Opini

Pernikahan Dini Sebabkan Stunting, Benarkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Diaz Ummu Ais

wacana-edukasi.com– Hasil study organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan, jika tingginya pernikahan dini atau pernikahan usia muda menjadi salah satu penyebab persoalan stunting di Indonesia. Dengan mencegah terjadinya pernikahan dini dikalangan masyarakat, pemerintah berharap mampu menurunkan anggka stunting di Indonesia.

Dilansir dari Detik.com. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wadoyo mengungkapkan jika angka stunting di Indonesia mencapai 25,4 persen. Data ini masih berada di atas standart yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 20 persen.

“Data survey sebesar 24,4 persen. Jumlah balita 23 juta lebih sedikit. Jadi masih 6,1 jutaan. Standar dari WHO 20 persen,” kata Hasto Wardoyo di sela acara Rencana Aksi Nasional Penurunan Stunting (Ran Pasti) yang diadakan di hotel Po Semarang pada hari Selasa tanggal 1 Maret 2022.

Dikutip dari REPLUBIKA.CO.ID, saat webinar bertajuk “Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia Bersama Megawati Soekarnoputri” di Jakarta pada hari Kamis tanggal 17 Maret 2022 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, “WHO menyebutkan salah satu masalah stunting adalah karena tingginya pernikahan dini.”

Selain itu Kemen PPPA juga menandatangani MoU dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pendewasaan usia perkawinan anak untuk peningkatan kualitas hidup sumber daya manusia. Kemen PPPA juga melakukan strategi lainnya, yakni mengawal pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Dispensasi Kawin sebagai turunan Undang_undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Peraturan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Dikutip dari situs resmi Kemen PPPA, Deputi bidang pemenuhan Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin mengungkapkan jika upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencegah terjadinya perkawinan anak akan turut mendukung percepatan terjadinya penurunan anggka stunting, serta meningkatkan setinggi mungkin derajat kesehatan anak Indonesia, sesuai dengan amanat Konvensi Hak Anak dan peratutan perundang-undangan di Indonesia.

Dalam acara Sosialisasi Upaya Pencegahan Perkawinan Anak untuk Mencapai Derajat Kesehatan Masyarakat yang optimal Guna Terwujudnya Indonesia Layak Anak (IDOLA) Tahun 2030 yang dilaksanakan secara virtual Lenny N. Rosalin mengungkapkan, “Salah satu upaya yang dilakukan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mencegah perkawinan anak yaitu dengan mengoptimalkan peran dan fungsi layanan kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat, salah satunya adalah Puskesmas Ramah Anak (PRA). Puskesmas Ramah Anak ini berperan penting dalam mencegah perkawinan anak, hal yang ikut mendukung upaya percepatan penurunan stunting dan resiko kesehatan lainnya.”

Lebih lanjut lenny N. Rosalin menegaskan bahwa perkawinan dini juga merupakan bentuk pelanggaran hak anak yang memiliki berbagai dampak negatif dan sangat berbahaya tak hanya bagi anak dan keluarga tapi juga negara. Salah satunya adalah stunting.

Pemerintah merasa perlu melakukan berbagai cara untuk mencegah terjadinya pernikahan dini atau pernikahan di usia muda, hal ini dikarenakan beberapa faktor.

Pertama, perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun organ reproduksinya masih belum matang. Organ Rahim yang belum terbentuk secara sempurnya dianggap berisiko tinggi mengganggu perkembangan jahin dalam organ Rahim perempuan dan bisa terjadi keguguran.

Kedua, psikologis perempuan yang masih berusia remaja dianggap belum matang dan belum memiliki pengetahuan yang cukup terkait kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.

Selain itu, perempuan di usia remaja disebut masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Jika mereka menikah di usia muda kemudian hamil, ibu akan berebut gizi dengan bayi yang di kandungnya. Jika nutrisi ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi berisiko akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan berisiko mengalami stunting.

Persoalan Mendasar Faktor Terjadinya Stunting.

Melansir World Healt Organisation (WHO) setidaknya ada tiga penyebab trjadinya stunting. Pertama adalah gizi buruk yang terjadi pada anak karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi akibat faktor ekonomi keluarga yang rendah.

Kedua adanya infeksi berulang yang dialami ibu yang sedang mengandung. Ini bisa dikarenakan dua hal. Pertama, karena kurangnya akses ibu dan anak ke fasilitas layanan kesehatan. Kedua karena pola hidup yang kurang bersih seperti kesulitan akses air bersih atau tinggal ditempat yang tidak layak.

Ketiga adalah kurangnya stimulasi psikososial. Bayi juga harus berinteraksi dengan orang yang menjaganya. Ini akan membuat bayi tidak hanya tumbuh tapi juga berkembang secara optimal. Kondisi ini banyak terjadi pada bayi yang kedua orangtuanya bekerja. Sedangkan sang bayi dititipakan pada kerabat, hal ini berpotensi membatasi stimulasi interaksi yang diterima oleh bayi.

Pada dasarnya semuanya bermuara pada satu hal, yaitu terkait kesejahteraan masyarakat. Bagaimana sebuah keluarga mampu untuk mencukupi semua kebutuhannya. Di era sistem kapitalis yang menguasai hari ini, kesejahteraan hanya dimiliki mereka yang memiliki harta berlimpah. Bagi mereka yang yang tak meliliki harta, dapat dipastikan akan mengalami keterpurukan. Sulitnya mengakses pendidikan yang bermutu, akses pada fasilitas kesehatan yang memadai serta minimnya lapangan pekerjaan. Mudahnya BBM yang merangkak naik yang pasti akan diikuti oleh kenikan bahan-bahan pokok. Serta segala kesulitan lain hari ini menjadi bukti betapa bobroknya sistem ekonomi kapitalis yang mengatur negri ini.

Tiap individu dimanapun ia tinggal, mempunyai kebutuhan yang sama. Yaitu kebutuhan akan sandang, papan, pangan, juga kebutuhan lainnya semisal pendidikan, kesehatan dan keamanan. Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang tiap warga negara yang wajib dijamin oleh negara. Bahkan keterpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini akan menjadi indicator apakah kehidupan rakyat sebuah negara dikatakan sejahtera atau tidak.

Mekanisme Kebijakan Ekonomi Dalam Islam Mensejahterakan Masyarakat

Negara mewajibkan setiap individu laki-laki, baligh, berakal dan mampu untuk bekerja. Dengan bekerja dia akan mampu untuk memenuhi kebutuhab dasar bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya. Bisa dengan memberikan sebidang tanah untuk dikelola untuk pertania, bagi yang tidak memiliki tanah. Bisa dengan memberikan modal untuk pertanian bagi yang memiliki tanah namun tidak memiliki modal untuk mengolahnya. Memberi modal usaha bagi yang mempunyai kemampuan berbisnis namun tidak memiliki modal. Termasuk memberi pelatihan keterampilan dan skill yang dibutuhkan dalam dunia industry, bisnis, jasa maupun perdagangan. Negara juga wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya terkait pendidikan dan juga kesehatan dengan biaya yang minim bahkan gratis.

Selain itu Islam juga menetapkan sisten dan kebijakan ekonomi yang bisa memastikan terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sistem ekonomi ini twercermin dalam tiga aspek:

1. Kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh syariah sehingga bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh, lahan pertanian sebagai milik pribadi tidak bisa dinasionalisasi. Kepemilikan umum seperti minyak bumi,gas, tambang batu bara, dan lainnya, tidak boleh di privatisasi atau dimiliki negara.

2. Pengelolaan kepemilikan, baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan kepemilikan harus sesuai dengan hukum syara’ yang berlaku. Hak mengelola harta merupakan konsekuensi dari kepemilikan. Contohnya, harta milik pribadi bisa digunakan oleh pemiliknya tetapi tidak oleh publik karena bukan milik mereka. Sebaliknya, harta milik umum bisa dimanfaatkan oleh pribadi karena izin yang diberikan oleh syariah.

3. Distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat. Bisa dikatakan bahwa distribusi kekayaan ini merupakan kunci dari persoalan ekonomi. Jika distribusi terhenti pasti akan menimbulkan masalah. Sebaliknya jika distribusi ini lancar sampai ketangan individuper individu, maka dengan sendirinya masalah ekonomi ini akan teratasi. Karena itu dalam Islam ada larangan tegas terkait penimbunan harta, emas, perak dan mata uang. Hal ini agar harta tersebut bisa berputar di tengah-tengah masyarakat dan mampu menggerakkan roda perekonomian.[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 22

Comment here