Oleh: Ilma Mahali Asuyuti
Wacana-edukasi.com, OPINI--Penambangan Nikel di Raja Ampat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang Nikel karena besarnya sorotan publik. Penambangan Nikel juga menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati yang dilindungi, bahkan oleh dunia internasional.
Mengutip Kompas.com, aktivitas pertambangan Nikel di kawasan wisata dan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi perhatian masyarakat karena menimbulkan kerusakan ekosistem setempat. Bahkan viral dengan hashtag #SaveRajaAmpat.
Para aktivis menyuarakan terkait dampak yang akan terjadi dari pertambangan Nikel di tanah Papua tersebut. Industri Nikel dinilai merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, udara, juga akan memperparah dampak krisis iklim.
Aktivitas pertambangan ditemukan di sejumlah pulau di Raja Ampat, antara lain di Pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Manuran, kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik. Pembabatan hutan serta pengerukan tanah untuk pertambangan nikel berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat yang menampung banyak kehidupan bagi ekosistem laut dan warga lokal.
Pertambangan Nikel di Raja Ampat juga telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alam. Jelas bahwa aktivitas tersebut menimbulkan kerusakan pada Sumber Daya Alam dan ekosistem yang ada di dalamnya.
Tetapi kemudian dihentikan sementara karena adanya desakan warga yang khawatir akan merusak ekosistem yang ada di dalamnya.
(Kompas.com, Minggu, 8 Juni 2025)
Keberadaan Penambangan Nikel yang membahayakan lingkungan merupakan bentuk nyata kerusakan sistem Kapitalisme. Penambangan tetap dapat dilakukan meskipun melanggar Undang-Undang (UU) yang sudah ditetapkan negara.
Apalagi Raja Ampat merupakan salah satu surga alam dengan kekayaan hayati yang menampung kehidupan bagi banyaknya ekosistem laut dan para nelayan, juga salah satu sumber mata pencaharian warga lokal.
Jika Raja Ampat dijadikan tambang nikel, selain dari merusak habitat alam, juga bisa menghancurkan sumber mata pencaharian utama masyarakat Raja Ampat, terutama wisata dan perikanan. Bahkan bisa menyebabkan kerusakan lingkungan jangka panjang yang tidak mudah dipulihkan.
Selain itu juga bisa menjadi ancaman bagi Budaya dan kehidupan lokal. Warga adat akan terancam kehilangan tanah dan tradisi mereka, juga berpotensi adanya konflik antara warga dan perusahaan tambang.
Jadi, meskipun tambang nikel ini bisa memberikan keuntungan yang besar dan cepat, tetapi dampaknya besar, yaitu kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki dan kehidupan jangka panjang masyarakat lokal juga terancam.
Kerusakan sistem Kapitalisme tidak bisa dielak lagi, sudah banyak kerusakan-kerusakan yang timbul akibat dari penerapan sistem yang salah, yaitu sistem sekuler Kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Para kapitalis (para pemilik modal) tak habis-habisnya mengeruk keuntungan, meskipun dengan mengeksploitasi Sumber Daya Alam dan merusaknya untuk keuntungan segelintir orang. Seperti pertambangan nikel di Raja Ampat, para kapitalis mengejar keuntungan tetapi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat lokal.
Demi keuntungan itu, mereka tidak memperhatikan dampak yang akan terjadi karena perbuatan mereka sendiri. Akhirnya rakyat kecil juga yang menanggung beban, laut tercemar yang menyebabkan para nelayan susah mendapatkan ikan, tanah rusak dan tidak subur yang menyebabkan petani sulit menanam dan masyarakat biasa yang harus tinggal di lingkungan yang tidak sehat.
Tetapi masyarakat tidak bisa bertindak apa-apa, karena jika pun mereka protes, suara mereka lebih dulu tersumbat oleh dana para pengusaha yang diberikan kepada para penegak hukum, yaitu para pengusaha membeli politik dan hukum dengan uang.
Ini terjadi karena negara tidak ikut campur tangan dalam sektor ekonomi, negara hanya berperan sebagai fasilitator dan menyerahkan penuh sistem ekonomi kepada swasta. Alhasil, rakyat biasa tidak bisa mendapatkan keadilan, karena keadilan hanya ada untuk orang-orang yang mampu memberikan keuntungan.
Islam menetapkan Sumber Daya Alam (SDA) adalah milik umum yang harus dikelola oleh negara secara mandiri dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan masyarakat. Islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan yang akan berpengaruh terhadap hidup manusia.
Islam juga memiliki konsep “hima”, yaitu zona perlindungan yang merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai zona yang harus dilindungi dari eksploitasi demi menjaga kelestariannya.
Tujuannya yaitu untuk melindungi Sumber Daya Alam, menjaga ekosistem dan keberlanjutan kelangsungan hidup, dan seterusnya. Konsep hima merupakan salah satu prinsip penting dalam etika lingkungan di dalam Islam, sebagai bentuk perlindungan terhadap alam dan sumber daya.
Jika suatu kepemilikan jelas antara milik umum dan milik individu, juga ada aturan tentang larangan eksploitasi suatu lingkungan yang bukan milik individu, maka tidak akan ada pembabatan hutan, laut dan sebagainya secara legal dan mudah.
Begitu pun jika negara ikut andil dalam mengelola Sumber Daya Alam sesuai syari’at, alam pun tidak akan pernah rusak karena eksploitasi. Jika negara menerapkan sistem Islam, maka tidak akan ada yang membiarkan adanya campur tangan asing yang mengeruk keuntungan dari SDA.
Negara akan mewujudkan kesejahteraan dengan cara mengelola SDA secara mandiri dan keuntunganya diberikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Penguasa dalam Islam tidak akan mengambil keuntungan untuk individu saja, karena yakin bahwa pertanggung jawaban dia sebagai pemimpin sangat besar di hadapan Allah termasuk SDA yang dikelolanya.
Seorang pemimpin juga berperan sebagai pengurus yang akan mengelola SDA secara aman dan menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak memberikannya kepada asing. Negara juga bertanggung jawab atas kebutuhan hidup banyak orang, yaitu rakyat yang ada di bawah kekuasaannya. Jadi, ini bukan hanya tentang Raja Ampat, tetapi tentang bagaimana cara para penguasa memperlakukan rakyatnya dan alam yang ada. [WE/IK]
Views: 0
Comment here