Wacana-edukasi.com, SURATPEMBACA–Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Syahdiantono menyampaikan sepanjang Januari-oktober 2025 sebanyak 150 anak terlibat kasus narkoba. Adapun total tersangka kasus narkoba dalam periode tersebut mencapai 51.763 orang. Mereka terdiri dari warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA). WNI 51.606 dan WNA 157. WNI kita golongkan lagi, ada yang dewasa 51.456 orang, yang anak-anak ada 150 anak”. Dikutip Kompas.com (22/10/2025).
Banyaknya anak terlibat kasus narkoba memperlihatkan betapa lengkap dan sistemiknya persoalan narkotika di negeri ini. Narkoba sudah sedemikian menggurita hingga melibatkan anak-anak yang dianggap mudah lolos dari jerat hukum. Fenomena ini bukan sekadar persoalan hukum atau moral individu, melainkan cermin kegagalan sistemik dalam upaya melindungi generasi muda.
Dalam sistem Kapitalisme, landasan kehidupan diukur dengan keuntungan dan kesenangan duniawi. Bisnis haram seperti narkoba pun tumbuh subur karena prinsip ekonomi yang menghalalkan segala cara demi profit. Ketika ketakwaan melemah dan tekanan ekonomi kian berat, sebagian orang terjerumus menjadi bagian dari jaringan peredaran gelap, bahkan menyeret anak-anak ke dalamnya. Hal ini menjadi bukti gagalnya negara dalam membentuk kepribadian mulia warga negaranya, hingga mudah terjerumus pada kemaksiatan.
Negara yang seharusnya berperan sebagai pengurus urusan rakyat, justru hanya berfungsi sebagai regulator bukan melindungi warganya. Kebijakan yang dibuat bersifat administratif dan reaktif ketimbang solutif dan preventif. Lemahnya sanksi hukum tidak menimbulkan efek jera. Sementara penjara malah menjadi ladang baru peredaran narkoba.
Ironisnya, tidak sedikit kasus narkoba justru melibatkan oknum aparat sendiri, menandakan tidak adanya keseriusan memutus rantai peredaran narkoba hingga ke akarnya. Regulasi yang ada memberi celah bagi pelaku anak-anak untuk lolos dari hukuman berat, seolah menormalisasi keterlibatan mereka dalam kejahatan ini.
Walhasil, persoalan narkoba tidak akan tuntas selama negara masih memandang urusan rakyat sebatas bidang yang diatur, bukan dijaga dan diurus secara menyeluruh berdasarkan hukum yang menjanjikan perlindungan. Semua ini menampakkan bahwa akar problem narkoba bukan sekadar lemahnya penegakan hukum, tetapi juga gagalnya sistem sekuler dalam memelihara moral dan melindungi akal manusia sebagai fitrah yang seharusnya dipelihara.
Dalam pandangan Islam narkoba termasuk benda haram karena dapat merusak akal, tubuh, dan jiwa manusia. Segala bentuk aktivitas berkaitan dengan narkoba mengkonsumsi, memperdagangkan maupun memfasilitasi peredarannya dihukumi haram. Islam menempatkan akal sebagai salah satu lima maqashid syariah (tujuan utama syariat) yang harus dipelihara. Rasulullah Saw bersabda “Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram” (HR.Muslim)
Dengan demikian semua zat yang memabukkan atau menghilangkan kesadaran termasuk narkoba jelas dilarang keras dalam Islam.
Dalam sistem Islam (Khilafah), negara memiliki tanggung jawab dalam melindungi generasi dari bahaya narkoba melalui pencegahan total produksi, distribusi, dan konsumsi barang haram tersebut. Tidak ada toleransi terhadap siapa pun yang terlibat, bahkan jika pelakunya aparat negara. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu sebagaimana sabda Rasulullah Saw “Demi Allah, seandainya, Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya” ( HR. Bukhari dan Muslim)
Sanksi tegas diterapkan bagi pemakai, penjual, pengedar, maupun pihak yang menampung keuntungan dari bisnis narkoba. Pemakai akan dikenai ta’zit sesuai kadar kejahatannya. Dengan tujuan memberi efek jera bagi pelaku, menghapus dosa pelaku, hingga memelihara kesucian rakyat dari kemaksiatan.
Dalam aspek ekonomi, sistem Islam menjamin kesejahteraan setiap individu dengan mekanisme distribusi yang adil, sehingga tidak ada alasan ekonomi mendorong seseorang terjerumus ke dalam peredaran atau penyalahgunaan narkoba. Negara memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi dan sumber daya alam dikelola oleh negara untuk kemaslahatan seluruh rakyat. Sementara pendidikan Islam membentuk kepribadian Islam menjauhkan manusia dari kemaksiatan karena dorongan iman dan takwa kepada Allah, bukan sekadar takut hukuman.
Adapun para pejabat dan penegakan hukum dalam sistem Islam adalah pribadi yang amanah dan sadar bahwa jabatan adalah amanah besar dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Rasulullah Saw bersabda “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” ( HR.Al-Bukhari dan Muslim).
Dengan penerapan hukum Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah, masyarakat tidak hanya terlindungi dari bahaya narkoba tetapi juga dibentengi dengan ketakwaan, sistem ekonomi yang adil dan kepemimpinan yang amanah. Semua ini umat hidup bersih, bermartabat, dan selamat dari kehancuran moral yang kini banyak menimpa dunia modern.
Eva Ariska Mansur
Aceh Barat Daya, Aceh
Views: 1


Comment here