Opini

Angka Putus Kuliah Meningkat, Adakah Solusinya?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ajeng E Sukarningtyas

wacana-edukasi.com — Pandemi Covid-19 belum juga berakhir, beberapa sektor mengalami keterpurukan akibat dari pandemi ini. Tidak hanya di bidang kesehatan, dibidang ekonomi dan pendidikan juga mengalami dampak dari pandemi ini. Termasuk diantaranya semakin meningkatnya angka mahasiswa yang putus kuliah.

Di masa pandemi Covid-19 ini, lebih dari setengah juta mahasiswa putus kuliah dan rata-rata ada di perguruan tinggi swasta (PTS). Informasi ini disampaikan Kepala Lembaga Beasiswa Baznas, Sri Nurhidayah. Mengutip data dari Kemendikbudristek, Sri mengatakan sepanjang tahun lalu angka putus kuliah di Indonesia mencapai 602.208 orang. “Kita tahu kondisi saat ini bagaimana krisis pandemi Covid-19 menyebabkan angka putus kuliah naik tajam,” Katanya (JawaPos.com,16/08/21).

Dilansir dari Media Jabodetabek.com, BEM Universitas Indonesia juga melakukan survei terkait mahasiswa putus kuliah. 72% dari 3.321 mahasiswa ternyata mengaku kesulitan membayar biaya kuliah. (21/08/21).

Mahasiswa yang menghadapi ancaman putus kuliah, Disebabkan biaya kuliah yang mahal. Selain itu, ditambah kondisi pandemi saat ini yang menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran dan juga adanya PPKM sehingga pendapatan orang tua mereka menurun. Akibatnya, banyak mahasiswa yang tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal ( UKT) atau biaya kuliah lainnya.

Selain kendala ekonomi, dunia pendidikan juga mengalami perubahan pola pembelajaran. Proses belajar dan perkuliahan yang biasa dilakukan secara langsung di kampus kini berubah pelaksanaannya dengan cara virtual jarak jauh. Proses seperti ini dinilai mahasiswa kurang efektif, sehingga mengakibatkan minat perkuliahan menurun.

Selain mahalnya biaya kuliah, harus menambah pula fasilitas dan alat yang memadai serta harus terpenuhinya kuota internet dan _signal_ yang baik. Inilah kendala bagi mahasiswa, karena masih banyak mahasiswa yang tidak bisa memenuhi fasilitas dan tidak mampu membeli kuota internet serta sulitnya mencari _signal_ yang baik.

Meskipun pola pembelajaran mengalami perubahan dimana mahasiswa melaksanakan perkuliahannya dari rumah, tetapi jumlah UKT yang harus dibayar tidak mengalami perubahan. Sehingga mahasiswa memilih untuk menunda kuliah sampai pandemi ini berakhir.

Tingginya angka mahasiswa putus kuliah dipengaruhi juga oleh kebijakan sejak awal munculnya pandemi. Awal munculnya pandemi pemerintah kurang merespon protes mahasiswa mengenai UKT, karena disaat pandemi masih dibebani uang kuliah. Pemerintah akhirnya memberikan kebijakan, salah satunya dengan memberikan bantuan melalui Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Tetapi pelaksanaannya diserahkan kepada institusi kampus masing-masing, yang tentunya kesiapannya berbeda-beda. Kebijakan ini dianggap masyarakat belum memuaskan.

Inilah yang terjadi pada sistem kapitalisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Dimana rakyat harus mengurusi sendiri urusannya dan membeli dengan harga mahal layanan pendidikan, kesehatan bahkan keamanan. Berbeda jauh dengan sistem Islam, negara merupakan pelindung dan pengurus rakyatnya.

Di dalam Islam, fungsi negara adalah menjaga dan mengurus rakyatnya. Kesehatan, pendidikan dan keamanan merupakan kebutuhan dasar rakyatnya yang harus dipenuhi oleh negara dengan sebaik-baiknya. Maka negara wajib memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya tanpa kecuali, karena kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Dalam hadits shohih disebutkan, dari Abdilah Nabi Muhammad Saw. Bersabda,

setiap kalian adalah pemimpin (pengurus) dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Maka seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban.”(HR. Al- Bukhari no. 4789)

Dengan demikian, para pemimpin dalam Islam sangat memahami bahwa kepemimpinannya akan dihisab di akhirat kelak. Sehingga akan sangat takut jika hak-hak rakyatnya tidak terpenuhi. Maka dukungan negara dalam sistem pendidikan akan diberikan secara maksimal. Salah satunya dalam mewujudkan layanan pendidikan secara gratis dan berkelas bagi seluruh rakyatnya.

Terbukti selama 13 abad, pendidikan Islam merupakan pilar peradaban cemerlang yang diakui dan sebagai pusat pendidikan di dunia. Dengan diterapkan sistem Islamlah peradaban cemerlang itu bisa terwujud. Adapun akidah dan syariah sebagai landasan dan tuntunan untuk penyelenggaraan pendidikan, bukan sistem sekuler kapitalis yang tak kenal halal dan haram.

Negara juga memiliki sistem ekonomi dan sistem keuangan yang dikelola dengan baik, karena berbasis pada sistem ekonomi Islam. Sehingga ekonomi dan keuangan semakin kuat, sebagai modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Diantaranya dengan menggratiskan semua layanan publik dengan layanan yang maksimal. Bahkan untuk para pendidik diberikan gaji dan jaminan fasilitas, pelajar pun akan diberikan uang saku, dukungan sarana pendidikan, laboratorium beserta alatnya, perpustakaan, serta membiayai penelitian-penelian yang tentunya bermanfaat untuk rakyat.

Itulah sistem Islam yang akan menjadi solusi pada setiap permasalahan rakyatnya terkhusus dalam pendidikan. Dimana rakyat akan tetap melanjutkan pendidikannya walaupun ditengah pandemi. Sehingga generasi intelektual masa depan akan tetap terjaga dengan baik. Wallahualam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 45

Comment here