Surat Pembaca

Gas Melon Langka, Bagaimana Nasib Rakyat?

blank
Bagikan di media sosialmu

Banyak masyarakat yang mengomentari hal ini bahkan mengeluh pasalnya gas melon subsidi pemerintah telah langka di berbagai daerah. Ada beberapa penyebab yaitu peningkatan konsumsi dan dugaan tidak tepat sasaran.

Oleh Humaira Alhajar

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Baru-baru ini viral di seluruh media sosial, bahwa gas melon (elpiji 3 kg) ada saingannya yaitu bright gas pink non-subsidi yang kabarnya harganya tiga kali lipat lebih mahal dari gas elpiji melon yang disubsidi pemerintah. (Republika.co.id, 31/7/2023)

Banyak masyarakat yang mengomentari hal ini bahkan mengeluh pasalnya gas melon subsidi pemerintah telah langka di berbagai daerah. Ada beberapa penyebab yaitu peningkatan konsumsi dan dugaan tidak tepat sasaran. Kelangkaan ini adalah tanda gagalnya pemerintah memenuhi kebutuhan rakyat. Adanya elpiji non-subsidi dalam waktu bersamaan dengan langkanya gas melon apalagi diklaim lebih aman, jelas memberikan pasar kepada pengusaha.

Telah sangat dirasakan masyarakat bahwa negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme karena telah melegalkan liberalisasi migas meski negeri ini memiliki kekayaan migas. Hal ini menyebabkan rakyat tak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis karena negara menyerahkannya kepada pihak swasta dari hulu sampai hilir artinya dari pengelolaan hingga penjualannya, tentu saja dengan konsep pengelolaan yang berorientasi bisnis apalagi paradigma kepemimpinan yang diadopsi menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus rakyat.

Penguasa hanya bertindak sebagai pembuat regulasi untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu atau pemilik modal. Alhasil kebijakan ekonomi pun tak memihak kepada kepentingan rakyat. Terbukti dengan adanya elpiji non-subsidi dalam waktu yang bersamaan dengan kelangkaan elpiji, jelas akan membuka “pasar” bagi pengusaha.

Inilah fakta pengelolaan migas di bawah sistem kapitalisme neoliberal. Perubahan kebijakan apa pun pada ujungnya tak membuat rakyat mudah memperoleh kekayaan alam termasuk sumber daya alam yang jelas-jelas milik rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam, negara wajib menyediakan kebutuhan pokok rakyat termasuk elpiji, sistem ekonomi Islam meniscayakan ketersediaannya untuk semua rakyat, tanpa dibayangi kelangkaan dan mahalnya harga bahan pokok. Negara harus menjamin setiap individu rakyat dapat terurus dengan baik. Negara harus memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhan, layanan publik, fasilitas umum, dan sumber daya alam sebagai pemilik sesungguhnya semua hasil bumi termasuk minyak dan gas.

Kita ketahui bahwa minyak dan gas merupakan jenis harta milik umum (rakyat) di mana pendapatannya menjadi milik seluruh muslim dan mereka berserikat di dalamnya. Sebagaimana sabda rasulullah Saw.: “Manusia itu berserikat dalam tiga hal yaitu air, Padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud).

Oleh karena itu, setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta milik umum dan sekaligus pendapatannya tidak ada perbedaan apakah individu rakyat laki-laki atau perempuan, miskin atau kaya, berkendara motor atau mercy, anak-anak ataupun dewasa. Hanya saja karena pengelolaan minyak minyak dan gas tak bisa dimanfaatkan secara langsung dan harus melalui tahapan/proses pengeboran, penyulingan, dan sebagainya serta memerlukan usaha keras dan biaya untuk mengeluarkannya maka negara harus mengambil alih penguasaan eksploitasinya mewakili kaum muslim kemudian menyimpan pendapatannya di baitulmal kaum muslim.

Dalam Islam, kepala negara adalah pihak yang memiliki wewenang dalam pendistribusian hasil dan pendapatannya, sesuai ijtihadnya dan dijamin hukum-hukum syariat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan kaum muslim. Negara dapat melakukan pembagian hasil barang tambang dan pendapatan milik umum dan mengembalikannya kepada rakyat dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

Pertama, untuk membiayai seluruh proses operasional produksi migas dan gas. Pengadaan sarana infrastruktur, riset eksploitasi, pengolahan, hingga distribusi ke SPBU termasuk di dalamnya membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenaga yang terlibat yakni karyawan, tenaga asli atau direksi yang terlibat di dalamnya.

Kedua, dibagikan kepada individu-individu rakyat yang memang merupakan pemilik harta milik umum beserta pendapatannya. Dalam hal ini, sistem Islam tak terikat oleh aturan tertentu dalam pendistribusiannya. Negara yang bersistem Islam berhak membagikan minyak bumi dan gas kepada yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah mereka dan pasar-pasar mereka secara gratis. Semua tindakan tadi dipilihnya dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat. Pengelolaan migas dalam sistem Islam ditujukan untuk menyejahterakan rakyat dan mengembalikan hak-hak mereka.

Dari sini, jelas, bahwa gas melon itu hak rakyat, bukan sekadar subsidi, tetapi harus gratis. Maka, jika negara terus memakai sistem ekonomi kapitalisme, nasib rakyat akan terus terlantar sehingga mau tidak mau harus menggunakan sistem ekonomi Islam. Semoga dengan problematika langkanya elpiji melon bersamaan dengan munculnya gas elpiji non-subsidi membuat umat sadar hanya dengan menerapkan aturan Islam, umat Islam dan masyarakat secara umum dapat hidup sejahtera dan menikmati berbagai kekayaan alam yang dimilikinya.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 21

Comment here