Opini

Mewujudkan Indonesia Aman Pangan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummu Fatiha

Ibu Rumah Tangga

wacana-edukasi.com– “Negara agraris”, itulah sebutan untuk Indonesia. Berbagai tanaman tumbuh subur apalagi di musim hujan. Namun sayang masih banyak wilayah yang mengalami rawan pangan. Sehingga sebagian warga kesulitan mendapatkan bahan makanan.

Dilansir dari tribunnews.com (19 Oktober 2022), Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bandung, Marlan mengatakan ada delapan kecamatan di Kabupaten Bandung yang termasuk wilayah rawan pangan yaitu, Ibun, Kertasari, Pacet, Ciparay, Cimaung, Pangalengan,
Ciwidey, dan Pasirjambu.

Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan bahan makanan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologi bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat.

Rawan pangan merupakan kebahayaan bagi keberlangsungan hidup manusia. Penyebabnya bisa berupa bencana alam seperti kekeringan atau banjir yang merendam tanaman. Bisa juga disebabkan inflasi dan pengangguran. Mengakibatkan rakyat sulit mengakses bahan makanan.

Untuk Indonesia sendiri, penyebab yang pas setelah kenaikan BBM adalah inflasi tinggi berimbas terhadap daya beli masyarakat melemah. Begitupun pengangguran semakin memperparah ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan akan pangan. Maka wajar kemiskinan dan balita kekurangan gizi jumlahnya terus meningkat.

Inilah dampak dari abainya negara dalam pemenuhan kebutuhan primer masyarakat. Ketidakmampuan mewujudkan ketahanan bahkan kedaulatan pangan disebabkan negara menerapkan sistem kapitalisme sekular, yang menitikberatkan kepada keuntungan bukan kepengurusan. Negara berfungsi hanya sebagai regulator dan fasilitator. Itupun bagi pemilik modal yang menguasai penyediaan pangan. Negara seharusnya mengelola pangan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Mulai dari penyediaan lahan pertanian, modal, riset, teknologi, sampai distribusinya. Jika pengelolaan ataupun penyediaan pangan diserahkan kepada pengusaha, maka rakyat harus membayar mahal untuk memperolehnya. Karena orientasi pengusaha adalah keuntungan.

Maka selama sistem kapitalisme terus dipertahankan, ketahanan pangan akan sulit dicapai. Jika pun ada penanganan ibarat “pemadam kebakaran” atau sekedar “belas kasih”, dengan menyelenggarakan operasi pasar atau BLT. Yang lebih menyedihkan mencukupkan dengan impor tanpa dipertimbangkan bahayanya bagi petani lokal. Negara cenderung hanya menyediakan tanpa memikirkan bagaimana rakyat miskin bisa mengaksesnya.

Bila kita coba urai masalahnya satu persatu, maka solusinya adalah kembali kepada paradigma politik pertanian dan komitmen pemerintah. Negeri yang sedemikian subur, dengan pasokan air, cahaya matahari, dan iklim yang mendukung malah menjadi bulan-bulanan produk tanaman pangan impor dari Thailand dan Vietnam yang secara letak geografis hampir sama, bahkan dari segi wilayah pertanian masih kalah luas oleh Indonesia.

Institute for Developement of Economic (INDEF) mencatat bahwa Thailand berada satu peringkat dibawah Vietnam. World Stock Export merilis data bahwa dari 15 negara eksportir pangan, peringkat kedua diduduki oleh Thailand, sedangkan Indonesia masuk dalam kategori 10 negara terbesar importir pangan. INDEF menjelaskan bahwa perbedaannya terletak pada komitmen pemerintah dalam mengembangkan sektor pertanian.

Lalu apa yang harus dilakukan? bila merujuk kepada khazanah pemikiran Islam, maka kita akan temukan solusi terhadap kekeliruan paradigma politik pertanian dan komitmen pemerintah.

Syariah Islam menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan demi menciptakan ketahanan pangan. Dalam Islam, tanah mati yaitu yang tidak tampak adanya bekas-bekas tanah itu diproduktifkan, bisa dihidupkan oleh siapa saja untuk ditanami sekaligus menjadi miliknya. Rasul saw. bersabda,

“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya”. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud)

Selanjutnya, siapapun yang memiliki lahan baik dari menghidupkan tanah mati atau dari warisan, membeli, dan hibah, jika ia telantarkan tiga tahun berturut-turut maka hak kepemilikannya hilang diambil alih oleh negara untuk diberikan kepada kepada rakyat yang mampu menjadikan nya tanah produktif, tentu dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi dan pemerataan secara adil.

Hasil pertanian, selain untuk konsumsi petani dan keluarganya, dapat juga dijual ke pasar. Dalam hal ini syariah Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib memberantas berbagai tindakan yang merusak mekanisme pasar seperti riba, penimbunan, penipuan dan monopoli.

Negara pun harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses untuk semua orang sehingga akan meminimalkan kesalahpahaman data, yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar dengan mengambil keuntungan secara tidak wajar. Dari aspek manajemen rantai pasok pangan, kita dapat belajar dari Rasulullah saw. yang pada saat itu sudah sangat konsen terhadap persoalan akurasi data produksi. Hudzaifah Ibn Al-Yaman diangkat beliau sebagai petugas pencatatan hasil produksi pertanian di Khaybar. Kebijakan pengendalian harga dilakukan dengan mengendalikan keseimbangan permintaan dan penawaran tidak dengan kebijakan pematokan harga.

Praktek pengendalian suplai pernah dicontohkan pada masa kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra. Hijaz sempat dilanda kekeringan saat musim paceklik. Umar bin al-Khaththab ra mengirim surat kepada Gubernur Mesir Amru bin al-‘Ash terkait kondisi kondisi pangan rawan pangan yang terjadi di Madinah, beliau memerintahkan untuk mengirimkan pasokan bahan makanan. Lalu Amru membalas surat tersebut yang menyatakan bahwa beliau mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada di Madinah dan ekornya masih di Mesir.

Demikianlah konsep dan nilai-nilai syariah Islam memberikan kontribusi pada pengaturan sektor pertanian dan penyelesaian masalah pangan. Konsep tersebut tentu baru dapat dirasakan oleh seluruh umat Islam dan seluruh alam bila diterapkan oleh institusi negara.

Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk mengingatkan pemerintah agar melaksanakan pengelolaan pangan dengan aturan syariah yang bersumber dari Allah Swt. pencipta manusia dan seluruh alam raya.

Wallahu ‘alam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 4

Comment here