Opini

Pemilu dan Tergadainya Kedaulatan Negara

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
 
wacana-edukasi.com, OPINI-
– Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp 105 M dari luar negeri ke 21 rekening bendahara partai  politik atau parpol, sepanjang 2022 hingga 2023 (www.cnbcindonesia.com, Jumat 12 Januari 2024) (1).
 
PPATK  juga menerima laporan dari International Fund Transfer Instruction (IFTI) yang menyebutkan bahwa diantara penerima aliran dana asing, terdapat 100 orang DCT (Daftar Calon Tetap) pemilu. Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan PPATK adanya tren peningkatan pembukaan rekening baru menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Tak tanggung-tanggung, tercatat ada 704 juta pembukuan rekening baru (www.liputan6.com, Kamis 11 Januari 2024) (2).
 
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, acuan rekening terlihat dari Costumer Identification Form (CIF). Dia menduga pembukaan rekening ini berkaitan dengan kontestasi politik. “Kita melihat ada total 704.068458 CIF terbuka di 2022 sampai trimester 3 di 2023 sampai September. Jadi totalnya ada 704 juta rekening baru terbuka. Itu dibuka oleh korporasi 53 juta buah, lalu oleh individu 650 juta. Ini tidak ada yang salah,” ungkap Ivan dalam Konferensi Pers, di Kantor PPATK, Jakarta, dikutip Kamis (11/1/2024).
 
Aliran dana pemilu dari berbagai pihak termasuk asing menunjukkan kontestasi pemilu berpotensi sarat kepentingan, intervensi asing, bahkan konflik kepentingan. Masyarakat harus waspada ada bahaya dibalik pendanaan tersebut, yaitu tergadainya kedaulatan negara. Sehingga pemimpin yang terpilih bukannya mengurus kepentingan masyarakat, tapi malah memuluskan agenda pihak yang telah memberikan pendanaan. Ini sudah nyata terjadi, karena masyarakat sudah bisa melihat bahwa arah pembangunan penguasa justru memperbesar investor asing. Seperti kereta api cepat, proyek Rempang Eco City, dan infrastruktur lainnya. UU minerba semakin liberal, yang membuat korporat swasta semakin beringas mengeruk kekayaan negeri ini.

Masih banyak kepentingan, intervensi asing, bahkan konflik kepentingan penyokong yang tengah berlangsung. Semua menjadi satu keniscayaan, mengingat politik demokrasi berbiaya tinggi. Legalisasi kepemimpinan dalam denokrasi berdasarkan suara mayoritas. Karena itu diperlukan dana besar untuk meraup suara. Disinilah peluang para pemilik modal berpartisipasi dalam pemilu. Dan tentunya setelah mengucurkan dana, pasti ingin mendapatkan bagian. Akibatnya parpol dalam sistem demokrasi kehilangan idealismenya. Bahkan rawan dibajak oleh kepentingan pemodal. Bahkan siapa pun terpilih, oligarkilah pemenangnya.
 
Jika pemilu demokrasi hanya akan melahirkan penguasa oligarki, berbeda halnya dengan pemilu dalam sistem Islam yaitu Khilafah.
 
Pemilu dalam sistem Khilafah, hanya dijadikan sebagai salah satu cara (uslub); bukan metode baku pengangkatan kepala negara.  Dalam Islam, metode baku pengangkatan kepala negara adalah bai’at Syar’i. Imam An-Nawawi, dalam kitab Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj (VII/390) telah berkata :

“Akad Imamah (Khilafah) sah dengan adanya baiat atau lebih tepatnya baiat dari Ahlul Halli wal’Aqdi..yang mudah dikumpulkan.” (Imam An-Nawawi).
 
Dalam kitab Ajhizah Daulah Khilafah terdapat penjelasan bagaimana berlangsungnya pemilu besar di dalam Khilafah. Hal tersebut terjadi dalam proses pengangkatan Utsman menjadi seorang Khalifah.
 
Pada masa itu, Khalifah Umar bin Khaththab mengalami sakit keras akibat insiden penusukan pada beliau. Kaum muslim meminta beliau untuk menunjuk penggantinya, namun Khalifah Umar menolaknya. Kemudian kaum muslim terus mendesaknya hingga beliau menunjuk enam orang sebagai penggantinya (al-‘ahd, al-istikhlaf) dan memerintahkan mereka memilih salah seorang dari mereka untuk menjadi seorang Khalifah setelah beliau meninggal dalam jangka waktu tertentu, maksimal tiga hari. Setelah Khalifah Umar wafat, calon Khalifah itu melakukan pemilihan (ikhtiar) terhadap salah satu dari mereka untuk menjadi Khalifah. Disinilah terjadi proses pemilu  (al-intikhab) sebagaimana mestinya itu dilakukan. Pada masa itu terpilihnya nama Ali dan Ustman sebagai calon Khalifah. Dari dua nama ini, Abdurrahman bin Auf menanyakan pendapat kaum muslim, siapa yang mereka kehendaki antara Ali dan Ustman. Beliau bertanya pada kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dalam rangka menggali pendapat masyarakat. Beliau melakukannya tidak pada siang hari, tapi juga pada malam hari.
 
Imam Bukhari mengeluarkan riwayat dari jalur Al-Miswar bin Mukhrimah, yang berkata :
“Abdurrahman mengetuk pintu rumahku pada tengah malam. Ia mengetuk pintu hingga aku terbangun. “Aku melihat engkau tidur. Demi Allah, janganlah engkau menghabiskan tiga hari ini-yakni tiga malam-dengan banyak tidur.”  Hingga terpilihlah Utsman bin Affan sebagai Khalifah. Umat kemudian melakukan bai’at in’iqad kepada calon terpilih untuk menjadi Khalifah. Dan dilakukan bai’at tha’at oleh umat secara umum kepada Khalifah. Atas dasar bai’at kaum muslimin, Utsman menjadi Khalifah. Bukan ketika proses penunjukan enam orang sebelumnya.
 
Dalam kitab Syakhsiyah Islamiyah juz 2 bab “Syarat-Syarat Khalifah, Syekh Taqyudin An-Nabhany menjelaskan bahwa seorang Khalifah wajib memenuhi tujuh syarat, agar dia berkompeten memangku tugas ketata negaraan (kekhalifahan), dan agar bai’at pengangkatan dapat dilakukan. Tujuh syarat tersebut adalah Muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu mengemban tugas-tugas kekhalifahan.
 
Dalam sistem Khilafah, Khalifah dipilih bukan untuk menjalankan keinginan dan hukum manusia, tetapi untuk menjalankan hukum Allah Ta’ala. Kewajiban seorang penguasa (Al-Hukkam) menerapkan Syariat Islam (QS Al-Maidah : 48, 49). Penguasa haram menjalankan hukum yang bukab Syariat Islam, seperti pada sistem demokrasi saat ini (QS Al-Maidah : 44, 45, 47). Oleh sebab itu, pemilu dalam Khilafah hanya sebagai uslub (cara) untuk memilih pemimpin, yang akan menjalankan Syariat Islam.
 
Begitu pula proses pemilihan pemimpin, berjalan dengan sederhana, efektif, efisien, dan hemat biaya.
 
Wallahu’alam Bishshawab
 
 
Catatan Kaki :
(1)       https://www.cnbcindonesia.com/news/20240111074704-8-504640/video-ppatk-ungkap-aliran-dana-rp193-miliar-ke-kantong-parpol
(2)       https://www.liputan6.com/bisnis/read/5502457/temuan-ppatk-ada-704-juta-rekening-baru-jelang-pemilu-transaksi-parpol-tembus-rp-80-triliun

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 11

Comment here