Opini

Nasib Buruk Buruh dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Imas Nuraini, S.Pt
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Komunitas Peduli Generasi)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Buruh telah melakukan demonstrasi berjilid-jilid untuk menuntut upah mereka naik minimal 15% dari upah minimum 2023. Namun, pemerintah belum memenuhi aspirasi kaum buruh. Demikian ungkapan Sekretaris Jendral Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sabilar Rosyad.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023). Demonstrasi digelar menuntut pemerintah menaikkan upah minimum sebesar15% pada 2024. Buruh mengancam akan melaksanakan mogok bila keinginan itu tak dipenuhi. (CNBC Indonesia, 27/10/2023).

Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan ada beberapa alasan mengapa buruh meminta kenaikan upah sebesar 15%. Salah satu alasannya adalah, Indonesia sebagai kelompok negara menengah atas minimal penghasilannya US$ 4.500. Ini setara upah 5,6 juta per bulan, UMP DKI Jakarta harusnya sudah naik hingga 700.000 per bulan. Jakarta sekarang Rp 4,9 juta. Untuk menuju 5,6 juta masih kurang Rp 700.000 ya itu 15%. jadi kita tidak mengada-ada. Selain alasan di atas, alasan lain adalah hasil survei Litbang partai buruh dan KSPI, angka kebutuhan hidup layak ditemukan rata-rata kenaikan 12-15%.

Upah untuk Memenuhi Sebagian Kebutuhan Hidup

Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah sudah menyatakan bahwa perhitungan upah buruh 2024 mempertimbangkan 3 aspek. Pertama, daya beli buruh, kedua mengatasi inflasi, ketiga mengatasi disparitas upah antar wilayah. Namun, buruh merasa formulasi perhitungan upah 2024 belum memenuhi 3 pertimbangan tersebut. Dia mengatakan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pengupahan 2024, formula pengupahan tahun depan hanya memungkinkan buruh naik gaji sebesar Rp 70 ribu.

Badan Pusat Statistik mencatat, per Februari 2023, jumlah penduduk Indonesia yang bekerja mencapai 138,6 juta orang di seluruh penjuru negeri. Jika dirinci, total penduduk yang tergolong bekerja penuh atau menghabiskan waktu kerja 35 jam/pekan mencapai 92,16 juta orang. Kemudian, total penduduk yang bekerja paruh waktu mencapai 36, 88 juta orang. Adapun pekerja dengan kategori setengah menganggur mencapai 9,59 juta orang. BPS mencatat, distribusi pekerja dengan status berusaha sendiri tercatat sebesar 20,67%, dan menempati urutan kedua setelah pekerja buruh/karyawan/pegawai sebesar 36,34%.

Berdasarkan data BPS, meskipun angka kemiskinan menurun, namun ketimpangan yang diukur dari gini ratio justru naik. Data BPS menunjukkan, pada Maret 2023 gini ratio sebesar 0,388. Menurut Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto, meningkatnya angka ketimpangan di Indonesia, disebabkan belum meratanya pertumbuhan ekonomi pada lapisan masyarakat. Hal ini berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Jika kelompok menengah ke atas bisa merasakan kehidupan yang layak, sementara kalangan menengah ke bawah mereka hanya bisa memenuhi untuk standar hidup layak minimal dan itu pun hanya sebagian. Pekerja yang melakukan pekerjaan semestinya bisa bekerja dengan tenang, sehingga produktivitas meningkat. Tapi, kenyataannya, upah yang diterima pekerja masih belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidup, baik sebagai pekerja apalagi sebagai pemberi nafkah keluarga.

Buah Penerapan Aturan Kapitalisme

Saat ini, sistem yang diterapkankan dalam kehidupan adalah Sistem Kapitalisme. Ciri khas sistem Kapitalisme, pemerintah dalam masalah ketenagakerjaan berperan sebagai regulator, menjadi penghubung antara pekerja dan pengusaha. Sementara itu, keseimbangan hubungan diantara keduanya tidak terjadi. Kadang muncul kekhawatiran ketentuan yang ditetapkan oleh pengusaha justru menyengsarakan pekerja. Sehingga pemerintah belum bisa memberikan jaminan perlindungan bagi pekerja.

Apalagi, dengan munculnya uu baru tentang ketenagakerjaan yang banyak merugikan pihak pekerja. DPR melalui rapat paripurna akhirnya secara resmi menyetujui UU Cipta Kerja pengganti perppu Cipta kerja. Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU pemberdayaan UMKM. Terdapat beberapa pasal bermasalah dan kontroversial tentang ketenagakerjaan UU Cipta Kerja. Contohnya kebijakan baru tentang kontrak tanpa batas, pemangkasan hari libur, kebijakan terkait pengupahan pekerja, penghapusan sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan, dan penghapusan hak memohon PHK. UU Cipta Kerja ini memposisikan pekerja semakin dieksploitasi oleh pengusaha. Sehingga UU ini mendapat respon penolakan bagi sebagian besar elemen masyarakat. Penerapan UU Cipta Kerja semakin memperburuk nasib buruh.

Islam Membawa Nasib Buruh menjadi Lebih Baik

Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna memiliki aturan yang jelas dalam ketenagakerjaan ini. Bekerja merupakan salah satu sebab bagi seseorang mendapatkan upah atau penghasilan. Dalam Islam, pekerja akan mendapatkan upah yang pantas sesuai pekerjaannya. Dan negara (Khilafah) akan mengangkat khubara sebagai orang yang paham tentang pengupahan. Dengan begitu, antara pekerja dan pemberi kerja tidak ada yang terzalimi. Antara pekerja dan pemberi kerja akan bersepakat (akad) mengenai upah, waktu kerja, jenis pekerjaan, dll. Sehingga pekerja bisa bekerja dengan tenang dan meningkatkan produktivitasnya. Dan pemberi kerja pun akan mendapatkan manfaat dari kesepakatan tersebut secara adil.

Peran negara dalam sistem Islam bukan sebagai regulator melainkan sebagai Raa’in (Pengurus urusan masyarakat). Negara bukan hanya memastikan memberikan jaminan bagi seluruh warga mendapatkan keadilan termasuk dalam ketengakerjaan. Selain itu, negara memberikan jaminan sandang, pangan, papan, pendidikan dan keamanan dan kesehatan bagi seluruh warga negaranya. Baik secara tidak langsung seperti sandang, pangan, dan papan. Ataupun secara langsung seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Rakyat tidak akan merasakan beban hidup yang berat, karena negara berperan dalam pemenuhannya baik dia sebagai pekerja maupun pengangguran karena keterbatasannya.

Buruh tidak perlu demonstrasi berjilid-jilid untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih layak dan lebih baik. Jika sistem aturan yang diterapkan adalah Syariat Islam kaffah, maka kesejahteraan dan keadilan akan dirasakan oleh seluruh alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 12

Comment here