.com — Deretan masalah skandal keuangan terus mendera negeri ini. Rakyat terus menjadi saksi entah berapa banyak lagi utang yang tak pernah dirasa tetapi harus dibayar sampai ke anak cucu.

Sudah sejak lama adanya megaskandal asuransi Jiwasraya sebagai kecolongan keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia, yang merugikan negara dan masyarakat.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Pemerintah bakal menyuntikkan dana senilai total Rp22 trilliun untuk penyelamatan PT Asuransi Jiwarasya (Persero) mulai tahun depan. Dana tersebut akan disuntikkan melalui Pernyataan Modal Negara (PMN) secara bertahap, pada 2021 akan diberikan PMN senilai Rp12 triliun dan Rp10 triliun pada tahun berikutnya.

Hal ini diputuskan dalam rapat panitia kerja antara Komisi VI DPR RI dengan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), manajemen Jiwasraya dan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia ( BPUI ).

Dana ini akan digunakan untuk penyetoran modal pembentukan perusahaan baru yakni IFG Life yang berada dibawah holding asuransi BUMN, yakni BPUI. Perusahaan ini nantinya akan digunakan untuk menampung seluruh nasabah Jiwasraya yang telah direstrukturisasi polisnya, baik itu nasabah tradisional dan saving plan.

“Dalam usaha melaksanakan resktrukturisasi tersebut akan diberikan penambahan modal kepada BPUI sebesar yang diajukan akan dibahas, Rp12 triliun pada tahun anggaran 2021, untuk tahap pertama. Kemudian Rp10 triliun pada tahun 2022,” kata Arya Bima, Ketua Rapat Panja Asuransi Jiwasraya, di kawasan DPR RI, Kamis (1/10/2020).

Dilansir dari  KOMPAS.com. koordinasi Komite Sosial Ekonomi Koalisi Aksi Menyelamatka Indonesia (KAMI) Said Didu menanyakan bahwa pihaknya menolak suntikan modal untuk PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Menurut dia, suntikan modal itu berasal dari uang rakyat dan sebaiknya digunakan untuk kepentingan yang mendesak.

“KAMI menolak secara tegas penggunaan uang rakyat untuk menutupi kerugian PT Jiwasraya,” ujar Said dalam keterangan tertulis, Sabtu(3/10/2020).

Menilik sejarah, jenis asuransi yang pertama kali muncul adalah asuransi pelayaran (maritime). Saat itu dipraktikan oleh kaum Babilonia dengan nama akad pinjam meminjam di atas kapal. Jika seseorang pedagang menerima pinjaman untuk mendanai pengirimannya, ia akan membayar jumlah tambahan kepada pemberi pinjaman sebagai imbalan atas jaminan pemberi pinjaman untuk membatalkan pinjaman jika kiriman dicuri atau hilang di laut (Wikipedia).

Seiring perkembangan zaman, bentuk asuransi pun kian berkembang. Utamanya sejak ideologi kapitalisme berdaulat, karena senafas dengan asas manfaat yang dianut. Ambisi mengejar keuntungan membuat para kapitalis sampai berfikir untuk memanfaatkan musibah yang menimpa seseorang. Bahkan perbuatan mengeksploitasi rasa cemas masyarakat akan masa depan, tak segan dilakukan.

Sedangkan dalam Islam sudah jelas bahwa asuransi itu haram dikarenakan akad yang terjadi didalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan. Dimana akad itu tidak ada kejelasan, kapan nasabah akan menerima timbal balik berupa klaim. Dan juga asuransi didalamnya terdapat riba. Karena apabila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau kepada ahli warisnya uang yang disepakati dalam jumlah yang besar dari nominal premi yang diterima.

Alih-alih penyuntikan dana untuk mengatasi resesi itu hanyalah ruh dari sistem ekonomi kapitalisme dimana sistem riba sebagai keuntungan atas penjualan uang. Karena bagi kapitalis uang bukan hanya bernilai sebagai alat tukar tetapi merupakan komoditas. Riba sesungguhnya adalah sebuah mekanisme dimana satu pihak menjadi kaya raya sedangkan pihak lain menjadi semakin miskin dan terpuruk.

Sungguh kondisi saat ini sangat memprihatinkan. Dampak kapitalisme lambat dan pasti menggiring kita menempatkan halal dan haram di urutan ke sekian. Jauh dari itu Rasulullah saw. telah mengingatkan, “Akan datang pada manusia suatu zaman, ketika seseorang tidak peduli akan apa yang dia ambil, apakah dari halal ataukah dari yang haram.” (HR Bukhari dan Muslim).

Absennya negara dalam pemeliharaan urusan umat membuat sengkarut persoalan ekonomi mengemuka. Sebagaimana yang menjadi ciri utama ideologi kapitalisme.

Terbayang jika beralih pada Islam, sebab Islam mewajibkan negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok tiap-tiap individu rakyat. Meliputi pangan, sandang, dan tempat tinggal, seraya kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Dengan demikian asuransi bakal kehilangan urgensinya. Bahkan tak dirasakan perlu sama sekali, karena pemenuhan pendidikan dan pelayanan kesehatan diberikan negara melalui pemimpinnya, khalifah. Menerapkan syariat Islam secara kaffah dan membuang kapitalis adalah solusi untuk segala permasalahan yang memberikan kebaikan, juga mendatangkan keridaan-Nya.
Wallahu a’lam bish-showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here