Opini

BUMN Merugi, Bagaimana Islam Memberi Solusi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Lilis Marlina, SE, M.Si.

(Praktisi Pendidikan)

Wacana-edukasi.com — Sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi oleh negara ini tidak mampu memberikan solusi untuk memperbaiki kondisi ekonomi di masa pandemi Covid-19. Pemulihan ekonomi semakin sulit ketika pemerintah dihadapkan pada persolan kerugian BUMN yang menyedot APBN untuk membantu pendanaan utang BUMN. Pengamat Bisnis Penerbangan AIAC, Arista Atmadjati mengharapkan, gerak cepat dari pemerintah untuk membantu pendanaan utang Garuda (ekbis.sindonews.com, 6/6/2021).

Bukan hanya itu saja, beberapa BUMN lainnya juga memiliki jumlah utang yang sangat besar. Di sektor konstruksi, utang PT Waskita Karya Tbk (WSKT), misalnya, per September 2020 yang harus dibayarkan sebesar Rp91,86 triliun. Untuk transportasi, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. memiliki utang sebesar Rp15,5 triliun. Hal terbaru, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, mencatatkan utang sebesar Rp70 triliun (www.idxchannel.com/, 8/6/2021).

Solusi Semu ala Kapitalisme

Memberikan pendanaan untuk pelunasan utang BUMN bukanlah hal yang pertama kali dilakukan oleh pemerintah. Sudah beberapa kali pemerintah menyuntik dana segar untuk mengatasi kerugian BUMN, tetapi tetap saja BUMN belum bisa keluar dari masalah ini. Kondisi ini semakin memperkuat bukti bahwa sistem ekonomi kapitalisme tidak bisa menyelasaikan persoalan ini. Dalam situasi seperti apakah kita masih tetap bertahan untuk mengambil solusi yang ditawarkan sistem kapitalisme?

Mencari Solusi Alternatif

Wacana-edukasi.com Bagi mereka yang mampu berpikir secara mendalam dan cemerlang, tentu akan mencari solusi alternatif yang terbaik untuk menyeleaikan masalah BUMN, sistem alternatif yang terbaik bukanlah yang berasal dari manusia, tetapi sistem tersebut berasal dari Sang Pencipta yang memiliki kewenangan untuk membuat hukum. Sebagiman firman Allah dalam QS. Al-An’am Ayat 57:
“Katakanlah (Muhammad), “Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Qur’an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah.”

Selain itu, Allah SWT juga memerintahkan agar kita mengambil hukum dari Allah dalam mengatur kehidupan dunia ini. Bukan mengambil sebagian hukum Islam dan sebagian yang lain. Namun, Allah memerintahkan kita mengambil keseluruhan hukum-hukum Islam. Berkaitan dengan ini Allah SWT berfirman: “Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman, demikian pula perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Ayat ini bersifat umum mencakup segala permasalahan. Yaitu apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan hukum atas suatu perkara, maka tidak boleh bagi seorang pun untuk menyelisihinya dan tidak ada lagi alternatif lain bagi siapapun dalam hal ini, tidak ada lagi pendapat atau ucapan -yang benar- selain itu.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [6/423] cet. Dar Thaibah).

Berdasarkan perintah Allah dalam ayat tersebut, Pemerintah seharusnya mengambil hukum-hukum Allah untuk menyelesaikan kerugian BUMN bukan malah menambah utang negara untuk menyelesaikan masalah ini. Menambah utang justru membuat perekonomian negara ini semakin tergantung kepada pihak asing, sehingga kedaulatan negara tergadaikan.

Jadi berutang kepada asing bukan solusi praktis untuk menyeleaikan masalah kerugian BUMN. Namun, solusi praktis untuk masalah ini adalah dengan cara memperbaiki managemen pengelolaan harta.

Mekanisme Islam Mengelola Harta

Islam memiliki manajemen pengelolaan harta yang solutif dan cerdas untuk menyelesaikan kerugian BUMN dengan cara mengatur pengelolaan dan pemanfaatan harta milik umum.

Syek Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nidham al iqtishadi fi al-Islam mengatakan kepemilikan umum adalah izin Asy-Syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda/barang. Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum ada tiga jenis yaitu:
1) Fasilitas umum,
2) Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk, memilikinya.
3) Barang tambang yang tidak terbatas.

Hal yang termasuk dalam fasilitas umum adalah sarana umum yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang jika tidak ada akan menyebabkan perpecahan. Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasululullah SAW bersabda: “Kaum muslimin itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.”

Kepemilikan ini tidak terbatas pada ketiga jenis yang disebutkan dalam hadis di atas, tetapi meliputi setiap benda yang didalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum .

Termasuk jenis kedua harta milik umum adalah harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya. Pemilikan umum jenis ini jika berupa sarana umum seperti halnya pemilikan jenis pertama, maka dalilnya adalah dalil yang mencakup sarana umum. Dalil yang berkaitan dengan harta milik umum jenis ini adalah dalil yang digunakan pula pada jenis pertama, yaitu sabda Rasul SAW: Mina milik orang-orang yang lebih dahulu sampai. (HR. Abu Daud dan Ahmad). Hadis lainnya sabda Rasulullah: “Kalian semua dilarang duduk-duduk di jalan (umum).” Sebab duduk-duduk di jalanan sama dengan menghalangi orang lain berlalu-lalang atau mempersempit mereka.

Berdasarkan hadis ini maka laut, sungai, danau, teluk, selat, kanalseperti terusan Suez lapangan umum, dan masjid-masjid adalah milik umum bagi setiap anggota masyarakat. Termasuk dalam jenis harta milik umum adalah kereta api, trem, tiang-tiang penyangga listrik, saluran-saluran air, dan pipa-pipa penyalur air yang terletak di jalan-jalan umum, semuanya merupakan milik umum sesuai dengan status jalan umum itu sendiri sebagai milik umum. Sarana-sarana yang termasuk dalam fasilitas umum tidak dimiliki individu atau sekelompok orang seperti pengusaha atau korporasi. Demikian juga tidak boleh menguasai/memagari sesuatu yang diperuntukkan bagi semua manusia, karena Rasul SAW bersabda: “Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud).

Makna hadis tersebut adalah tidak boleh seseorang menguasai sesuatu yang merupakan milik semua manusia untuk dirinya sendiri. Pengusaaan/ pemagaran harta miliki umum dilakukan oleh Negara (Syekh Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Islam).

Jenis kepemilikan umum yang ketiga adalah barang tambang yang jumlah depositnya sangat tidak terbatas seperti emas, perak, besi, tembaga, grafit, timah, khrom, uranium, pospat, dan barang tambang lainnya. Dalil yang dijadikan dasar untuk barang tambang yang (depositnya) berjumlah banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari pemilikan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Abidh bin Hamal al-Mazaniy: Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis, ‘Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir.’ Akhirnya beliau bersabda: “(Kalau begitu) tarik kembali darinya.” (HR. Tirmidzi).

Berdasarkan dalil tersebut, negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan untuk memilikinya. Demikian juga negara tidak boleh mengizinkan perorangan atau perusahaan melakukan eksploitasi untuk menghidupi mereka. Negara dalam hal ini wajib melakukan eksploitasi barang tambang (sumber alam) tersebut mewakili kaum Muslim, kemudian hasilnya digunakan untuk memelihara urusan-urusan rakyat. Sehingga bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Oleh karena itu untuk mencegah kerugian BUMN tidak ada solusi yang lebih komprensif dan praktis selain dari Islam yaitu dengan cara mengembalikan pengelolaan BUMN yang selama ini diserahkan pada swasta/perusahaan ke tangan negara. Tentu saja ini sulit untuk dilakukan jika pemerintah masih mengguna kerangka sistem ekonomi kapitalisme. Penerapan sistem ekonomi Islam hanya mungkin dilakukan jika diterapkan sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah Islamiah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 34

Comment here