Surat Pembaca

Ngotot Pembangunan IKN, Urgent-kah?

blank
Bagikan di media sosialmu

“Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka setiap dari kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya”

(HR Abu Daud)

Wacana-edukasi.com — Pandemi yang belum benar-benar berakhir tidak menghentikan langkah pemerintah untuk melanjutkan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan proses pembangunan ibu kota negara yang baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur akan tetap berjalan.

Meskipun saat ini Indonesia masih harus menghadapi pandemi Covid-19.

“Agenda untuk ibu kota baru ini tetap dalam rencana,” kata Jokowi dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Senin (27/9/2021).

Jokowi menyebutkan untuk saat ini pembangunan Ibu Kota baru sedang dalam tahap pembangunan infrastrutktur.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Suharso Monoarfa membeberkan perkembangan proyek pembangunan ibu kota baru. Suharso memastikan target pemindahan Ibu Kota tetap akan terlaksana pada 2045. Proyek pembangunan tersebut bahkan telah sampai pada tahap land development dan persiapan penataan kota, seperti penanaman bibit pohon hingga mempersiapkan aksesibilitas jalan menuju titik IKN.

Proyek ini diperkirakan akan memakan biaya sekitar Rp500 triliun, yang pembiayaannya akan dilakukan melalui skema APBN, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan melalui pihak swasta (80%). Dari skema ini, Nampak jelas swasta diberi ruang yang begitu lebar untuk campur tangan dalam pembangunan.

Pembangunan IKN bukanlah hal yang urgent, pemulihan ekonomi bisa dilakukan dengan cara pemerataan ekonomi disetiap daerah. Kebijakan pemerintah ini terkesan terburu-buru dan dipaksakan.

Mengapa perhatian, penanganan dan pendanaan tidak dimaksimalkan untuk menyegerakan penanganan wabah dan menjamin pemenuhan kebutuhan.

Disaat yang sama perlu terus menggugah kesadaran bahwa pembangunan obyek vital seperti IKN ini semestinya berbasis kemampuan negara, sehingga mandiri pemanfaatannya untuk maslahat rakyat, bukan mengandalkan swasta yang pasti berorientasi keuntungan.

Meskipun dana pembangunan IKN bukan hasil dari utang. Namun, risiko menggantungkan dana pembangunan pada swasta ancamannya akan terlihat pada aset-aset strategis negri yang akan dengan mudah berpindah tangan ke swasta atas pembiayaan pembangunan yang telah dikeluarkan. Sumber daya alam negri juga terancam tergadaikan sehingga rakyatlah yang akan menanggung semua akibatnya.

Pemulihan ekonomi dengan investasi bukanlah jalan yang tepat, terlebih dalam sistem kapitalis, kerjasama dengan swasta akan membuka peluang investasi bagi pemilik modal. Negara yang telah terjerat investor mau tidak mau harus mengikuti kemauan para kapitalis.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam yakni masa kekhilafahan, dimana Dalam kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah karya al-‘Allamah Syaikh ‘Abd al-Qadim Zallum, dijelaskan bahwa ada tiga strategi yang bisa dilakukan oleh negara untuk membiayai proyek infrastruktur ini, yaitu:

Meminjam kepada negara asing, termasuk lembaga keuangan global.
Memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum seperti minyak, gas dan tambang.
Mengambil pajak dari umat/rakyat.

Mengenai pinjaman dari negara asing, atau lembaga keuangan global, maka strategi ini jelas keliru, dan tidak dibenarkan oleh syariah

Mengenai strategi kedua, yaitu memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas dan tambang, misalnya, Khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu, seperti Fosfat, Emas, Tembaga, dan sejenisnya, pengeluarannya dikhususkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Ketiga, yaitu mengambil pajak dari kaum M diuslim untuk membiayai infrastruktur. Strategi ini hanya boleh dilakukan ketika Baitul Mal tidak ada kas yang bisa digunakan. Itu pun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital, dan hanya diambil dari kaum Muslim, laki-laki, dan mampu. Selain itu tidak.

Islam sangat memperhatikan aspek kemandirian dan tidak menggantungkan pembiayaan pembangunan dari hasil pinjaman.

Begitulah strategi Negara Khilafah dalam membiayai proyek infrastruktur. Hanya khilafah lah yang mampu memulihkan ekonomi negri sekaligus jalan keluar dari berbagai masalah negri.

Marhamni Aulia S.M.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 30

Comment here