Opini

Tawuran Antar Pelajar Berulang, Butuh Solusi Cemerlang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Reni Adelina

(Kontributor Media)

wacana-edukasi.com–Pendidikan adalah aspek terpenting dalam kehidupan. Majunya suatu bangsa dapat terlihat salah satunya dari sistem pendidikannya. Pendidikan tidak hanya bersifat formal di sekolah. Pendidikan non formal juga bisa di dapat dari rumah, madrasah, dan lingkungan. Tujuan dari pendidikan tidak lain adalah mewujudkan para generasi yang berakhlak mulia, beriman dan berilmu. Namun sayangnya, potret buram pendidikan saat ini semakin tersaji di depan mata. Konflik sosial remaja seperti tawuran kembali berulang.

Melansir dari laman detik.com (27/2/2022), Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Depok kembali menangkap tujuh anak muda yang hendak tawuran. Para remaja tersebut diketahui tengah melakukan siaran langsung di media sosialnya untuk mencari lawan tawuran.

Kasus yang sama kembali terjadi di Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Polres Semarang mengamankan delapan siswa SMP beserta sejumlah senjata tajam yang aman mereka pakai untuk tawuran.

Akar Permasalahan Sistem Pendidikan Saat Ini

Jika tawuran sudah sering terjadi, fenomena seperti ini bukan lagi kebetulan, melainkan terdapat kesalahan mendasar atau sistematis yang menyebabkan terkikisnya akhlak generasi saat ini.

Menurut catatan KPAI terdapat 17 kasus kekerasan melibatkan peserta didik dan pendidik. Kasus yang terbanyak ialah tawuran antar pelajar. Bukan hanya kasus tawuran, remaja saat ini terlibat narkoba, miras hingga pergaulan bebas. Ini merupakan kegagalan dari sistem pendidikan sekuler. Yakni sebuah sistem pendidikan yang memisahkan agama dari kehidupan.

Sebenarnya, terdapat dua aturan yang memberi panduan pencegahan dan penanganan tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan; serta adanya peraturan Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Pada tahun 2021 yang lalu, pemerintah juga membentuk sebuah Kelompok Kerja (Pokja) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan yang diresmikan pada 20/12/2021. Namun, regulasi tersebut tidak cukup menangkal kenakalan remaja yang kian hari sangat meresahkan.

Kasus tawuran antar pelajar biasanya dimulai dari hal sepele, seperti saling mengolok, adu mulut, unjuk kekuatan satu sama lain hingga masalah pacaran. Dari konflik kecil ini, kemudian membesar hingga menimbulkan ketegangan kelompok. Emosi yang labil membuat para remaja berpikir pintas.

Melihat fenomena ini, menjadi catatan besar bagi kita. Apa yang sesungguhnya terjadi pada remaja saat ini? Begitu rapuhnya moral dan akhlak. Padahal sudah berulang kali ganti kurikulum, materi, teknologi, namun nyatanya tidak kunjung mengalami perubahan yang berarti.

Butuh Koreksi, Butuh Solusi

Tawuran antar pelajar sudah tentu ada sebab dan akibatnya. Jika dicermati, penyebabnya bisa dari dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal atau faktor dari dalam diri adalah hilangnya jati diri atau identitas islami dari diri remaja. Terkhususnya para generasi Islam saat ini. Sistem kehidupan sekuler sekarang mengikis identitas remaja jauh dari agama. Remaja hari ini tidak sedikit yang memandang kehidupan hanya sekadar tempat bersenang-senang dan bersikap hedonisme. Sekularisasi menjauhkan remaja dari aturan agama dan ilahi. Jiwa remaja terombang-ambing dan rentan bermaksiat.

Akidah sekuler mampu membius dan meracuni generasi muda saat ini. Tidak heran yang dikejar hanya eksistensi, kepuasan materi, namun jiwanya kosong dengan nilai-nilai Islam. Jiwa-jiwa kosong ini menghasilkan remaja yang mudah tersinggung, gundah gulana, hingga merasa insecure.

Adapun faktor eksternal dapat dilihat dari peran keluarga, lingkungan dan negara. Faktor keluarga dapat dilihat dari cara orang tua mendidik anak-anak mereka. Jika cara mendidiknya dengan nilai-nilai sekuler-kapitalistik, sudah tentu orientasi kesuksesan hanya pada duniawi dan materi.

Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Lingkungan yang baik mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak. Jika lingkungan berorientasi pada agama, maka anak-anak akan terdidik dengan Islami dan mengutamakan akhirat. Namun, jika lingkungan tempat tinggal adalah sekuler, maka nilai-nilai Islam bukan menjadi standar baik buruknya perbuatannya.

Begitu pun dengan peran Negara. Di mana Negara juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan generasi emas yang gemilang. Salah satu hal yang paling ringan adalah menyaring dan mencegah tontonan yang tidak mendidik. Banyak konten porno dan tayangan unfaedah selalu bermunculan sehingga mengajarkan nilai-nilai sekuler-liberal. Memberikan aturan terpisah antara remaja laki-laki dan perempuan.

Maka dari itu negeri ini harus benar-benar mengevaluasi, mengoreksi, serta merevolusi secara total sistem pendidikan saat ini agar tawuran atau pun seluruh problematika remaja dapat terselesaikan secara tuntas.

Sejatinya, pendidikan berbasis sistem Islam, tidak terlepas dari paradigma Islam. Menjadikan pemikiran bersandar pada akidah Islam dan tauhid. Pendidikan dalam Islam merupakan upaya sadar sebagai hamba kepada Allah Swt., dan insan yang seluruh hidupnya untuk kebaikan umat. Tidak serta merta mengejar titel semata, materi dan popularitas.

Pendidikan Berbasis Sistem Islam dengan asas akidah Islam berpengaruh dalam penyusunan kurikulum, kualifikasi guru, budaya, dan pergaulan atau interaksi antara semua komponen penyelenggara pendidikan.

Tentunya pendidikan ini dapat dimulai dari dalam rumah, yakni peran orang tua sebagai pondasi awal lahirnya generasi unggul. Keluarga adalah madrasah ula bagi anak-anak. Lalu di susul peran masyarakat, yang taat dan beramar makruf nahi mungkar. Maka dalam hal ini butuhnya gerakan dakwah yang menyadarkan masyarakat bahwa sistem Islam adalah kebaikan untuk semua umat.

Peran negara juga mengawasi dan memberikan fasiltas yang memadai secara merata dalam dunia pendidikan. Tidak serta merta hanya nilai di atas kertas, melainkan butuhnya pengawasan yang super ketat agar remaja tidak lagi berperilaku maksiat.

Ya, sudah saatnya kita mengoreksi total bahwa sistem pendidikan sekuler hari ini tak mampu mengubah generasi remaja saat ini ke arah yang lebih baik. Sejatinya sistem pendidikan tidak boleh terlepas dari peran agama. Sudah saatnya lah kita butuh sistem Islam agar remaja hari ini tumbuh menjadi remaja yang gemilang. Tidakkah kita ingin menjadikan Islam sebagai solusi dan sistem kehidupan?

Wallahua’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 728

Comment here