Opini

Sudan dan Nafsu Kapitalisme Barat

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Yusma Indah Jayadi (Mahasiswa Pascasarjana IPB)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Sudan kembali menjadi berita duka dunia. Kota El-Fasher di Darfur Utara kini menjadi saksi genosida paling mengerikan dalam sejarah modern Afrika. Lebih dari 1.500 warga sipil tewas hanya dalam tiga hari, rumah sakit dibakar, pasien dieksekusi, dan perempuan diperkosa di depan anak-anak mereka (Republika, 31 Oktober 2025). RSF (Rapid Support Forces), pasukan paramiliter yang dulunya dibentuk untuk menjaga keamanan nasional, kini berubah menjadi algojo yang menebar maut. Namun, konflik ini jauh dari sekadar perang internal antara dua jenderal ambisius. Ia adalah panggung besar dari perebutan kepentingan global atas negeri Muslim yang kaya raya, Sudan.

 

Tanah Kaya yang Dikutuk Kelimpahan

 

Sudan bukan negara miskin sumber daya. Negeri ini memiliki Sungai Nil yang lebih panjang dari Mesir, piramida lebih banyak daripada Giza, dan kekayaan emas yang menempatkannya sebagai produsen emas terbesar di dunia Arab (Republika, 31 Oktober 2025). Cadangan minyak, uranium, dan mineral langka yang menjadi bahan industri modern tersebar luas di wilayahnya. Namun ironi justru tumbuh dari kelimpahan: negeri yang dianugerahi kekayaan alam berlimpah itu kini menjadi episentrum bencana kemanusiaan terpanjang di Afrika.

 

Sejak tumbangnya rezim Omar al-Bashir pada 2019, Sudan tidak pernah benar-benar tenang. Apa yang disebut “transisi demokrasi” ternyata membuka ruang bagi campur tangan asing. Amerika Serikat dan Inggris, bersama sekutu regional seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel, memainkan peran besar di balik layar. Dukungan militer dan diplomasi mereka terhadap faksi-faksi tertentu hanyalah cara lain untuk memastikan penguasaan atas sumber daya alam strategis Sudan, termasuk emas dan minyak.

 

Normalisasi dan Penjajahan Gaya Baru

 

Salah satu poros paling mencolok dari intervensi itu adalah proyek normalisasi hubungan Sudan–Israel. Sejak 2020, Amerika Serikat menjanjikan penghapusan Sudan dari daftar negara teror jika mau membuka hubungan diplomatik dengan Tel Aviv (Republika, 31 Oktober 2025). UEA menjadi mediator, sementara agen intelijen Israel (Mossad) dilaporkan bertemu dengan Mohammed Hamdan Dagalo (Hemedti), pemimpin RSF, untuk membahas kerja sama keamanan dan ekonomi rahasia.

 

Investigasi The New Arab dan Haaretz (dikutip oleh Republika, 31 Oktober 2025) menunjukkan bahwa perusahaan teknologi Israel Intellexa, yang didirikan oleh mantan perwira militer Israel, memasok perangkat pengawasan dan peretasan telepon kepada milisi RSF melalui jalur penerbangan rahasia dari Tel Aviv ke Khartoum. Peralatan ini digunakan untuk melacak dan menekan kelompok oposisi, bahkan memata-matai pejabat militer Sudan lainnya.

 

Lebih jauh, laporan The Guardian yang juga dikutip Republika menyebutkan bahwa peralatan militer buatan Inggris ditemukan di medan perang Sudan, digunakan oleh RSF. Barang-barang tersebut diduga dikirim melalui Uni Emirat Arab—negara yang berulang kali dituduh memasok senjata ke paramiliter RSF. Fakta-fakta ini menegaskan bahwa genosida di Darfur bukan sekadar tragedi kemanusiaan lokal, tetapi buah dari jejaring kepentingan militer-industrial global.

 

Gelombang Pengungsian dan Krisis Kemanusiaan

 

Dalam empat hari antara 26–29 Oktober 2025, lebih dari 62.000 warga mengungsi dari El-Fasher menuju wilayah sekitar seperti El-Obeid dan Tawila (Mi’raj News Agency/MINA, 2 November 2025). Sebagian besar pengungsi tiba dalam kondisi kelaparan, kelelahan, dan tanpa akses air bersih. Badan Migrasi Internasional (IOM) mencatat bahwa ratusan anak-anak menderita gizi buruk dan trauma akibat serangan beruntun yang dilakukan RSF terhadap rumah sakit dan masjid.

 

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan lebih dari 460 orang tewas di Rumah Sakit Bersalin Saudi, tempat RSF dilaporkan mengeksekusi pasien dan tenaga medis (Republika, 31 Oktober 2025). Dunia internasional, seperti biasa, hanya mengeluarkan kecaman tanpa tindakan nyata. PBB belum mampu mengirimkan misi perdamaian karena veto dan tarik ulur kepentingan negara-negara besar.

 

Lembaga Internasional: Alat Legitimasi Hegemoni

 

Tragedi Sudan menunjukkan bahwa lembaga internasional dan sistem global yang dikuasai Barat tidak pernah netral. Mereka menciptakan aturan dan narasi kemanusiaan hanya sejauh sejalan dengan kepentingan geopolitik mereka. Jika sebuah negeri Muslim jatuh, dunia menyebutnya “krisis internal”; tapi jika kepentingan ekonomi mereka terganggu, barulah istilah “intervensi kemanusiaan” digunakan. Inilah kolonialisme versi modern—menjarah melalui diplomasi, menindas atas nama demokrasi.

 

Sudan hari ini adalah cermin luka dunia Islam. Polanya berulang di Irak, Suriah, Libya, Yaman—semuanya negeri Muslim yang kaya sumber daya, tapi dihancurkan oleh proyek hegemoni Barat dan boneka-bonekanya. Mereka menjadikan konflik internal sebagai dalih untuk masuk, memecah-belah, dan mengeruk kekayaan bumi Islam. Ketika umat Islam sibuk berperang satu sama lain, dunia kapitalis justru menambang emas mereka, menguasai minyak mereka, dan mengatur politik mereka.

 

Kebangkitan Ideologis: Solusi Hakiki bagi Dunia Islam

 

Umat Islam perlu dinaikkan level berpikir ideologisnya, agar dapat membaca realitas ini sebagai perang peradaban, bukan sekadar konflik politik. Dunia Islam tidak akan pernah keluar dari jeratan penderitaan selama sistem kapitalis-sekuler masih menjadi pengatur global.

 

Solusi hakiki bagi Sudan dan negeri Muslim lainnya bukan datang dari PBB, IMF, atau negosiasi senjata, melainkan dari penerapan sistem Islam yang menyatukan umat di bawah satu kepemimpinan, Khilafah,yang menegakkan keadilan, menjaga sumber daya umat, dan melindungi kehormatan manusia dari eksploitasi.

Persatuan politik umat Islam di bawah satu payung kekuasaan Islam adalah keniscayaan sejarah dan iman. Tanpa itu, Sudan akan terus menjadi korban. Kekayaan tanpa kedaulatan hanyalah kutukan, dan kemerdekaan tanpa Islam hanyalah fatamorgana.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 21

Comment here