Opini

Mampukah Bina Wilayah PKK Menurunkan Angka Stunting dan Kemiskinan Ekstrem?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nia Umma Zhafran (IRT)

wacana-edukasi.com, OPINI– Di awal tahun 2024 ini, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) melaksanakan serangkaian safari kunjungan kerja giat Bina Wilayah pada hari Rabu (10/01/2024)di 2 Kecamatan, yakni Kecamatan Solokanjeruk dan Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung. Menurut Ketua TP PKK Kabupaten Bandung, Hj Emma Detty Dadang Surpriatna bahwa pembinaan wilayah yang dilakukan untuk para kader PKK ini diharapkan agar semua kader paham terkait administrasi TP PKK agar lebih baik lagi juga pelatihan-pelatihan yang diberikan terkait dengan bidang informasi dan teknologi.

Dari pembinaan tertib administrasi ini guna meningkatkan kualitas SDM dan kapasitas kader PKK, agar mampu memantapkan pelayanan publik, pelayanan Posyandu dan juga pelayanan lain di wilayah kerja PKK. Pelaksaan Bina Wilayah ini bertarget dalam menurunkan angka stunting dan miskin ekstrem. Dimana Emma Detty pun menyinggung persiapan ini untuk menghadapi Indonesia Emas 2045 untuk menuju Indonesia sehat. Jadi masyarakat sudah bisa membiasakan berprilaku hidup bersih dan sehat. (RadarBandung.ID)

Bina Wilayah PKK merupakan bagian Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Budk G. Sadikin bersama Ketua Umum TP PKK. Di Indonesia MoU dikenal dengan nota kesepakatan, nota kesepahaman, perjanjian kerja sama, atau perjanjian pendahuluan. Kita sebut saja nota kesepahaman yang lebih umumnya. Nota Kesepahaman terkait hal ini telah ditandatangani keduanya dalam Rapat Koordinasi Nasional TP PKK Senin (11/09/2023) di Jakarta.

Terdapat 10 poin kesepakatan dalam isi nota kesepahaman ini. Yakni penguatan upaya kesehatan masyarakat, penguatan kapasitas sumber daya manusia dalam mendukung program kesehatan, penguatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, penguatan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit, penataan, pemberdayaan dan pendayagunaan posyandu, pembinaan karakter keluarga, penguatan ketahanan keluarga, kesehatan keluarga dan lingkungan, pendidikan dan peningkatan ekonomi keluarga, serta pertukaran data dan informasi. Semua poin itu bertujuan agar para ibu dapat menyehatkan masyarakat.

Sekilas tidak ada yang perlu dipersoalkan dari kebijakan ini karena upaya pencegahan (preventif) agar keluarga dan masyarakat terawat kesehatannya yang begitu selaras dengan fungsi Ibu. Dimana para kader PKK ini dikenal luas sebagai perkumpulan (asosiasi) relawan ibu-ibu yang memiliki kegiatan positif. Namun bila ditelisik, justru hal ini mempertegas kelalaian negara selama ini dalam mengurusi dan merawat kesehatan publik, tentunya para Ibu. Dimana kaum Ibu berada di garda terdepan dalam penyehatan generasi di tengah tercerabutnya fungsi Ibu oleh kebijakan negara. Program ini seakan memindahkan tanggung jawab negara ke pundak para Ibu.

Sedangkan, fungsi sahih Ibu yang harusnya melakukan upaya preventif bagi diri dan keluarganya, telah tercabut di tengah tekanan hebat oleh kebijakan pemerintah dimana sebagai regulator bagi korporasi. Dalih menyehatkan masyarakat, untuk menjaga kesehatan dirinya sendiri hampir tidak mampu. Apa pasalnya? Tidak sulit untuk dirasakan bahwa tidak hanya kebijakan pemerintah di luar sektor kesehatan yang berakibat buruk terhadap kesehatan ratusan juta insan seiring dikapitalisasinya berbagai hajat hidup dasar, namun juga pada sektor kesehatan sendiri yaitu ketika politik kesehatan kapitalisme mengindustrialisasi sistem dan pelayanan kesehatan. Pada saat yang sama kebijakan pembangunan kapitalistik berupa keadilan dan kesetaraan gender berakibat kaum Ibu tercerabut dari fitrah dan fungsi aslinya sehingga memperburuk kesehatan keluarga dan masyarakat. 

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting dan kemiskinan extrem dalam sistem Kapitalisme saat ini hanya fatamorgana. Karena stunting atau gizi buruk ini berkaitan erat dengan kondisi perekonomian keluarga. Namun faktanya masih banyak keluarga saat ini terjebak dalam kemiskinan ekstrem. Sehingga jangankan berpikir mengenai gizi, untuk sekedar makan layak saja banyak keluarga yang tidak mampu. Kapitalisme hanya menghasilkan penguasa berperangai picik yang memanfaatkan kedudukannya untuk memperkaya diri. Alhasil penguasa setengah hati mengurusi rakyat.

Prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme membuat pemilik modal mudah menguasai sumber daya alam. Padahal kekayaaan ini adalah harta yang seharusnya digunakan untuk mengurusi rakyat. Seperti menyediakan lapangan pekerjaan, menyediakan layanan kesehatan gratis, dan sebagainya. Jadi, dalam sistem kapitalisme, kasus stunting tidak akan bener-benar selesai.

Akan sangat berbeda jika negara di tengah masyarakat adalah negara Islam dalam bingkai Khilafah. Negara akan mengurusi rakyatnya secara optimal dengan upaya terbaik. Jika ada masalah yang menimpa warganya, Negara akan berupaya keras untuk menyelesaikannya dengan tuntas. Untuk mengatasi permasalahan stunting, Negara Islam akan memastikan setiap individu terjamin kebutuhan gizinya. Dengan memastikan setiap kepala keluarga mendapat pekerjaan sehingga mereka bisa memberikan nafkah kepada keluarga mereka.

Kekayan alam negeri kaum muslimin yang begitu melimpah dan dikelola secara mandiri tentu akan menyerap tenaga ahli dan terampil dalam jumlah besar. Di sektor lain pun seperti industri, perdagangan barang dan jasa juga akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai dengan bekerjanya seorang ayah. Kemudian negara Islam akan memastikan ketersediaan bahan pangan yang mampu dijangkau oleh daya beli masyarakat. Distorsi pasar meliputi penimbunan, mafia pangan, kartel dan sejenisnya dihilangkan dalam Islam. Ini yang merusak pasar karena membuat harga-harga melambung tinggi sehingga tidak bisa dijangkau oleh semua masyarakat. Dengan begitu anak-anak telah tercukupi gizinya dari dalam keluarga.

Disisi lain juga negara menyediakan fasilitas layanan kesehatan gratis. Dalam Islam kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara, bukan sektor komersial seperti dalam sistem kapitalisme semua mendapat pelayanan yang sama baik warga miskin atau kaya, baik muslim atau kafir. Mereka mendapat pelayanan yang sama hingga para ibu dengan mudah memeriksakan kondisi kesehatan anak-anak mereka termasuk konsultasi gizi. Para ibu juga mudah mendapatkan edukasi dari dokter anak, bagaimana merawat dan memenuhi kebutuhan gizi anak.

Adapun sumber dana untuk menjamin agar pelayanan kesehatan gratis berasal dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum Baitul Mal. Pos kepemilikan negara berasal dari harta jizyah, usyur, kharaj, ghanimah, fa’i dan sejenisnya. Sedangkan pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan sumber daya alam. Sumber dana dari kedua pos ini begitu besar dan lebih dari cukup untuk penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan gratis. Inilah solusi tuntas dari kasus stunting dari kacamata Khilafah. Tidakkah penguasa dan umat menginginkannya?

WalLaahu a’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 9

Comment here