Opini

Drama Pagar Laut Bikin Kalut

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Novianti

Wacana-edukasi.com, OPINI-Bukan Lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai, tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
-Koes Plus-

Lirik lagu dari Koes Plus di atas terasa memilukan jika dinyanyikan pada saat ini. Bagaimana tidak? Sudah terlalu banyak pengambilalihan kekayaan milik rakyat ke tangan-tangan Korporasi. Alhasil rakyat tidak pernah menikmatinya sama sekali.

Fakta terbaru pagar laut

Nusron Wahid selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) telah memutuskan untuk memberikan hukuman kepada delapan pejabat Kantor Pertanahan Tanggerang. Sanksi tersebut berupa pencopotan jabatan karena diduga terlibat kasus pemagaran laut di perairan Tanggerang, Banten. Nusron memaparkan Enam dari delapan pejabat disanksi berat berupa pemberhentian jabatan.

Namun untuk kasus sebesar ini penanganan yang harus dilakukan sejatinya harus sampai tuntas ke akar-akarnya. Pasalnya kasus pemagaran laut ini telah memiliki Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Maka, dipastikan ada keterlibatan para pejabat terkait.

Kementerian ATR/BPN sebenarnya sudah membuka nama-nama perusahaan yang terlibat seperti PT Intan Agung Makmur, PT Cahaya Inti Sentosa, serta bidang lain milik perorangan. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada nama-nama yang diumumkan untuk diperiksa aparat hukum.

Tidak kalah menarik yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mereka secara tegas mengatakan bahwa pemagaran laut itu tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Tetapi di sisi lain KKP justru hanya akan memberikan denda administratif pada pelaku sebesar Rp 18 juta per kilometer atas pembagunan pagar laut sepanjang 30 km di Tanggerang, Banten.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menyayangkan ketidakseriusan para Menteri dalam menyikapi permasalahan terkait. Kasus pagar laut ini telah merugikan nelayan sebesar Rp 7,7 miliar per bulan menurut taksiran Ombudsman RI. KIARA menghimbau agar instansi pemerintah tidak condong kepada korporasi. Terlebih, adanya intimidasi kepada nelayan lokal bernama Kholid yang mendapat ancaman dari kelompok ormas karena ingin mengusut tuntas kasus ini (www.tirto.id, 31/01/2025).

Akar permasalahan

Kasus pagar laut di berbagai tempat ini sejatinya sudah jelas ada pelanggaran hukum. Bagaimana tidak, laut yang harusnya menjadi sumber pendapatan nelayan kini dibatasi oleh pagar-pagar bambu dan mengganggu aktivitas nelayan lokal, bahkan sampai merugikan mereka. Sayangnya Kasus ini tidak ditindaklanjuti dan dibawa dalam perkara pidana. Bahkan nampak adanya beberapa pihak yang dijadikan kambing hitam, namun otak atau dalangnya tidak tersentuh oleh hukum. Para pejabatpun hanya sibuk bersilat lidah dan berlepas tangan.

Kasus ini sebagaimana juga kasus penjualan area pesisir laut di berbagai pulau menunjukan kuatnya korporasi dalam lingkaran kekuasaan. Hal ini bisa juga disebut dengan istilah korporatokrasi dimana para korporasi memiliki pengaruh besar dalam kebijakan pemerintah dan pengambilan keputusan. Negara yang katanya kaya akan sumber daya alam ini kalah dengan para korporat yang memiliki banyak uang. Bahkan tidak sedikit aparat/pegawai negara menjadi fasilitator kejahatan terhadap rakyat, mereka secara terang-terangan dan merasa bangga bekerjasama melanggar hukum demi mendapatkan kemaslahatan pribadi mereka.

Dengan penerapan sistem yang salah, negara menciptakan kemudharatan bagi rakyat dan mengancam kedaulatan. Prinsip liberalisme dalam ekonomi kapitalisme membuka peluang terjadinya korporaktorasi, yaitu munculnya aturan yang berpihak pada kaum oligarki. Lagi-lagi rakyatlah yang merasakan sakit hati akibat kebijakan pemerintah yang tidak berhati-hati.

Negara seharusnya berfungsi sebagai raa’in (pelindung) dan junnah (perisai) bagi rakyat. Semua ini akan terwujud ketika aturan yang diterapkan bersumber dari hukum syara’ dan bukan dari akal manusia. Hal ini karena seperti yang kita ketahui hakikatnya manusia itu lemah, terbatas, dan bergantung pada yang lain.

Sistem dalam Islam sebagai pemecah masalah

Islam memiliki sistem Ekonomi Islam dengan konsep kepemilikan, lengkap dengan aturan pengelolaannya. Dalam kasus ini kekayaan laut termasuk kepemilikan umum. Kekayaan laut jelas dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang banyak.

Dalam syariah Islam, negara boleh mengelola dan mengatur pemanfaatannya. Lalu hasil dari semua itu nantinya akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan rakyat itu sendiri. Sehingga seluruh masyarakat dapat menikmati hasil sumber daya alam tersebut.

Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum. Semua sama dihadapan hukum, tidak ada yang kebal hukum dalam pandangan syariah. Islam tidak melihat dulu ‘siapa’ yang melanggar hukum, namun langsung melihat ‘pelanggaran’ apa yang seseorang perbuat.

Dalam kasus pemagaran laut, pemimpin Islam akan sesegera mungkin mencari dan mengungkap siapa pelaku utamanya. Tidak akan ada drama dalam proses pencarian pelaku pemagaran laut apalagi hasilnya hanya akan menyusahkan rakyat. Karena di dalam Islam kesejahteraan rakyat adalah tanggungjawab seorang pemimpin.

Sanksi dalam Islam juga memiliki sifat menjerakan dan kecil sekali kemungkinan untuk pelaku atau yang lain kembali melanggar aturan serupa. Selain itu, dengan prinsip kedaulatan di tangan Syara’, maka korporaktorasi dapat dicegah.

Prinsip utama, Islam menetapkan penguasa wajib menjalankan aturan Islam saja. Islam mengharamkan siapa pun menyentuh harta rakyat atau memfasilitasi pihak lain mengambil harta milik rakyat. Dengan demikian, rakyat akan merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan yang hakiki.[WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here