Opini

Bilang Benci Produk Asing, Kok Impor Lagi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Diyaa Aaisyah Salmaa

(Mahasiswa MM UMY)

wacana-edukasi.com, Muncul ajakan untuk mencintai produk negeri disertai membenci produk asing digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Produk dalam negeri gaungkan, gaungkan juga benci produk-produk luar negeri, bukan hanya cinta tapi benci. Cinta barang kita, benci produk luar negeri. Sehingga betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal untuk produk-produk Indonesia,” begitulah kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kemendag secara virtual, Kamis (4/3).

Jokowi meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk serius dalam mengemban pengembangan produk-produk lokal. Hal ini ditujukan agar masyarakat menjadi konsumen yang loyal pada produk-produk dalam negeri, Indonesia. Jokowi menambahkan, jika perlu dibarengi dengan semboyan benci produk asing.

Selanjutnya, Jokowi mengatakan bahwa pencitraan produk lokal sangat diperlukan. Pencitraan produk harus melekat dengan baik dalam pikiran masyarakat Indonesia agar lebih mencintai dan memilih produk dalam negeri daripada produk asing. Hal ini sangat penting mengingat penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 270 juta jiwa. Jumlah ini berpotensi besar untuk menjadi pasar yang menjanjikan bagi produsen produk dalam negeri.

Jokowi menambahkan, lokasi strategis untuk menampilkan produk,di mall atau pasar, perlu diberikan kepada produk dalam negeri. Sedangkan untuk produk asing perlu digeser ke tempat yang tidak strategis.
Selain menggaungkan cintai produk negeri dan benci produk asing, Jokowi mengajak para pelaku UMKM dibantu agar dapat menggenjot ekspor untuk merambah pangsa pasar hingga ke luar negeri. “Saat ini 90 persen pelaku ekspor adalah UMKM, namun kontribusinya hanya 13 persen. Artinya kapasitasnya perlu ditambah, perlu diperbesar,” tutur Jokowi.
Impor Beras 1 Juta Ton saat panen raya.

Pemerintah akan melaukan impor beras sebanyak 1 juta-1,5 juta ton dalam waktu dekat ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk menjaga ketersediaan beras di dalam negeri agar harganya tetap terkendali.

“Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta -1,5 juta ton,” ujarnya dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3).

Hal tersebut memicu kekecewaan di kalangan petani lantaran impor beras sebanyak 1-1,5 juta ton di tengah panen raya akan menyebabkan harga gabah anjlok. Padahal, harga gabah petani sudah di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), seperti di Blora hanya Rp3.300 per kilogram (kg), di Kendal Rp3.600 per kg dan di Ngawi Rp3.400 per kg. Sedangkan berdasarkan Permendag Nomor 24 Tahun 2020, seharusnya HPP untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.200 per kg,(liputan6.com).

Ditambah lagi Indonesia juga masih memiliki simpanan sisa beras dari tahun 2020 sebanyak 6,74 juta ton yang dilimpahkan ke 2021. Angka itu muncul karena menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), kebutuhan beras 2020 hanya 30,08 juta ton sementara pasokan mencapai 37,53 juta ton, (tirto.id).

Impor, Tepatkah?

Impor seolah-olah menjadi “obat mujarab” untuk mengatasi ketimpangan pasokan dalam negeri. Namun jika diperhatikan baik-baik, tatkala impor menjadi pilihan untuk menjadi solusi, ada harga mahal yang perlu dibayar yaitu matinya produsen dalam negeri dan lemahnya negara untuk berdikari.
Impor nampak menjadi siklus rutin yang tak terlihat ujungnya. Bukan tanpa sebab, hal ini sebenarnya buah dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme menyebabkan negeri tak dapat mandiri walaupun memiliki sumber daya yang berlimpah, dan inilah permasalahan inti yang dihadapi negara.

Dalam Islam, permasalah utama ekonomi adalah manajemen distribusi di tengah masyarakat. Persoalan kekurangan dan kelebihan pasokan bisa di atasi dengan mengatur kembali manajemen rantai pasokan yang ada disertai dengan manajemen penunjang lain. Bagaimana produsen dapat meningkatkan hasil produksi dalam negeri dengan maksimal dan kualitas baik, bagaimana pasokan yang diterima dari produsen secara tepat sasaran terdistribusi dengan baik di tengah masyarakat, bagaimana harga jual produsen dapat memberikan kesejahteraan, dll. Jika manajemen Islam ini diterapkan dengan baik, maka solusi yang ada tidak melulu soal impor dan kedepannya membuka peluang bangsa dan negara untuk dapat berdikari dalam mengatur ekonominya. Sehingga benarlah firman Allah SWT dalam QS. al-Anbiya’ (21 : 107), mengenai Islam sebagai rahmatan lil alamin.
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Terjemahan:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam semesta) memberikan rahmat tidak terkhusus hanya untuk pemeluknya, melainkan kepada seluruh manusia pada khususnya dan seluruh semesta pada umumnya. Namun, manajemen Islam sebagai bagian Islam rahmatan lil alamin memerlukan sistem yang mendukung konsep tersebut. Dimana sistem tersebut bukanlah sistem kapitalisme-sekuler.

Wallahu a’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 3

Comment here