Opini

Perda Larangan LGBT, Efektifkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Anggia Widianingrum

Wacana-edukasi.com, OPINI– Menurut kamus umum, LGBT adalah akronim dari lesbian, gay, biseksual dan transgender. Istilah ini lebih familiar dan mewakili lebih luas jika dibandingkan penyebutannya dahulu sebagai komunitas gay.

Umumnya masyarakat menganggap ini adalah sebuah penyimpangan perilaku seksual yang dapat menular ke individu lainnya. Dilihat dari perilaku penyandang nya, ini juga disebut sebagai penyakit dan bisa mengancam generasi muda. Merespon peningkatan LGBT di Sumatera Barat, pemerintah melalui DPRD Sumbar akan mengkaji pemberlakuan perda untuk berantas komunitas ini.

Hal demikian diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Nanda Satria. Menurutnya ada daerah di Provinsi Sumbar yang sudah lebih dulu membuat perda pemberantasan LGBT. Karena itu, DPRD menilai pemerintah Provinsi juga perlu melakukan hal serupa. Ia mengharapkan langkah ini bisa menjadi sebuah solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat di daerah yang dikenal dengan filosofi ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah’.

Bukan tanpa alasan, selain menganggap LGBT adalah sebuah penyakit dan penyimpangan, akibat yang ditimbulkan dari perilaku ini adalah merebaknya kasus HIV/AIDS. Jadi harus dilakukan pencegahan secara massif lewat himbauan dan publikasi seperti baliho dan videotron milik pemerintah.

Dalam temuan Dinas Kesehatan Kota Padang, lebih dari separuh kasus HIV menyerang individu usia produktif yaitu rentang 24 hingga 45 tahun. Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Srikurnia Yati mengungkapkan bahwa 308 total kasus HIV di Padang, sebanyak 166 kasus (53,8 persen) berasal dari luar Padang. Sementara 142 kasus (46,2 persen) lainnya merupakan warga Kota Padang.

Dari jumlah pengidap HIV tersebut DinKes Kota Padang mencatat kasus tertinggi berada di Kecamatan Koto Tangah yakni 40 kasus dan 22 kasus di Kecamatan Lubuk Begalung. Perilaku lelaki seks lelaki (LSL) menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka HIV di Kota Padang (sumbar.antaranewa.com, 4/1/2025).

Demokrasi Sekuler Memfasilitasi Penyimpangan

Perlu diketahui bahwa LGBT adalah buah dari penerapan sekulerisme yang diterapkan di dunia saat ini. HAM yang lahir dari paham sekulerisme membuat manusia bebas menentukan kehendak dan pilihannya sendiri dalam berperilaku, termasuk dalam menentukan orientasi seksualnya.

Keinginan adanya perda untuk mengatasi hal ini tentulah sangat baik, namun perlu diketahui, apakah pelaksanaannya nanti bisa berjalan efektif atau tidak, karena sudah begitu banyak perda yang dibuat, terutama perda syariah yang terus dipermasalahkan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan dibatalkan oleh pemerintah karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.

Lagipula dalam sistem demokrasi sekuler, bukan Islam yang jadi acuan yakni standar halal-haram dalam berperilaku, melainkan HAM. Dalam demokrasi sekuler tidak ada tempat bagi penerapan syariat Islam secara menyeluruh, walhasil problematika kehidupan masyarakat hari ini semakin kompleks, dan tidak bisa diselesaikan tuntas. Karena jelas, ketika asas sebuah aturan batil, maka akan melahirkan peraturan yang lemah dan tidak menyolusi tuntas atas problematika manusia karena bersumber dari akal manusia yang serba terbatas.

Sistem Islam Tuntas Berantas LGBT

Jika berbicara aturan, kita akan bertanya darimana datangnya aturan tersebut. Islam memiliki sumber peraturan yang sempurna yakni Al Qur’an, dan hadis Nabi Saw.
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mencakup aspek pengaturan dunia dan akhirat. Karena Islam bersumber dari Al Khaliq pencipta manusia dan alam semesta pastilah menciptakan pula seperangkat aturannya.

Tak terkecuali masalah LGBT hanya akan tuntas diberantas ketika Islam diterapkan secara kaffah. Ada beberapa mekanisme, yakni Islam memiliki aturan dalam pergaulan, yakni mengatur hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Kehidupan sosial laki-laki dan perempuan wajib terpisah dan dilarang menampakkan aurat. Interaksi sosial yang diperbolehkan apabila tidak melanggar ketentuan syarak. Misalnya jual beli, pendidikan, layanan medis (kesehatan).

Dalam hal ini, negara atau penguasa bertindak sebagai raa’in, yang mengurusi segala masalah rakyat, termasuk melindungi dari hal-hal yang memudaratkan rakyat dengan menutup rapat setiap celah yang akan membuka peluang kemaksiatan, memudahkan pasangan menikah bagi yang sudah mampu, melarang media menayangkan aksi kekerasan, pornoaksi, pornografi, ujaran-ujaran tak pantas, pembodohan, dan lain sebagainya. Media hanya akan digunakan untuk syi’ar Islam yang mengokohkan keimanan, serta mencerdaskan rakyat. Sehingga tumbuh di tengah masyarakat kesadaran amar makruf nahi munkar dengan dorongan takwa.

Liwath atau sejenisnya adalah haram. Allah Swt. pernah menghukum kaum Nabi Luth dikarenakan perbuatannya. Dalam surat Hud ayat 82 yang artinya :”Tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang diatas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi”. {QS. Hud : 82}

Islam memiliki sanksi yang tegas dan menjerakan terhadap segala pelanggaran hukum syarak. Dalam hal ini, syariat telah menetapkan hukuman atas liwath dan sejenisnya dengan hukuman dera sampai hukuman mati.

Dengan mekanisme tiga pilar tegaknya aturan Islam yakni individu, masyarakat, dan negara, masalah LGBT akan tuntas diberantas dan juga dapat mencegah terjadinya perilaku-perilaku lain yang tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here