Opini

Stunting Tinggi di Tanah Kaya

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Hida Muliyana, SKM (Pemerhati Kesehatan Masyarakat)

wacana-edukasi.com– Kalimantan Selatan (kalsel) menempati urutan ke-6 kasus stunting tertinggi di Indonesia dengan angka 30 poin. Diungkapkan juga oleh sekda kalsel Roy Rizali Anwar, seni (21/03/2022), ada enam kabupaten dengan angka stunting lebih tinggi dari rata-rata provinsi, yaitu kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Balangan, Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kabupaten Tapin dan Kabupaten Banjar. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita. (Banjarmasinpost, Senin, 21/3/2022)

Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, infeksi berulang serta simulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan sang anak. Problematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan.

Stunting erat kaitannya dengan pemenuhan gizi anak sejak dalam usia kandungan hingga anak berusia 2 tahun atau biasa disebut 1.000 hari pertama kehidupan anak. Artinya pemenuhan gizi disini tidak hanya pada balita tapi juga pada ibu hamil, karena untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dalam kandungan hanya bisa dilakukan melalui ibu yang hamil. Namun pada faktanya masih banyak ibu hamil yang belum bisa memenuhi kebutuhan gizi tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor pengetahuan dan juga ekonomi.

Faktor pengetahuan bisa diatasi melalui edukasi kesehatan melalui berbagai media ataupun penyuluhan langsung yang dilaksanakan di puskesmas. Sedangkan faktor kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan rendahnya akses pemenuhan gizi. Sebagaimana yang diketahui bahwa kemiskinan adalah problematika negara ini yang masih belum bisa terselesaikan. Tentunya kemiskinan amat berpengaruh terhadap pemenuhan gizi. Jangankan untuk mendapatkan nutrisi terbaik, untuk makan sehari-hari saja belum tentu dapat terpenuhi.

Mirisnya adalah ketika kemiskinan ini terjadi di tempat yang notabenenya kaya, memiliki sumber daya alam yang besar seperti tambang, emas dan batu bara. Dimana sumber kekayaan ada pada wilayah ini yakni kalimantan selatan. Mestinya dengan kekayaan alam yang besar tersebut sebanding dengan kesejahteraan masyarakatnya. Namun justru sebaliknya, kalsel masuk dalam wilayah yang stuntingnya masih tinggi.

Ketika suatu negara menjalankan sistem kapitalisme dalam urusan politik maka sangat wajar jika kekayaan alam pada wilayah teretentu bebas dimiliki oleh individu atau swasta. Sebagaimana yang diketahui bahwa kekayaan alam Indonesia termasuk didalmnya kalimantan selatan tidak sepenuhnya dimiliki dan dinikmati oleh masyarakatnya, karena telah dimiliki oleh swasta bahkan swasta asing. Hanya segelintir orang yang menikmati hasil kekayaan alam tersebut.

Sistem ekonomi kapitalisme memang tidak memiliki mekanisme untuk mengalirkan harta dari orang kaya kepada orang miskin. Prinsip ekonomi yang ada dalam sistem kapitalisme adalah memberikan kebebasan kepada pelaku ekonomi untuk memiliki kakayaan alam. Sehingga yang memiliki modal besar akan semakin kaya dan yang miskin akan terus semakin miskin. Padahal kekayaan alam tersebut mestinya dapat dinikmati seluruh masyarakat.

Berbeda halnya dengan sistem Islam, dalam sistem ini negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya secara individu tak terkecuali anak-anak. Islam memiliki konsep tersendiri agar pemenuhan gizi dapat didistribusikan tepat sasaran. Islam juga memiliki mekanisme pendistribusian kekayaan masyarakat dari orang kaya kepada orang miskin berupa zakat, infaq, sedekah. Dalam hal kepemilikan pun Islam telah mengaturnya, tidak bisa dibebaskan sepenuhnya kepada pelaku ekonomi hanya karena dia kaya.

Dalam Islam, kepemilikan sangat tegas dibedakan, antara kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Untuk kepemilikan umum, Rasulullah saw. menyatakan bahwa kaum muslimin atau rakyat berserikat dalam tiga hal, yaitu sumber daya air, padang penggembalaan (hutan), dan api (energi). Artinya, ketiga hal itu harus menjadi milik bersama/umum. Tugas negara hanya mengelola untuk kemudian didistribusikan kepada rakyat, kalau perlu gratis karena ada hadis mengatakan menjual kepada rakyat itu hukumnya haram.

Sedangkan kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang negara. Asy-Syari’ telah menentukan jenis harta milik negara yang akan dikelola sesuai dengan ijtihad Khalifah, yaitu fai, kharaj, dan jizyah. Kepemilikan umum dan negara ini menjadi salah satu sumber penerimaan APBN negara yang akan dikelola untuk kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian, negara bisa mendapatkan pendapatan yang besar, sehingga tidak sulit bagi negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik primer maupun sekunder. Negara juga mudah membuka lapangan pekerjaan untuk semua laki-laki agar mereka dapat menafkahi istri dan anaknya. Kemudian ibu hamil dapat fokus menjalani masa hamilnya tanpa harus pusing memikirkn kebutuhan pangan dan gizi pada dirinya dan janinnya. Inilah sistem ekonomi yang manusiawi dan mensejahterakan, karena bersumber dari Allah Swt., Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Wallua’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 9

Comment here