Opini

Seks Bebas, dan Ancaman Nyata Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Pri Afifah (Komunitas Muslimah Peduli Generasi)

Wacana-edukasi.com, OPINI--“Rusak akar, rebah pohon.” Begitulah pepatah lama berkata. Jika akar moral masyarakat telah membusuk, maka jangan heran bila batang keluarga pun roboh, cabang generasi ikut layu, dan buah-buah peradaban pun membusuk. Fenomena mengerikan seperti hubungan sedarah (inses) yang ramai diperbincangkan di jagat maya bukan sekadar kabar keji—melainkan alarm paling nyaring bahwa pohon besar bernama keluarga telah patah di negeri ini.

Baru-baru ini, publik digemparkan dengan terbongkarnya grup Facebook yang menyebarkan fantasi inses. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tengah mengusut tuntas keberadaan grup tersebut yang diduga mempromosikan konten pornografi hubungan sedarah. Kejadian ini menjadi sorotan tajam atas lemahnya kontrol sosial dan sistemik terhadap konten merusak di media sosial. (Sumber: Republika, 19 Mei 2025 – “Kemen PPPA Usut Grup Facebook Fantasi Sedarah”).

Apakah kita sedang hidup di zaman ketika manusia benar-benar telah kehilangan arah? Dalam sistem yang katanya menjunjung kebebasan dan hak asasi, ternyata yang tumbuh subur justru kebebasan yang menjurus pada kebinatangan. Inses adalah perilaku yang bahkan binatang pun enggan melakukannya. Maka, tatkala manusia dengan sadar menjadikannya bahan fantasi, lalu membentuk komunitas daring untuk menyebarkannya, itu adalah titik nadir sebuah peradaban.

Kita patut bertanya: bagaimana ini bisa terjadi di negeri yang katanya “religius”? Negeri yang memiliki jumlah masjid terbanyak, kegiatan keagamaan rutin, dan pelajaran agama di sekolah-sekolah? Jawabannya sederhana: akar yang rusak itu bernama sekularisme. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah membuka jalan bagi nafsu untuk menjadi penguasa. Kapitalisme dengan liberalismenya mengajarkan manusia menjadi pusat kebenaran, bahwa setiap orang bebas melakukan apa pun atas nama hak individu, termasuk berfantasi menjijikkan seperti inses.

Bila keluarga adalah pondasi masyarakat, maka sistem sekuler kapitalisme telah menghancurkannya dari pondasi. Kapitalisme tidak peduli bagaimana keluarga seharusnya dibangun. Ia hanya peduli bagaimana pasar tetap hidup. Maka wajar bila industri pornografi dilegalkan di banyak negara kapitalis, bahkan difasilitasi demi cuan. Maka tidak aneh jika media sosial seperti Facebook bisa menjadi ladang berkembangnya komunitas inses. Negara pun terlambat bertindak karena terlalu sibuk mengurusi stabilitas ekonomi, bukan moral rakyatnya.

Bukankah ini ironi? Negara yang seharusnya menjadi pelindung malah sering kali menjadi pengabaian. Negara membiarkan tontonan merusak beredar, memperlonggar sensor, dan membiarkan algoritma media sosial mengatur selera anak bangsa. Bahkan ketika hal sebusuk inses terungkap, negara baru bergerak setelah publik gaduh. Di mana peran negara dalam menjaga kesucian institusi keluarga?

Islam memiliki pandangan yang sangat tegas dan utuh terhadap masalah ini. Islam tidak hanya melarang inses secara hukum, tapi juga menciptakan atmosfer sosial, politik, dan budaya yang menutup semua celah menuju perbuatan keji ini. Dalam Islam, hubungan darah memiliki kehormatan tinggi. Ada mahram yang tak boleh dinikahi seumur hidup. Ada sistem warisan yang menjaga struktur kekeluargaan. Ada adab, akhlak, dan sanksi yang ditegakkan.

Negara dalam sistem Islam bukan penonton, tapi pelaku aktif dalam membina masyarakat. Ia memulai dari akar—dengan pendidikan iman dan takwa sejak dini. Bukan sekadar mengajarkan doa sebelum makan, tapi mengenalkan siapa Allah, apa tujuan hidup, dan bagaimana hidup sesuai syariat-Nya. Negara menyediakan sistem pendidikan yang membentuk kepribadian Islam. Ia menjaga media agar bersih dari konten yang merusak akal dan hati. Negara menutup situs-situs porno, melarang produksi konten yang menjurus pada seksualitas bebas, dan memberi hukuman tegas bagi pelaku penyimpangan.

Lebih jauh, Islam menerapkan amar makruf nahi munkar sebagai bagian dari sistem sosial. Ini bukan sekadar slogan, tapi mekanisme konkret. Masyarakat didorong aktif mengingatkan bila ada yang menyimpang, bukan diam atau permisif. Lembaga negara pun dibangun untuk mengawasi dan menindak, bukan sekadar menunggu laporan viral. Maka, ketika sistem Islam tegak, inses tidak akan punya ruang tumbuh, bahkan di dunia maya.

Sanksi dalam Islam bukan hanya memberi efek jera, tapi juga penebus bagi pelaku. Jika seseorang melakukan dosa besar, maka sanksi yang ditegakkan oleh negara menjadi jalan taubat baginya, bukan hanya hukuman. Ini adalah bentuk kasih sayang Islam kepada manusia—mencegah, membina, dan bila perlu, menghukum demi kebaikan mereka.

Kini, lihatlah realitas kita. Seorang anak bisa dengan mudah menemukan konten berbau seksual hanya lewat gawai di genggaman. Seorang ayah bisa mengakses fantasi inses di grup-grup daring tanpa pengawasan. Seorang ibu bisa kehilangan peran karena sibuk mencari nafkah di tengah krisis ekonomi yang dipicu kapitalisme. Inilah gambaran nyata bahwa sistem telah gagal menjaga keluarga.

Kita tidak sedang menghadapi sekadar kasus moral individu. Kita sedang menyaksikan efek domino dari sistem rusak yang melingkupi seluruh aspek kehidupan. Kapitalisme sekuler tidak akan pernah bisa menyelamatkan keluarga karena ia sendiri adalah penyebab kehancurannya. Solusi parsial seperti edukasi seksual tanpa fondasi keimanan hanya akan menjadi tambal sulam. Hanya sistem Islam yang mampu menyembuhkan dari akar.

Maka, mari kita jujur pada diri sendiri: sampai kapan kita akan terus menutup mata atas kebobrokan ini? Sampai berapa banyak lagi generasi yang harus tumbang? Islam bukan hanya agama ritual, ia adalah sistem hidup menyeluruh. Ia datang bukan sekadar mengatur ibadah, tapi juga membentengi akhlak, keluarga, masyarakat, dan negara.

Inses adalah puncak dari kerusakan moral. Jika kita masih membiarkannya menjamur, maka siap-siaplah menyambut hancurnya generasi. Bila kita ingin keluarga terjaga, generasi mulia, dan masyarakat yang bermartabat, maka tidak ada jalan lain, kecuali dengan menegakkan sistem Islam secara menyeluruh. Karena hanya dengan Islam, akar moral akan kuat, pohon keluarga akan tegak, dan buah peradaban akan kembali harum. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here