Surat Pembaca

Solusi Sistemik Kasus Korupsi Pengelolaan Nikel

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Dewi Royani, MH (Muslimah Pemerhati Umat)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Tindak pidana korupsi masih menjadi permasalahan pelik di negeri ini. Indonesia merupakan negara dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang cukup tinggi. Kasus korupsi terbaru yang menghentak publik yaitu kasus dugaan korupsi di pertambangan nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Korupsi ekspor ilegal 5 juta ton bijih nikel ke China dengan kerugian negara diperkirakan sekitar 5,7 triliun rupiah. Meski sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka, dugaan korupsi tersebut masih dalam penyelidikan.

Dikutip dari tempo.co (16/8/2023), dalam pengembangan penyidikan Kejaksaan Sulawesi Tenggara kembali menetapkan dua tersangka baru kasus korupsi jual beli bijih nikel PT Antam di Blok Mandiodo. Sejak awal kasus ini bergulir pada Februari lalu, total ada 12 orang yang menjadi tersangka korupsi. Seluruh tersangka berasal dari PT Aneka Tambang Tbk, PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama, PT Cinta Jaya, PT Tristaco Mineral Makmur dan beberapa pejabat Kementerian ESDM.

Kasus korupsi di atas sungguh ironis karena pemerintah tengah menerapkan kebijakan hilirisasi mineral terhitung 1 Januari 2020. Melalui hilirisasi mineral bijih nikel dilarang untuk di ekspor. Namun realitanya pemerintah masih kecolongan dengan adanya ekspor ilegal bijih nikel ke China.

Anggawira, Ketua Asosiasi Pemasok Batubara dan Energi Mineral Indonesia (Aspebindo), menilai ekspor bijih nikel ke China merupakan kejahatan terstruktur, (cnbcindonesia.com, 8/7/2023). Sementara menurut Boyamin Saiman, Koordinator Asosiasi Pemberantasan Korupsi Indonesia (MAKI), sejauh ini temuan penyidik ​​menunjukkan adanya “kongkalikong” antara para pejabat dengan perusahaan dalam praktik pertambangan ilegal ini (BBC.com,11/8/2023)

Kongkalikong antara penguasa dan pengusaha dalam sistem demokrasi merupakan fenomena yang wajar. Sebab, berpolitik di negara demokrasi memerlukan modal yang tidak sedikit dari setiap politisi untuk ikut serta dalam kontestasi politik. Hal ini membuat mereka mencari sumber pendanaan baru dari berbagai kalangan. Celah inilah yang menyebabkan munculnya oligarki. Oligarki “menanam” dana kampanye, yang diberi kompensasi dalam bentuk dividen politik. Dividen politik setidaknya mencakup dua hal, yaitu kebijakan yang menguntungkan korporasi atau swasta dan melindungi (membela) tuntutan hukum yang melibatkan kelompoknya.

Pengelolaan SDA adalah bisnis yang menggiurkan bagi oligarki. Hal ini mendorong mereka untuk melakukan praktik-praktik curang, seperti kongkalikong dengan pembuat kebijakan, salah satunya menciptakan korupsi yang menguntungkan dan sulit diungkap. Inilah lingkaran setan korupsi yang menjerat penguasa saat ini.

Dengan demikian, sistem politik demokrasi kapitalisme menciptakan celah kejahatan korupsi yang bersifat sistemik. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus meninggalkan sistem yang melindunginya. Beralih dari sistem buatan manusia yaitu dari sistem kapitalis kepada sistem buatan Allah Swt. yakni sistem Islam.

Sistem Islam mencegah orang untuk melakukan korupsi. Islam menawarkan solusi sistematis dan ideologis dalam memberantas korupsi. Islam menetapkan beberapa strategi untuk mengatasi permasalahan korupsi diantaranya :

Pertama, dalam pengangkatan penguasa dan aparatur negara, Islam menetapkan syarat takwa, amanah, adil sebagai ketentuan selain profesionalitas. Mekanismenya pun tidak membutuhkan biaya yang mahal. Hal ini untuk menekan korupsi, suap, dan lainnya.

Kedua, terdapat larangan keras menerima harta ghulul, yaitu harta yang diperoleh wali para penguasa dan pegawai negara dengan cara apa yang tidak syar’i’.Harta ghulul dapat diperoleh dengan penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan, misalnya suap, korupsi.

Ketiga, pemerintahan Islam akan membentuk Badan Pemeriksa Keuangan. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Keempat, menetapkan kebijakan adanya perhitungan kekayaan para pejabat sebelum dan setelah menjabat. Apabila ada penambahan kekayaan yang meragukan, maka akan segera diperiksa apakah penambahan tersebut diperoleh melalui cara yang syar’i atau tidak.

Kelima, politik dalam mengurus rakyat tidak tunduk pada kepentingan oligarki, kapitalis atau elit yang rakus. Negara pun memberikan gaji/tunjangan yang layak bagi aparatur negara. Kebutuhan kolektif masyarakat pun seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan dapat diperoleh dengan gratis.

Keenam, menetapkan hukuman yang berat bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. Tentu setelah adanya pembuktian yang jelas. Ketetapan oleh qadhi/hakim secara adil berdasarkan syarak. Sanksi yang tegas dan membuat jera para pelakunya ini akan meminimalisir bahkan meniadakan korupsi.

Oleh karena itu, siapa pun yang berhati tulus dan berakal sehat pasti menginginkan memberantas korupsi secara tuntas. Oleh karena itu, perubahan dan solusi Islami dalam memberantas korupsi harus segera dilaksanakan. Upaya ini memerlukan keseriusan dan komitmen untuk mewujudkan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan Islam secara holistik.

Wallahualam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 5

Comment here