Oleh: Lilik Nurliana Fitri
Wacana-edukasi.com, OPINI–Lagi dan lagi, judol alias judi online menjadi masalah serius yang tak kunjung surut di tengah kehidupan masyarakat di berbagai kalangan, baik tua maupun muda. Bagaimana tidak situsnya merebak dimana-mana layaknya air bah.
Menko Hukum HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra meminta agar tokoh agama bisa ikut terlibat dalam menekan praktik judi online (judol) di Indonesia. Yusril menceritakan pengalamannya saat beribadah Salat Jumat. Namun, berdasarkan pengalamannya itu, dirinya tidak pernah mendengarkan khatib membawa materi terkait judi online saat khotbah. “Setiap minggu sembahyang yang Jumat dengarkan khotib itu 5 tahun terakhirnya saya gak pernah mendengar ada khotib itu membahas masalah judi online,” ujar Yusril di kantor PPATK. Ia mengemukakan, khotib Jumat lebih banyak membahas terkait dengan materi keagamaaan tanpa membahas persoalan di masyarakat seperti judi online (merdeka.com, 5/11/25).
Ironis, semakin hari polemik judi online semakin pelik. Kementerian Komunikasi dan Digital mencatat saat ini terdapat empat juta orang pemakai internet di Indonesia yang terlibat dalam judi online (judol), dengan 80 ribu di antaranya adalah anak-anak. Fenomena itu menjadi ancaman besar yang dihadapi pemerintah di era transformasi digital (Komdigi, 29/12/24). Selain itu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) total transaksi judol perjanuari hingga Oktober mencapai Rp 155 triliun (CNN Indonesia, 4/11/25).
Banyak kalangan yang terlilit dalam kasus judol tersebut baik anak-anak hingga dewasa. Faktor penyebabnya bervariasi. Bahkan banyak anak-anak di antaranya tidak tahu menahu dengan situs judol yang mereka akses melalui game online. Karena banyak dari mereka yang hanya menyalurkan hoby bermain games yang ternyata justru menjerus pada judol. Sering sekali kurangnya pengawasan orang tua dalam memberikan gadget kepada anak menjadi sebab terjerumus dalam judol. Sehingga anak dengan mudah mengakses situs judol yang berbalut permainan. Bahkan mirisnya tak sedikit orang tua tidak faham akan jenis-jenis games yang terkoneksi judol.
Adapun beberapa faktor penyebab banyaknya kasus yang menjerat judol diantaranya; faktor iseng bermain game, sehingga menang jackpot. Lebih miris lagi karena minim literasi, rendahnya pendidikan, serta terlalu bebasnya akses internet untuk berbagai usia. Terlebih upaya penganggulangan judol oleh pihak terkait sangat minim. Adanya pembentukan satgas judol menunjukkan tingkat kesadaran pemerintah terhadap bahaya judol semakin ngeri mengintai. Tapi dengan solusi yang ditempuh pemerintah tak kunjung bisa menyapu hingga akar permasalahannya yang begitu komplek. Seperti yang dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi selama 167 hari masa jabatan, telah berhasil memutus akses lebih dari 800 ribu konten judi online berupa situs, IP, aplikasi, dan file sharing (Komdigi, 2/1/24).
Mirisnya upaya yang dilakukukan oleh pemerintah tidak cukup, bahkan jauh dari kata cukup untuk menyentuh akar permasalahan terkait judol tersebut. Harusnya pemerintah tidak hanya memblokir situs tapi membentuk keamanaan cyber baru untuk meringkus dan memberantas situs judi yang terjaring. Selain itu pemerintah harus dengan sigap memberikan penyuluhan di tengah masyarakat terkait bahaya judi online sehingga orang tua akan lebih waspada saat memberikan anaknya gadged. Bahkan dalam hukum negara juga mengatur perjudian online ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tepatnya Pasal 303 bis ayat (1) KUHP.
Selain faktor di atas benang merah penyebab maraknya judol di Indonesia adalah sistem yang diemban oleh negara. Yakni sistem sekularisme dan liberalisme yang tumbuh menggeliat di tengah kehidupan bernegara. Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat masyarakat semakin jauh akan agama. Begitu pula dengan liberalisme yang menjadikan mereka lupa atas batas-batas berperilaku dalam kehidupan sehingga membuat mereka lupa lalu tenggelam dengan kemilau kehidupan dunia yang fana.
Harusnya dengan diturunkannya agama islam mampu menjadi benteng pertahanan mereka. Karena agama Islam tak hanya sekedar sebagai agama ritual semata, tapi Islam juga merupakan sebuah aturan yang berasal dari Allah Swt., untuk mengatur lini kehidupan baik permasalahn qalbu hingga materi, termasuk judol salah satunya. Islam menetapkan judol sebagai sesuatu yang haram, dijelaskan dibeberapa ayat dalam Al Qur’an yang artinya;
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (TQS. Al Maidah: 90).
Keharaman judi juga dijelaskan dalam ayat lain yang artinya;
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (TQS Al-Baqarah: 219).
Jadi jelas Al Qur’an telah mengharamkan judol, apapun jenisnya dan siapapun yang terlibat di dalamnya. Dalam pandangan Islam judi adalah budaya jahiliyah yang mutlak tak boleh ditiru atau dilakukan. Negara harusnya mampu memberantas tuntas dengan berbagai metode yang digunakan Islam dalam penyelesaian masalah perjudian karena Negara adalah raa’in dan Junnah bagi umat.
Views: 0


Comment here