Opini

Krisis Rasa Aman

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Intan H.A (Pegiat Literasi) 

wacana-edukasi.com– Akhir-akhir ini rasa aman menjadi hal yang sukar diwujudkan. Bukan saja di luar rumah, bahkan di dalam rumah pun sulit diperoleh. Rasa aman merupakan sebuah kondisi di mana seseorang merasakan kenyamanan tanpa adanya kekhawatiran atau ancaman yang mengintainya. Rasa aman terbentuk melalui beberapa tahapan meliputi keamanan fisik, stabilitas, perlindungan dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam, keadilan, ketentraman, dan keteraturan merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan (Maslow, 1987).

Beberapa waktu yang lalu, publik digemparkan oleh sebuah video viral yang menampakkan sesosok pria yang memiliki badan berisi dan berambut plontos mendorong troli ke dalam lift. Ketika di selidiki, bungkusan di dalam troli tersebut merupakan sesosok jenazah wanita yang baru saja dieksekusinya. (tribunnews.com, 23/10/2022)
Di tempat lain, terjadi penusukan terhadap seorang bocah yang baru saja pulang dari tempat mengaji. Motif pelaku melakukan penusukan adalah ingin menguasai hp korban, yang ternyata korban tidak memilikinya. (Kompas.com, 24/10/2022)

Beragam tindak kriminalitas muncul berseliweran menghiasi pemberitaan media. Mulai dari faktor ekonomi sampai hal sepele yang menjadi latar belakang para pelaku melakukan tindakan tercelanya. Masyarakat pun dibuat resah dengan kondisi tersebut. Belum lagi sanksi yang diterapkan tidak mampu menghadirkan efek jera bagi para pelaku untuk tidak mengulangi tindakannya lagi. Sehingga, muncullah beragam motif tindak kriminalitas yang mengancam ketentaraman hingga hilangnya nyawa. Inilah carut-marut tatanan kehidupan di sistem kapitalisme-liberal saat ini. Bukan hanya masalah ekonomi yang ditimbulkan, namun urusan sosial pun menjadi problem yang sukar untuk diselesaikan.

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi timbulnya tindak kriminal di tengah-tengah masyarakat diantaranya;
Pertama, tuntutan ekonomi. Tidak dipungkiri, masyarakat saat ini dihadapi dengan kondisi perekonomian yang tidak stabil. Melambungnya harga-harga baik pangan maupun komoditas lainnya, mengakibatkan masyarakat harus mampu memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan yang semakin minim dan pengeluaran yang semakin melejit, menjadi salah satu faktor segelintir manusia mengambil jalan pintas demi bertahan hidup. Di saat ada kesempatan, di situlah tindak kriminalitas seperti pencurian, perampokan, penipuan, dan sebagainya dilancarkan.

Kedua, gaya hidup yang hedonis. Masuknya budaya Barat ke dalam negeri-negeri muslim memengaruhi life style kaum muslim. Mereka yang terpesona akan gaya hidup ala-ala Barat akan berusaha keras dalam memenuhi keinginannya. Sehingga keinginan berubah menjadi sebuah kebutuhan yang mengharuskan untuk dipenuhi. Akhirnya, muncullah orang-orang yang memiliki pemikiran dangkal.

Ketiga, hilangnya sikap peduli di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat yang hidup adalah masyarakat yang saling menasehati dan mengingatkan antara yang satu dengan lainnya. Namun, aktivitas ini seolah mandul. Masyarakat saat ini seolah masa bodo dengan apa yang dilakukan oleh individu. Sikap tidak mau repot, ambil pusing, dan serentetan sikap lainnya, dijadikan alasan untuk bersikap apatis terhadap perilaku tercela yang ditimbukkan oleh individu di tengah-tengah masyarakat. Alhasil, aktivitas amar makruf nahi mungkar terkikis di tengah-tengah interaksi mereka.

Keempat, minimnya keimanan. Keimanan yang tertancap kuat dalam jiwa kaum muslim akan membentuk ketakwaan pada diri mereka. Ia akan menyadari hubungannya dengan Allah dan ia memahami betul bahwa setiap amal perbuatannya di dunia akan dihisab di akhirat kelak. Sayangnya, keimanan inilah yang terkikis di dalam jiwa-jiwa kaum muslim. Alhasil, tidak ada benteng dalam diri mereka ketika melakukan suatu tindakan.

Kelima, tidak adanya sanksi tegas bagi para pelaku. Sanksi atau hukuman yang diterapkan tidak mampu menghadirkan sikap jera bagi para pelaku kriminal. Alhasil, mereka pun tidak ada rasa khawatir untuk mengulangi perilakunya yang serupa.

Keenam, mandulnya peran negara. Negara tidak mampu menjalankan tugasnya dalam melindungi dan menjamin rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Seharusnya negara berperan sebagai ra’in (pengatur urusan) dan junnah (pelindung) bagi warganya. Namun, di sistem kapitalisme peran negara telah beralih fungsinya. Sehingga, rasa aman pun sukar didapatkan.

Diantara faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, ada hal paling mendasar yang memengaruhi tindak kriminalitas semakin meningkat dan beragam motifnya dari tahun ke tahun, yakni penerapan sistem kapitalisme-liberal. Di dalam sistem ini kebebasan menjadi sesuatu yang diagung-agungkan, hingga akhirnya muncullah segelintir orang yang bebas melakukan tindakan tanpa mempertimbangkan halal-haram, pahala dan dosa.

Pelbagai problem yang ditimbulkan dalam penerapan sistem saat ini tidak mampu diselesaikan kecuali dengan adanya pergantian sistem kearah sistem yang mampu menghadirkan solusi secara fundamental. Sistem tersebut tidak lain dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh di bawah naungan institusi Khilafah. Hanya dengan cara inilah seluruh problem dalam kehidupan bisa dituntaskan. Sebab, sebelum Islam berbicara tentang pemberantasan tindak kriminal, Islam lebih dahulu akan membahas mekanisme pencegahan tindak kriminal tersebut secara berlapis-lapis.

Konsep pencegahan yang dihadirkan dalam sistem Islam meliputi;
1. Mewujudkan ketakwaan individu. Ketakwaan inilah yang akan menjadi benteng seorang muslim dalam menjalankan aktivitasnya.

2. Menciptakan kontrol masyarakat. Dimana hal ini merupakan perwujudan dari perintah Allah Swt, di dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 104, yakni sebagai agen penyeru pada yang makruf dan mencegah pada yang mungkar.

3. Menghadirkan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam akan memberi penanaman akidah Islam sebelum belajar sains yang bebas nilai.

4. Penerapan sistem ekonomi Islam. Islam mengenal pembagian kepemilikan diantaranya, kepemilikan negara, kepemilikan umum dan kepemilikan individu. Sistem pembagian ini akan membuat batas yang jelas, mana saja sumber daya yang bisa dikelola individu dan mana yang seharusnya dikelola oleh negara. Secara historis, penerapan sistem ekonomi Islam terbukti menghadirkan kesejahteraan. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ditemui seorang pun dari rakyatnya yang mau menerima zakat. Hal ini dikarenakan mereka telah memilki kecukupan harta.

5. Adanya jaminan negara terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok. Dengan adanya jaminan negara dalam hal ini akan meringankan beban tiap-tiap kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga mereka tidak merasa terbebani dan bisa fokus dalam mendidik anggota keluarganya.

6. Negara akan menerapkan sanksi yang tegas bagi para pelaku tindak kriminal. Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Sehingga, memunculkan sikap jera bagi para pelaku kriminal untuk mengulangi perbuatannya lagi.

Inilah konsep yang ditawarkan oleh Islam dalam mencegah dan memberantas tindak kriminalitas di tengah-tengah masyarakat. Dengan penerapan sistem Islam inilah nantinya keamanan dan kenyamanan akan dapat terwujud dalam kehidupan. Wallahua’alam.[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 10

Comment here