Opini

RUU KIA, Demi Mensejahterakan Ibu dan Anak Benarkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Uswatun Khasanah (Brebes-Jawa Tengah)

wacana-edukasi.com– DPR RI sedang membahas pengesahan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi undang-undang, salah satunya membahas cuti hamil enam bulan. Hal ini sebenarnya sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Dalam RUU KIA, DPR berencana memberikan hak cuti hamil minimal enam bulan. Selain itu, RUU tersebut juga mengatur bahwa jika terjadi keguguran, dapat mengambil cuti selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh dokter kandungan atau bidan. RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak juga mengatur cuti selama 40 hari bagi suami untuk mendampingi istri saat melahirkan dan cuti selama 7 hari jika istri mengalami keguguran, namun tidak mengatur secara spesifik rencana yang harus dilaksanakan suami selama masa cuti tersebut.

Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, durasi cuti melahirkan dibatasi hingga 3 bulan. Namun hak cuti 3 bulan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Sedangkan pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan anak hanya berhak mendapatkan cuti selama dua hari. Di sisi lain, Pegawai Negeri Sipil (PNS) laki-laki dapat mengajukan cuti selama sebulan jika istri melahirkan. Hal itu tertuang dalam Peraturan BKN No. 24 Tahun 2017.

Ketua DPR Puan Maharani merupakan salah satu tokoh yang mendorong cuti hamil enam bulan melalui RUU KIA. DPR RI telah menyepakati RUU KIA untuk dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang. Mengutip dari cnnindonesia.com 23 Juni 2022, Puan dalam keterangan tertulisnya, mengatakan bahwa “RUU KIA juga mengatur cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti melahirkan harus tetap memperoleh gaji dari jaminan sosial perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan”.

Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menentangnya karena menjadi beban bagi pengusaha. Ada juga kekhawatiran bahwa aturan tersebut akan mempengaruhi partisipasi perempuan dalam dunia bisnis. Cuti hamil enam bulan dikatakan tidak hanya mempersulit bisnis untuk membayar upah ketika mereka tidak bekerja, tetapi juga harus membayar ekstra untuk mempekerjakan orang lain guna mengisi posisi pekerja cuti sementara. Karena itu, Apindo meminta DPR berhati-hati dalam menyusun RUU KIA agar tidak membebani dunia usaha, terutama kelas kecil dan menengah. Regulasi tersebut berdampak pada dunia usaha di tanah air, hal itu karena dunia usaha saat ini sedang dalam masa pemulihan dari pandemi COVID-19, sehingga regulasi tersebut akan menyulitkan perusahaan untuk berkembang.

Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar. Bukan hanya jaminan ekonomi atas kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan transportasi, tetapi juga hak-hak sosial seperti jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Bahkan ibu dan anak selalu dipandang lebih rentan dibandingkan kelompok sosial lainnya, mengingat akses mereka terhadap faktor ekonomi dan sosial dipandang lebih lemah.

Ironisnya, pemerintah selalu mengklaim bahwa angka kemiskinan terus menurun dari tahun ke tahun, namun pada kenyataannya banyak permasalahan sosial yang diakibatkan oleh kemiskinan. Dampak kemiskinan terhadap keadaan ekonomi ibu dan anak dapat dilihat dari masih tingginya angka kematian ibu dan kasus gizi buruk serta stunting.

Kemiskinan berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan ibu dan anak dan telah menjadi ciri yang melekat pada sistem yang diterapkan oleh penguasa. Hingga nasib rakyat, termasuk ibu dan anak, nyaris digadaikan dari satu rezim ke rezim lainnya, seolah mewarisi masalah kemiskinan yang tak pernah bisa diberantas, meski semua orang mengaku telah berbuat banyak untuk mencari solusi.
Ironisnya, karena berbagai potensi strategis Indonesia, masalah kemiskinan kronis terjadi di negara yang sangat kaya akan sumber daya, baik alam maupun manusia, negara yang dikenal sebagai gemah ripah loh jinawi, di mana pada kenyataannya angka kemiskinan selalu tinggi. Masalah kemiskinan yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ibu dan anak berakar pada sistem sekuler kapitalis yang diterapkan. Sistem ini hanya memberikan ruang bagi segelintir pemilik modal untuk menguasai kekayaan alam yang hakikinya adalah milik seluruh rakyat.

RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak sebenarnya hanyalah solusi tambal sulam yang tidak akan pernah tepat sasaran, karena masalah kesejahteraan ibu dan anak bukan hanya pertanyaan teknis tentang berapa banyak cuti hamil dan aborsi yang diperlukan. Memang, masalah kesejahteraan ibu dan anak terkait dengan kepemimpinan dan penerapan sistem kapitalisme liberal sekuler, masalah kesejahteraan tidak mungkin diselesaikan dan akan sia-sia.

Hanya di bawah sistem Islam kesejahteraan rakyat, termasuk ibu dan anak, tidak hanya fiktif karena Islam dibangun di atas landasan spiritual. Sejarah telah membuktikan bahwa selama lebih dari belasan abad, kehidupan umat Islam di era Khilafah penuh dengan keindahan dan berkah. Artinya, kepemimpinan Islam tidak hanya berdimensi sekuler, tetapi juga berdimensi masa depan. Karena kepemimpinan Islam mendorong para penguasa untuk berusaha benar-benar peduli dan melayani rakyat karena pentingnya akuntabilitas di akhirat.

Aturan Islam berperan dalam penyelesaian kehidupan dalam penerapan secara kaffah dan sudah pasti akan tercapai suatu kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh semua. Islam memberikan aturan yang begitu lengkap. Perlindungan kesejahteraan ibu dan anak melibatkan banyak pihak, dimulai dari keluarga, dalam hal ini suami dan/atau wali, melalui undang-undang pemeliharaan dan perwalian. Juga melibatkan masyarakat dengan mengingatkan fungsi amar makruf dan nahi munkar, dan dengan menerapkan semua hukum Islam atas dasar iman, sebagai negara pemelihara dan pelindung ummat. Wallahu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 9

Comment here