Oleh : Rukmawati Ummu Hannun
wacana-edukasi.com, OPINI-– PT. Freeport Indonesia akhirnya resmi diperpanjang hingga 2061. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ini diberikan oleh pemerintah kepada PT. Freeport Indonesia hingga cadangan tambang habis. Dan setiap 10 tahun sekali akan diadakan evaluasi.
(KONTAN.CO.ID)
Dilansir dari detikFinnce, Jum’at 31 Mei 2024. Dalam Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kali ini diterapkan aturan baru yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowidodo. Peraturan tersebut termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 pasal 195 A dan pasal 195 B.
Dalam perpanjangan IUPK kali ini, pemerintah mengajukan dua syarat yakni tambahan kepemilikan saham Indonesia yang harus dipenuhi oleh PT. Freeport Indonesia sebanyak 10%, dari kepemilikan saham yang sebelumnya sebesar 51% menjadi 61% secara gratis. Sedangkan syarat yang ke-2 ialah, PT.Freeport Indonesia diminta untuk membangun Smelter baru di Papua.
Mengenai perpanjangan kontrak ini, beberapa kalangan nampak tidak setuju. Hal ini dikarenakan dampak kerusakan yang akan timbul akibat penambangan tersebut kian bertambah.
Berdasarkan catatan dari pemberitaan Betahita, ada sekitar 6000 jiwa warga yang terdampak limbah tailing yang diperkirakan mencapai 300 ton per harinya yang menyebabkan kerusakan di Pesisir Mimika Papua Tengah akibat dari operasi PT Freeport.
Tidak hanya mencemari sungai, namun juga menyebabkan pendangkalan sungai dan penyebaran bibit penyakit. Warga yang terdampak limbah tersebut yakni Suku Kamoro, Sempan dan Amungeme. Sebanyak 23 kampung terdampak limbah yaitu distrik Agimuga, distrik Mimika Timur Jauh dan distrik jita.
Tampak tidak ada tanggung jawabnya sama sekali dari PT. Freeport. Dan pemerintah pun seakan tidak perduli dengan dampak kerusakan tersebut.
Perpanjangan kontrak ini tidak ada untungnya sama sekali. Hal ini hanya akan membuat semakin banyaknya Sumber Daya Alam Papua yang berupa barang tambang dan energi yang mengandung emas dan mineral lainnya, diangkut PT.Freeport ke negeri paman Sam.
Walaupun Presiden sudah memperbarui syarat-syaratnya, dengan menambah jumlah saham yang hanya menghasilkan secuil tambahan pajak, namun nilai dari keuntungan pajak tersebut tetap jauh lebih kecil, tidak sebanding dengan banyaknya jumlah dari hasil penggalian dan pengerukan tambang tersebut yang diambil oleh Amerika.
Ketika anak negeri sendiri menderita karena terbebani oleh hutang luar negeri yang menggunung, sumber kekayaan kita malah dirampok dengan legal oleh asing. Padahal sumber kekayaan tersebut bisa menjadi sumber penghidupan bagi rakyat.
Kemiskinan dan kelaparan, kebodohan serta tindak kriminalitas, masih sulit diberantas. Ditambah lagi dengan tajamnya kesenjangan sosial di masyarakat. Semua itu menjadi pemandangan umum yang kita saksikan sehari-hari.
Sungguh miris penderitaan rakyat di negeri yang kaya ini. Kita yang punya harta namun mereka yang kaya. Kita yang buntung mereka yang untung. Inilah ironi kebodohan hidup di negeri Kapitalisme. Meskipun kekayaan melimpah tapi tidak bisa dinikmati karena semua sudah diangkut ke luar negeri.
Inilah yang terjadi di negeri-negeri kaum muslimin pada saat ini, akibat
kaum muslimin kini banyak meng-indahkan perintah dan larangan Allah SWT, menjauh dari agama, lebih suka dengan aturan buatan manusia yang banyak cacatnya, seperti Demokrasi yang lebih mengutamakan Kapitalisme Sekuler.
Akibatnya sekarang kita harus memetik buah pahit dari meninggalkan aturan Islam, yakni kesempitan hidup serta kemelaratan dan hidup terhina dengan memohon belas kasihan negeri lain dengan menjajakan kekayaan alam yang dimiliki negeri ini kepada asing.
Lantas sampai kapan kita akan bertahan dengan kondisi seperti ini, tidakkah kita ingin merubah nasib kita dan nasib negeri ini menjadi lebih baik? Lalu bagaimana cara untuk merubah nasib negeri ini, apakah kita hanya akan berpangku tangan? Sedangkan Allah SWT tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum itu merubah diri mereka sendiri.
Oleh karenanya sudah saatnya kita meninggalkan idiologi Kapitalisme yang melahirkan sistem yang rusak. Kita harus melakukan perubahan yang mendasar dengan merubah idiologi dan paradigma. Dan hanya Idiologi Islamlah satu-satunya idiologi yang sempurna karena berasal dari Sang maha pencipta langsung yakni Allah SWT, yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk makhluknya.
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, salah satunya adalah hadis yang dikutip oleh Imam ash-Shun’ani dalam Subul as-Salam: Syarh Bulugh al-Maram, menukil riwayat:
وَعَنْ رَجُلٍ مِنَ الصَّحَابَةِ قَال: غَزَوْتُ مَعَ النَّبي صلى الله عليه وسلم، فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ: النَّاسُ شُرَكاَءُ فِيْ ثَلاَثٍ: فِي الْمَاءِ، وَالكَلَأِ، وَالنَّارِ
Dari seorang sahabat, ia berkata: Aku telah berperang bersama Nabi saw. Aku mendengar beliau bersabda, “Manusia berserikat (sama-sama membutuhkan) dalam tiga hal: air, padang dan api.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Menurut Imam Ash-Shun’ani [w. 1182 H], para rijal (tokoh) hadis ini tsiqah.
Adapun kutipan hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, dari Abu Hurairah, secara marfuk, yakni :
ثَلاثٌ لا يُمْنَعْنَ : الْكَلأُ، وَالْمَاءُ، وَالنَّارُ
“Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya): rerumputan, air dan api.” (HR Ibn Majah).
Menurut Imam Ash-Shun’ani, isnad-nya sahih.
Hadis pertama menyebutkan kata “syuraka’” (berserikat). Artinya, untuk rerumputan, Padang dan api merupakan benda yang dibutuhkan oleh semua orang (kebutuhan bersama) karenanya ketiga benda itu tidak boleh dimonopoli oleh perseorangan. Atau Seperti frasa, “La yumna’na”. Yang disebutkan dalam hadis kedua.
Namun ternyata ada hadis lain yang mempunyai konotasi berbeda dengan kedua hadis di atas.
Diantaranya adalah, hadis Nabi saw. Yang menyebutkan
لاَ حِمَى إِلاَّ للهِ وَرَسُوْلِهِ
“Tidak ada siapa pun yang berhak memproteksi (barang atau lahan), kecuali hak Allah dan Rasul-Nya.” (HR Al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ahmad). 4
Hadis ini menyatakan bahwa yang mempunyai hak untuk memproteksi adalah Allah dan Rasul-nya, serta orang yang meneruskan tugas Nabi untuk memimpin umat yaitu Khalifah. Seperti yang dinyatakan oleh ash-Shun’ani bahwa Ketiganya merupakan pengecualian dari larangan atau keumuman dua hadis di atas.
Hadis ini digunakan sebagai dalil bahwa air, padang, dan api ketiganya tidak boleh dimonopoli oleh perorangan. Ini sebagai ijmak untuk benda-benda seperti rumput yang tumbuh di tanah yang mubah ataupun di pegunungan yang tanahnya tidak bertuan. Tidak ada larangan bagi siapa saja yang ingin mengambil rerumputan yang tumbuh di tanah itu. Kecuali jika tanah itu sudah dilindungi oleh negara.
Adapun hadis lain yaitu hadis mengenai pemberian Nabi saw. kepada Abyadh bin Hamal ra..
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ اِسْتَقْطَعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم الْمِلْحَ الَّذِيْ بِمَأْرِب، فَأَرَادَ أَنْ يُقْطِعَهُ، فَقَالَ رَجُلٌ لِرَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم إِنَّهُ كَالْمَاءِ الْعِدِّ فَأَبَى أَنْ يُقْطِعَهُ
Dari Abyadh bin Hammal bahwa ia pernah meminta kepada Nabi diberikan tanah (yang digunakan untuk tambak) garam, yang ada di Ma’rib. Lalu beliau hendak memberikan tanah itu. Kemudian ada seorang lelaki yang berkata kepada Rasulullah saw., bahwa itu seperti air yang tidak terputus sumbernya. Oleh karena itu, beliau enggan untuk memberikan tanah tersebut.
Dalam hadis ini diceritakan bahwa awal mulanya Rasulullah saw berniat untuk memberikan tambak garam kepada Abiyadh bin Akmal. Tapi Rasulullah saw mengurungkan niatnya karena ternyata di dalam tambak garam tersebut terdapat sumber daya yang melimpah sehingga beliau mengurungkan niatnya untuk memberikan tanah tersebut.
Keputusan Rasulullah saw. untuk memberikan tambak garam tersebut menjadi dalil bahwa hukum asalnya boleh. Namun karena ada ‘illat yang melarangnya yakni “al-‘idd” (sifat keberlimpahan) maka hukumnya pun berubah menjadi tidak boleh.
Dengan demikian sudah jelas bagaimana Islam mengatur sumber daya alam termasuk pertambangan. Jika tambang itu mempunyai deposit yang kecil, maka boleh dimiliki oleh perorangan. Apalagi kalau tambang itu berada di wilayah/tanah pribadinya. Namun jika deposit dari tambang itu melimpah dan tak terbatas, maka negaralah yang berhak untuk mengelolanya. Haram hukumnya jika dikelola oleh perorangan apalagi oleh asing.
Pengelolaan sumber daya alam oleh negara adalah untuk melindungi dampak buruk dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pengelolaan sumber daya tersebut serta mudharat-mudharat yang lainnya. Dan hal ini dilakukan bukan semata untuk kepentingan Khalifah ataupun para walinya serta pejabatnya, melainkan untuk kemaslahatan umum. Sehingga sumber daya alam yang ada bermanfaat dan dapat dinikmati oleh rakyat.
Inilah indahnya Islam dalam mengatur kehidupan umat manusia.
Wallahu ‘alam bisshawwab
Views: 9
Comment here