Oleh: Ledy Ummu Zaid
Wacana-edukasi.com, OPINI--Miris, ketika bertemu anak yang tidak sekolah berada di jalanan untuk bekerja. Bagaimana dengan masa depan mereka? Adakah yang menjamin mereka dapat hidup dengan layak? Nyatanya nihil. Negara belum mampu memberikan pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Sekolah Rakyat, Program Baru Pendidikan
Faktor terbesar anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia adalah ekonomi. Ada pula yang memilih bekerja untuk membantu orang tua mencari nafkah. Dilansir dari laman (19/05/2025), Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Tatang Muttaqin mengatakan ada 25,55 persen ATS dan 21,64 persen anak yang bekerja.
Selanjutnya, menikah juga menjadi salah satu alasan terbesar ATS. Di sisi lain, merasa pendidikan cukup, disabilitas, akses yang jauh, perundungan menjadi faktor lain tingginya ATS di Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat pada anak usia sekolah menengah. Seiring bertambahnya usia mereka, peluang putus sekolah ternyata semakin besar.
Selain itu, menurut Tatang, meskipun sudah ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), kesenjangan pendidikan antara keluarga miskin dan kaya masih tak dapat terelakkan. Faktanya, ada 3,9 juta lebih ATS di Indonesia. Mereka meliputi 881 ribu orang putus sekolah, lebih dari 1 juta orang lulus dan tidak melanjutkan, dan lebih dari 2 juta orang belum pernah bersekolah.
Dilansir dari laman news.detik.com (25/05/2025), program Sekolah Rakyat yang tengah disiapkan Pemerintah digadang-gadang dapat memutus rantai kemiskinan. Sekolah ini meliputi jenjang SD, SMP, hingga SMA. Adapun pendidikan berasrama 24 jam yang menggabungkan pembelajaran formal, penguatan karakter, hingga orientasi dan matrikulasi menjadi ciri khasnya.
Di satu sisi, program pemberdayaan bagi orang tua siswa juga disiapkan Kementerian Sosial. Kemudian, berbagai intervensi juga akan diberikan kepada keluarga miskin. Misalnya, program renovasi rumah melalui pemerintah daerah.
Adapun Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) akan rutin digelar setiap bulan untuk melakukan penjaringan keluarga miskin. Para pendamping sosial yang datang langsung ke rumah mereka akan mendata anak-anak yang duduk di bangku kelas 6 SD dan 9 SMP. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) diarahkan untuk mengikuti program Sekolah Rakyat.
Kapitalisasi Pendidikan Kian Nyata
Seperti yang kita ketahui, pendidikan adalah hak setiap warga negara. Meskipu begitu, mendapatkanya bukanlah perkara yang mudah. Pemerintah hanya memberikan dana BOS dan KIP bagi keluarga miskin. Bantuan di bidang pendidikan ini hanya menjadi solusi parsial bagi masyarakat. Bagaimanapun, belum ada yang mampu menghilangkan akar masalah kemiskinan dan ketimpangan pendidikan hari ini.
Faktor ekonomi dan desakan mencari nafkah digadang-gadang menjadi faktor utama yang menyebabkan meningkatnya angka ATS. Jika kita mau melihat lebih dalam, ini sejatinya merupakan bukti bahwa pendidikan di Indonesia mahal dan tidak terjangkau. Akhirnya, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan hanya sebagai komoditas mahal yang tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat.
Di satu sisi, pemerintah tentu tidak ambil diam. Pemerintah akhirnya menggagas Sekolah Rakyat untuk orang miskin dan Sekolah Garuda Unggul untuk orang kaya. Ini diharapkan mampu menjadi jalan tengah yang mengakomodasi pemerataan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lagi-lagi, program semacam ini sejatinya hanya menambah PR pemerintah. Nyatanya, ini belum mampu menyelesaikan akar masalah. Dengan kata lain, ini adalah praktik tambal sulam dalam sistem kapitalisme hari ini. Dalam ideologi kapitalisme, negara cenderung memiliki banyak program yang kurang tepat sasaran, tetapi hanya menguntungkan kantong internal.
Dengan banyaknya proyek atau program yang ada, dana yang akan digelontorkan dari pusat tentu jumlahnya besar. Biarpun demikian, kasus-kasus korupsi dalam dunia pendidikan juga menjadi tantangan besar mengelola program besar seperti ini.
Islam Menjunjung Tinggi Pendidikan
Hal yang berbeda tentu akan kita temui jika sistem Islam yang menaungi umat hari ini. Islam memandang bahwa pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap individu rakyat. Sama halnya dengan kebutuhan kesehatan dan keamanan, negara wajib menyediakannya bagi anak-anak hingga orang tua.
Daulah (negara) bertanggungjawab memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyat secara langsung. Sebagai penyelenggara, Daulah akan membiayai kebutuhan tersebut dengan Baitul Mal. Kemudian, tidak ada pula perbedaan akses pendidikan bagi orang kaya dan miskin. Pengadaannya juga merata baik di kota maupun di desa.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin atau seorang penguasa menutup pintunya dari orang-orang yang memiliki kebutuhan, keperluan serta orang-orang fakir, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari keperluan, kebutuhan dan hajatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Dalam Islam, pendidikan hadir untuk mencerdaskan umat, bukan untuk menyelesaikan masalah ekonomi umat. Sistem ekonomi Islam justru diterapkan sebagai struktur penting yang akan menyokong sistem pendidikan. Karena pendidikan adalah hak syar’i bagi setiap rakyat, maka negara wajib hadir dalam penyelenggaraannya.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan dalam sebuah hadis, ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Pendidikan Islam memiliki asas yang kokoh, yakni akidah islamiyyah. Dengan demikian, negara akan mampu mencetak generasi dengan syakhshiyah (kepribadian) Islam. Mereka tentu juga menguasai ilmu terapan yang mana dipersiapkan untuk mengagungkan peradaban Islam. Di sisi lain, kewajiban dakwah amar makruf nahi munkar yang melekat pada diri tiap individu muslim, akan membawa muslim siap berjihad ke seluruh penjuru dunia.
Seperti pada zaman kekhilafahan masa lalu, pendidikan Islam akan menjadi mercusuar dunia bahkan kiblat masyarakat internasional. Terbukti, Fatimah Al-Fihri menjadi pendiri universitas pertama di dunia, yakni Universitas Qarawiyyin pada tahun 859 Masehi. Ia adalah seorang muslimah yang visioner sehingga terus berupaya menghasilkan inovasi yang cemerlang. Ia tentu orang yang peduli terhadap kebaikan umat dengan keikhlasannya yang mendedikasikan harta, pikiran, dan waktunya di bidang pendidikan.
Khatimah
Sungguh menakjubkan generasi muslim yang hadir sebagai penjaga dan pembentuk peradaban Islam yang mulia. Semua terbiasa fastabiqul khairat untuk menolong agama Allah dan umat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) akan mencetak generasi rabbani yang tangguh dan unggul. Karena Islam memang sangat menjunjung tinggi pendidikan, maka negara Islam dalam khilafah islamiyyah akan memberikan pendidikan yang terbaik untuk rakyat. Memang benar bahwa pendidikan hak semua, maka pemenuhannya wajib bagi negara. Tidak seperti hari ini, pemerintah seolah abai dan melayani dengan setengah hati.
Wallahu a’lam bishshowab. [WE/IK]
Views: 1
Comment here