Surat Pembaca

Bahagia yang Subjektif

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com—Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan Indeks Kebahagiaan 2021. Tingkat kebahagiaan penduduk Indonesia 2021 diukur berdasarkan tiga dimensi, yakni kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia). Indeks Kebahagiaan di Indonesia tahun ini mengalami peningkatan 0,8 poin menjadi 21,79 dibandingkan 2017 pada angka 70,69 (pontianak.tribunnews.com, 02/01/22).

Indeks Kebahagiaan Kalbar berjumlah 72,49 atau pada peringkat 17. Maluku Utara “negeri Rempah-rempah” masih menjadi provinsi paling bahagia dengan nilai 76,34. Tak ada satu pun provinsi di Pulau Jawa yang masuk dalam 10 besar daerah paling bahagia. Banten menjadi provinsi dengan skor Indeks Kebahagiaan terendah, yaitu 68,08, sedangkan DKI Jakarta menempati peringkat 8 terbawah dengan skor 70,58.

Indeks Kebahagiaan itu bersifat politis. Pemerintah berkepentingan agar indeks tingkat kebahagiaan rakyat mencapai nilai optimal. Itulah tugas pemerintah yang selanjutnya dari indeks tersebut, seharusnya melancarkan kebijakan mempertimbangkan nilai dari tiap-tiap item penyusunan indeks. Pada daerah yang nilai kebahagiaan rendah dikarenakan kesehatan masih rendah misalkan, maka kesanalah program-program pembangunan kesehatan harus dievaluasi dan dilaksanakan sesuai indikator keberhasilannya.

Namun kita harus tahu bahwa teori dalam mengukur indeks kebahagiaan ini adalah ala pemikiran asing yang materialistis. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pertama kali membangun suatu pengukuran kesejahteraan subjektif (subjective well-being). Memang tidak sekaku Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) OECD menangkap kebahagian penduduk pada negara keanggotaannya dengan indikator yang katanya lebih hidup yakni life evaluation (evaluasi hidup), affect (perasaan), dan eudemonia (makna hidup). Hal ini menunjukkan justru kian subjektif lagi dimensi ini.

Dalam Islam, paradigma penguasa melayani (ri’ayah) rakyat, itu harga mati. Semakin terlayani dengan baik, tentu rakyat bahagia. Negara memenuhi kebutuhan asasi (primer) rakyat dan memudahkan rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Pelayanan cepat, profesional, mudah dan murah pada pemenuhan kebutuhan pendidikan. Kesehatan, keterampilan, pekerjaan/usaha untuk pendapatan rumah tangga, rumah dan fasilitas rumah, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, lingkungan dan kondisi yang aman.

Negara wajib mengelola sumber utama APBN untuk memenuhi hajat hidup rakyatnya. Terlarang bagi negara menyerahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam milik umum kepada swasta, baik lokal apalagi asing. Kesejahteraan bukan barang mahal milik segelintir orang yang memiliki modal dan kemampuan bersaing secara ekonomi saja. Akan tetapi, kesejahteraan adalah milik semua warga negara tanpa diskriminasi.

Zawanah FN
Pontianak-Kalimantan Barat

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 15

Comment here