Opini

Nasib Ritel di Masa Pandemi Insentif Menjadi Sebuah Solusi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Meitya Rahma

Wacana-edukasi.comSiapa yang suka nge-mall atau pergi ke mall? Untuk sekadar refreshing cuci mata, atau memang untuk beli sesuatu yang dibutuhkan. Bagaimana nasibnya kiini selama masa pandemi yang tak ada ujungnya. Ekonomi melemah, adanya social distancing membuat mereka para perusahaaan ritel pamit teratur pada masyarakat. Seperti yang dialami oleh PT Hero Supermarket. Tbk. PT Hero Supermarket. Tbk (HERO Group) memutuskan untuk menutup seluruh gerai Giant pada akhir Juli 2021 (liputan6.com 25/5/2021).

Penutupan gerai Giant ini menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk memfokuskan bisnisnya ke merek dagang IKEA, Guardian, dan Hero Supermarket yang memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan Giant. Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan dampak dari penutupan gerai ritel modern bisa menghilangkan pendapatan negara sebab pengurangan gerai. Selain itu, retribusi pendapatan daerah juga akan hilang (Liputan6.com/7/621).

Hilanganya penghasilan dari pekerja yang di-PHK, secara ototomatis mengurangi daya belinya. Para pekerja yang di PHK akan mencari pekerjaan baru dan setelah itu mereka akan menekan belanja. Peritel akan kehilangan investasinya dan itu menimbulkan kerugian bagi korporasi. Kerugian korporasi itu bisa berdampak pada hilangnya investasi yang saat ini dibutuhkan, menurut Roy (Liputan6.com/7/6/21).

Roy meminta agar Pemerintah memasukkan sektor perdagangan ritel menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam APBN 2021. Ia berharap pemerintah untuk segera menggelontorkan insentif bagi ritel yang sudah dikumandangkan tetapi belum dikonkretkan, sehingga menjaga keutuhan operasional ritel modern agar tidak terjadi penutupan gerai berikutnya (Liputan6.com/7/6/21).

Pandemi memang luar biasa dampaknya. Terutama pada sektor ekonomi. Ritel-ritel pun mulai gulung tikar. Ini adalah tanda mulai berakhirnya bisnis besar para kapital. Tak dimungkiri memang ritel-ritel ini menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Imbas penutupan ritel ini pun dirasakan para karyawan. Kemegahan pusat perbelanjaan semacam ritel ini pun kemudian tak sebanding dengan kondisinya saat ini, kolaps. Lalu para kapital berharap ada gelontotan insentif untuk ritel agar tidak terjadi pentupan ritel-ritel yang lain.

Apa jadinya jika pemerintah memberikan insentif pada setiap ritel yang mengalami gulung tikar. Para pelaku ekonomi mikro, pedagang kecil saja berjibaku menghadapi efek pandemi saat ini. Akan tidak ada rasa keadilan jika para pengusaha ritel diberi insentif sedangkan para pelaku ekonomi kecil tidak. Namun para pengusaha ini tentunya akan mengupayakan agar ritel-ritel menjadi salah satu prioritas Pemerintah dalam APBN 2021. Bagi para kapital aturan bisa dibeli untuk menguntungkannya. Di zaman kapitalisme ini, siapa yang punya modal maka dia akan menguasai segalanya. Seperti para pengusaha ritel ini yang memiliki modal untuk membeli kebijakan agar menguntungkan mereka.

Masyarakat butuh penguasa yang adil dalam setiap kebijakan yang disahkan. Namun, saat ini harapan tersebut masih jauh panggang dari api. Sistem kapitalisme telah merasuk pada sendi-sendi kehidupan di negeri ini membuat semua aturan yang ada berorientasi pada materi.

Tak layak kiranya jika para penguasa negeri ini masih melanggengkan sistem kapitalisme yang telah terbukti kerusakannya. Butuh sistem yang bisa memberikan keadilan dalam perekonomian negeri ini. Tak ada salahnya jika mencoba menilik sistem ekonomi Islam. Sistim ekonomi Islam yang diterapkan dalam sebuah negara, mampu menciptakan kebijakan yang adil.

Dalam sistem perekonomian Islam pasar tidak dibiarkan berjalan sendiri tanpa ada yang mengontrol. Sebab, akan mengakibatkan penguasaan pasar sepihak oleh pemilik modal kapitalis. Misal seperti perusahaan perusahaan ritel yang mendominasi pasar tradisional maupun pengusaha kecil. Maka dalam Islam, negara berhak mengatur dan mengawasi perekonomian. Memastikan kompetisi di pasar berlangsung dengan sehat dan tercipta keadilan ekonomi. Jadi wacana insentif untuk para perusahaan ritel ini akan menciptakan ketidakadilan di pasar nasional. Jika benar ritel-ritel menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam APBN 2021 maka akan terlihat jelas bahwa penguasa negeri ini berpihak pada para kapital.

Dalam Islam perniagaan tidak hanya untuk mencari keuntungan yang besar saja, seperti pada sistem kapitalisme. Akan tetapi, keuntungan yang sesungguhnya adalah keuntugan dunia dan akhirat. Dengan prinsip keadilan, menjauhi segala kegiatan yang dilarang dan berjalan sesuai syariat Islam akan terwujud perekonomian yang sehat yang akan membawa kesejahteraan rakyat. Hanya dengan sistem ekonomi Islam yang diterapkan melalui institusi negaralah yang dapat mewujudkannya.

Wallohualam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 0

Comment here