Opini

Benarkah Kita Sudah Merdeka?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Sonia Padilah Riski S.P
(Aktivis Muslimah Semarang)

wacana-edukasi.com — 17 Agustus menjadi hari bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Merayakan hari kemerdekaan ke 76th dengan tema “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”.

Tidak tanggung-tanggung perayaan kemerdekaan ini dilaksanakan hampir pada semua kalangan masyarakat, baik yang berada diluar negeri, maupun yang sedang berada dijalan raya.

Sikap patriotisme dan nasionalisme harus ada dalam diri setiap pemuda bangsa Indonesia. Sikap membela tanah air harus yang sudah mengakar dalam diri pemuda Indonesia, tanpa memandang etnis, agama, suku, dan yang lainnya. Tapi kenapa sikap pembelaan seperti hanya ditujukan pada orang-orang tertentu, para kapital misalnya?

76th bukan angka dan hitungan waktu yang sebentar untuk sebuah negara jika sudah dikatakan merdeka. Meskipun sudah memasuki angka 76 tak ada perubahan yang membekas dalam ingatan setiap masyarakat Indonesia.

Bisa dibayangkan saudara kita yang berada di daerah timur saja menganggap pelepah pisang adalah makanan terenak, sedangkan mereka tidur diatas emas yang melimpah ruah. Bagaimana hal ini bisa terjadi, katanya kita sudah merdeka?

Apa Itu Merdeka? 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merdeka mempunyai tiga arti, yakni bebas (dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya) atau berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat atau tidak bergantung pada orang ataupun pihak tertentu.

Jika arti dari merdeka itu sendiri adalah bebas dari segala hal yang mencengkram, apakah kita sudah terlepas dari cengkraman asing?

Waktu zaman penjajahan Belanda dan Jepang, masyarakat Indonesia berusaha untuk membebaskan diri dari cengkraman kedua negara tersebut dengan memperjuangkan kemerdekaan versi mereka.

Penjajahan sendiri berarti eksploitasi, pengekangan dan perampasan kehendak, semua itu tidak lepas demi kepentingan penjajah. Mereka tidak berdaulat. Tidak bisa bebas bertindak sesuai keinginan mereka sendiri.

Sebaliknya, kehendak maupun kehidupan mereka dibatasi dan diatur oleh pihak yang menjajah. Kekayaan dan potensi yang mereka miliki dieksploitasi lebih untuk kemakmuran pihak yang menjajah. Sama artinya pihak yang dijajah hanya dijadikan boneka mainan oleh si penjajah. Inilah penampakan nyata dari perbudakan atau penghambaan.

Sehingga, arti merdeka dimaknai dengan kehendak individu tidak dibatasi maupun dikekang oleh bangsa lain atau sesama manusia lainnya. Merdeka itu ketika keputusan dan tindakan tidak dikendalikan oleh bangsa, individu, sekelompok lain. Merdeka berarti kekayaan dan potensi yang kita miliki sepenuhnya digunakan untuk kepentingan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya sendiri.

Keadaan saat setelah disahkan merdeka dan sebelum merdeka tidak beda jauh dengan masyarakat waktu dulu. Jika dulu berusaha untuk lepas dari kekangan penjajah, saat ini masih terus berusaha untuk lepas dari jeratan kehidupan kapitalis yang mencekik.

Bidang Pendidikan misal, hanya bisa dirasakan oleh masyarakat tertentu. Terutama yang punya uang, untuk bisa menempuh Pendidikan di sekolah Internasional S1? Itu hanya mimpi bagi sebagian orang. Ditambah sistem Pendidikan hingga saat ini yang masih berupa uji coba perombakan kurikulum, bahkan tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap perkembangan anak.

Pola pikir yang terbentuk pun bukan mengarahkan pada perubahan masyarakat. Pemuda-pemudinya tercetak kapitalis, ironinya pendidikan sebagai jembatan untuk kesuksesan individu dengan perolehan pendapatan yang tinggi.

Begitu pula dengan Kesehatan, tidak ada kata gratis dalam pengobatannya. Terutama apa yang dirasakan oleh masyarakat miskin, mendapatkan Kesehatan atau check up rutin adalah sesuatu yang mustahil. Karena

Kesehatan sudah berubah menjadi ladang komersial bagi para kapital. Tak jauh-jauh dari pandemic covid 19, dari tes rapid hingga vaksin dikomersialisasikan untuk mendapatkan keuntungan dari masyarakat.

Bidang Ekonomi juga tidak kalah rumitnya, tidak ada kesejahteraan didalamnya. Masyarakat bertarung dengan kehidupan, kelaparan merajalela, pengangguran dimana-mana apalagi dengan kebutuhan hidup.

Bisa makan sehari-hari saja merupakan suatu keberuntungan, masyarakat disibukkan dengan pendapatan ekonomi semata tanpa memikirkan masalah yang sebenarnya yakni adanya penjajahan dalam bentuk yang halus yakni berupa kerja sama dengan negara asing, interaksi tersebut masuk intervensi asing untuk menguasai negara.

Tujuan kemerdekaan sendiri masih dikatakan jauh dari arti yang seharusnya. Berbagai kebijakan juga banyak dipengaruhi oleh asing atau oligarki. Eksploitasi Kekayaan sumberdaya dibawah kaki tangan asing, segelintir konglomerat atau sekelompok kecil yang diistilahkan sebagai oligarki. Bentuk Penjajahan ini memang tidak ketara tidak nampak lagi secara fisik.

Belum lagi ditambah dengan adanya perang pemikiran yang dihembuskan oleh asing untuk mempengaruhi pemuda-pemudi tergerus arus liberalisasi yang meyenangkan diri tanpa peduli nasib orang lain.

Kehidupan saat ini pun tak ubahnya hanya diatur oleh asing. SIstem kapitalisme menjadikan kebermanfaatan sebagai daya tarik kepada orang-orang menggilai materi. Menjadikan mereka masuk terperangkap menjadi agen pihak asing.

Merdeka dalam Pandangan Islam

Islam menjadi agama rahmatan lil’alamin, yang artinya Islam diturunkan bukan hanya untuk golongan maupun orang tertentu saja. Tapi untuk semua umat, ada kebaikan didalamnya. Tidak mungkin Allah swt menurunkan segala sesuatu dengan maksud untuk merusak kehidupan manusia.

Islam sudah menjadi satu paket dengan aturan kehidupan yang meliputi hablum minallahu, hablum binafsihi, hablum minannas. Islam juga diturunkan untuk memberikan kemerdekaan kepada umat manusia, untuk memberikan kehidupan yang bebas dari belenggu manusia maupun zaman.

Memerdekan umat manusia dari penghambaan kepada sesama manusia dan dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah swt adalah salah satu misi kenapa Islam diturunkan dimuka bumi.

Didalam surat Rasulullah saw yang dikirimkan kepada penduduk Najran, juga mendapati isinya sebagai salah satu bentuk misi Islam itu sendiri, diantaranya berbunyi:

Amma ba’du. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia). Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah. v/553

Seruan untuk tidak menyembah sesama manusia sudah diperingatkan oleh Rasulullah saw sejak dulu. Karena pada hakikatnya manusia sejak dulu, memang menyembah kepada selain Allah swt.

Lebih mirisnya lagi, hanya menjadikan Allah swt sekedar sebagai pencipta tanpa harus melakukan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah swt.

Perwujudan kemerdekaan dalam pandangan islam untuk seluruh umat juga terungkap pada dialog Jenderal Persia, Rustum, dengan Rib’I bin ‘Amir yang diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash ra. Setelah Mughirah bin Syu’bah pada Perang Qadisiyah untuk membebaskan Persia.

Jenderal Rustum bertanya kepada Rib’I bin ‘Amir, “Apa yang kalian bawa?” Rib’I bin ‘Amir menjawab, “Allah telah mengutus kami. Demi Allah. Allah telah mendatangkan kami agar kami mengeluarkan siapa saja yang bersedia, dari penghambaan kepada sesama hamba (sesama manusia) menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju kelapangannya; dan dari kezaliman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan Islam …” (Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa Al-Muluk, II/401).

Pada zaman ini, pembuatan aturan hukum menjadi jalan penjajahan baru atau eksploitasi yang paling mematikan tapi secara halus. Dalam sistem politik demokrasi yang dijalankan saat ini, sekelompok manusia yang diangkat sebagai wakil rakyat diberi kekuasaan untuk membuat aturan hukum yang mewakili rakyat.

Namun faktanya, tidak ada aturan tersebut yang tercetus dari aspirasi rakyat. Omnibus law salah satunya, jelas peraturan tersebut menimbulkan kemudharatan bagi rakyat.

Tak jarang juga, banyak aturan dibuat untuk memenuhi kepentingan para oligarki. Bahkan orang-orang semacam ini lebih mengedepankan kepentingan oligarki para kapitalis yang menjadi cukong mereka atau pihak asing yang mengarahkan mereka.

Melalui jalan pembuatan aturan hukum itulah, terdapat bentuk penjajahan yang masih bisa dilakukan oleh asing. Sekolompok kecil manusia masih bisa membatasi dan mengatur kehendak manusia lainnya. Kebebasan yang tersekat.

Bukan hanya itu, banyak beban yang harus diterima oleh rakyat selain penempuhan bidang Pendidikan dan Kesehatan yang harus berbayar, rakyat juga dibebankan pada banyaknya pajak dan pungutan lainnya.

Islam bisa membebaskan masyarakat dari semua penghambaan dan penjajahan dan ekspoloitasi modern. Caranya dengan mengembalikan hak membuat hukum kepada Allah swt; mengembalikan kedaulatan kepada Syariah. Dengan begitu kedudukan mansuia setara. Sama-sama menghambakan diri kepada Allah dan tunduk pada Syariah-Nya. Inilah bentuk kemerdekaan yang sesungguhnya.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 50

Comment here