Opini

Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Kontributor Media dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Hadis dari jalur Mu’awiyah bin Jahimah. Suatu ketika dia mendatangi Rasul dan bertanya, ”Wahai Rasulullah aku hendak berperang, namun aku datang untuk berkonsultasi. ‘Apakah kamu memiliki ibu?’ tanya Rasul. Sahabat tadi menjawab, ‘Punya.’ Rasul bersabda: ‘Berbaktilah kepadanya, karena surga itu di bawah kakinya (fainnal jannata tahta rijliha).” (HR. Imam Ahmad)

Selalu ada berita yang mencengangkan, menambah potret buram penerapan demokrasi di negeri ini. Masalah di berbagai bidang, termasuk akhlak atau adab di keluarga terutama pada seorang ibu. Dilansir dari Tribunnews.com, seorang anak di NTB melaporkan ibunya ke polisi. Alasannya, hanya karena masalah motor yang bermula dari harta warisan sang ayah (29/6/20).

Sudah sedemikian gelapkah hati seorang anak hingga tega melaporkan ibunya ke polisi. Permasalahan sepele dari harta warisan yang nilainya tak seberapa dibanding yang diperoleh sang anak. Sistem yang diterapkan saat ini membuat hubungan anak dan ibu sebatas materi. Bukan hubungan darah yang penuh kasih sayang. Seperti sang ibu yang menyayangi buah hatinya sejak dalam kandungan hingga besar.

Padahal, jika mau hitung-hitungan tentu anak punya utang sangat besar yang tak akan pernah mampu membayar pada ibunya. Berapa biaya menjaga kandungan, melahirkan, tetesan air susu selama 2 tahun, merawat, mengasuh, membeli perlengkapan dan baju, membeli susu, memberi makan, membesarkan, menyekolahkan bahkan ada yang bisa sampai tingkat kuliah. Kasih sayangnya tanpa batas, sang ibu rela mengorbankan nyawanya sekalipun saat melahirkan sang buah hati.

Dari waktu ke watu merawat anaknya, sejak melahirkan mengganti popoknya setiap hari tak terhitung. Tetesan keringat tanda kelelahan, matanya yang pucat karena kurang tidur. Badannya yang kurus karena mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri di samping mengasuh buah hatinya. Namun, semua lelah itu tak dirasa, saat melihat senyum dan buah hatinya yang sehat.

Merawat hingga tumbuh dan berkembang, mulai bisa merangkak, berjalan, berlari. Khawatir anaknya jatuh, luka, kelaparan. Semua dilakukan demi yang terbaik untuk anaknya, bahkan jika tak ada uang untuk keperluan anaknya rela mencari kemana pun walau kadang mesti utang.

Jika mau dihitung, tak akan pernah bisa anak membalas semua pengorbanan dan perjuangan orang tuanya, terutama ibu. Namun, dalam sistem saat ini kasih sayang anak pada ibunya terkikis habis hanya karena materi. Merusak hubungan indah dan romantis antara anak dan ibu.

Dalam Islam, hubungan anak dan ibu adalah ikatan darah yang dijalin penuh dengan kasih sayang karena Allah. Merawat dan membesarkan anak karena amanah dari Allah dan bagian dari ibadah. Pahala bagi seorang ibu yang mengurus anaknya luar biasa. Ibu memiliki tanggung jawab mendidik anaknya menjadi pejuang dan anak yang saleh dan salihah.

Karena anak yang saleh adalah investasi akhirat bagi kedua orang tuanya. Sabda Rasulullah saw. “Apabila seorang manusia meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yakni sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Anak durhaka bukan sekadar dongeng si Malin Kundang, tapi nyata terjadi di negeri ini. Adab anak pada orang tua sudah tidak ada, jika dulu anak takut pada orang tua sekarang anak begitu berani. Kritis dan kekinian katanya, generasi muda saat ini sudah jauh dari nilai-nilai Islam. Tak mencerminkan sebagai seorang muslim, padahal akidahnya mengaku Islam.

Dalam Islam, kedudukan ibu melebihi ayah hingga Rasul sampaikan dalam sebuah hadis. Ada sahabat yang bertanya pada Rasul, siapa yang harus didahulukan, ibu atau ayah? Rasul menjawab 3x ibu lalu ayah. Betapa seorang ibu sangat mulia dan dimuliakan oleh Islam. Namun, tidak di dalam dunia kapitalisme-demokrasi saat ini, maka tak heran jika generasi sekarang tidak berkah karena bisa jadi tak mendapat doa terbaik dari ibunya karena sering disakiti.

Sementara doa seorang ibu itu keramat, dikabulkan oleh Allah. Populer dalam kisah tentang imam besar Masjidil Haram Syekh Abdurrahman as-Sudais, sewaktu kecil nakal luar biasa hingga membuat ibunya jengkel. Beruntungnya, doa yang baik yang keluar dari lisan ibunya. “Pergilah, suatu saat kau menjadi Imam Besar Masjidil Haram.” Ternyata doa tersebut makbul, siapa yang tak kenal Imam Sudais hafiz dan Imam Besar saat ini.

Bisa dibayangkan jika yang keluar dari lisan ibunya tidak baik lalu Allah kabulkan, na’udzu billahi min dzalik. Maka, berhati-hatilah terhadap lisan sang ibu. Jadilah anak yang saleh yang berbakti pada ibu, hingga doa-doa baik yang keluar dari lisannya. Kehidupan menjadi tenang dan berkah, serta mendapat rida Allah. Rindu kehidupan diliputi suasana keimanan dan kasih sayang karena Allah serta mendapat doa-doa yang terbaik yaitu kehidupan diterapkannya aturan Allah.

Allahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 374

Comment here